Lost You.
Lelaki itu berdiri dengan matanya yang enggan menatap perempuan di hadapannya.
Terlihat jelas jika saat ini wajag Ocean sangat sembab. Entah sudah berapa lama perempuan itu menangis.
Suara isakan terdengar jelas memasuki pendengaran Agam. Membuat hatinya ngilu lantaran saat ini Ocean menangis.
Tanpa berkata apapun, Agam langsung saja melangkahkan kakinya dan memeluk Ocean.
Tangisan Ocean mengeras ketika tubuh lelaki itu mendekapnya erat.
Kenapa? Kenapa harus seperti ini? Padahal jauh di dalam lubuj hati Icean, ia juga masih ingin bertahan. Namun di sisi lain, luka batinnya terlalu besar. Sampai-sampai secara tidak sadar rasa sakit yang mendominasi, mengalahkan semua rasa yang sejauh ini sudah ia bangun.
“Maaf …,” hanya itu yang keluar dari bibir Agam sembari terus mendekap Ocean yang menangis.
Sakit, rasanya sakit sekali.
Agam itu sangat mencintai Ocean.
Agam tahu, ia juga sadar jika dari dulu hanya satu yang membuatnya selalu kalah dalam mengambil keputusan.
Bunda.
Bahkan ketika ia sudah mempunyai jalan hidupnya, Agam masih kesulitan untuk sekedar menolak keinginan Bunda.
Iya, memang bodoh. Dan tanpa sadar sikap Agam yang seperti ini membuat Ocean terluka.
Agam kesulitan, begitu juga Ocean. Mereka sama-sama berada di posisi yang sulit.
“Maaf Oce …,” lirih Agam lagi.
“Kamu sebenernya sayang gak sih Gam sama aku?” Ocean tiba-tiba saja bertanya sembari berusaha menatap wajah Agam.
Agam mengangguk.
“Terus kenapa?”
“Kenapa kamu gak pernah nyoba buat nolak semua hal yang Bunda minta? Coba buat lebih tegas. Kenapa?”
Agam terdiam.
“Agam …”
“Aku tuh capek.”
“Aku capek harus nahan-nahan semuanya. Setiap kali aku bilang ke kamu soal Bunda. Kamu selalu jawab dan nyuruh aku buat sabar buat lebih ngertiin Bunda.”
Ocean kembali menangis.
“Aku tahu, mungkin kalau dibandingkan orang lain di luar sana. Perjuangan aku buat luluhin Bunda tuh belum seberapa. Tapi, Gam, rasa sabarku gak sebanyak orang lain. Aku gak punya wadah sebesar itu buat nampung semua rasa sakit karena gak diinginkan.”
“Gelas yang aku punya buat nampung semua itu terlalu kecil, Gam.”
“Berkali-kali aku coba buat bisa lebih kuat dan sabar. Tapi nyatanya aku malah lebih sakit.”
Ocean semakin terisak.
“Dari dulu, Gam.”
“Dari dulu, jatuh cinta sama kamu itu memang gak mudah. Jatuh cinta sama kamu bikin aku banyak terluka karena berusaha buat sempurna. Padahal nyatanya aku gak bisa sempurna, Gam.”
Agam masih saja menunduk tidak berani menatap wajah Ocean.
“Buat sayang sama kamu memang harus terluka sebanyak ini, ya, Gam?”
Ocean mengusap air matanya. “Maaf ya Gam. Karena sama aku, kamu harus nanggung banyak beban. Harus denger cemoohan dari sana-sini. Maaf juga karena aku, citra sempurna yang udah keluarga kamu bangun jadi rusak.”
Netra Ocean beralih menatap Agam yang masih enggan menatapnya. Perlahan jemari Ocean bergerak mengusap wajah Agam.
“Gam …”
Agam menggeleng, ia kemudian menatap Ocean dengan air mata yang sudah banyak keluar. “Ocean nggak …,” gumamnya sambil terus menggelengkan kepalanya.
Agam menggenggam tangan Ocean. “Oce maaf … jangan kemana-mana aku mohon …”
Air mata Ocean kembali jatuh. Lantas dengan berat hati ia menggeleng. “Mungkin sebaiknya gini.”
“Dan dari awal sebaiknya juga kita gak sama-sama, Gam,” ucap Ocean membuat hati Agam hancur.
Agam kembali mendekap Ocean.
Keduanya sama-sama mencintai, namun lagi-lagi keadaan yang selalu memaksa mereka untuk melepas.
“Maaf, ya … maaf aku milih nyerah,” gumam Ocean kemudian ia memeluk Agam erat.
Lantas malam itu, merupakan malam paling hancur. Baik itu untuk Agam dan juga Ocean.
Mereka, kehilangan satu sama lain.