Gagal.

Agam menggenggam tangab Ocean ketika mereka baru saja turun di kediaman Ayah Ocean.

Lelaki itu menoleh pada Ocean yang tengah mengatur napasnya. “Tenang, ya? Semuanya bakal baik-baik aja,” ucap Agam berusaha menenangkan, lantas Ocean pun mengangguk.

Genggaman mereka semakin kuat seiring dengan kakinya yang melangkah maju ke dalam rumah yang cukup besar itu.

Ini bukan kali pertama Ocean datang ke rumah ini. Ocean sudah tahu betul semua isi di rumah ini. Sebab ini merupakan rumah sang Ayah. Hanya saja yang membedakan, suasana di rumah ini bagi Ocean tidak pernah terasa hangat. Ia justru selalu merasa dirinya ini hanyalah orang asing, sekali pun sang Ayah dan keluarga barunya itu mengatakan jika Ocean juga bagian dari mereka.

Dua orang itu duduk di sofa, sambil di sambut oleh Tantri—istri Farhan—Ayahnya Ocean.

Ocean dan Tantri saling menyapa. Dan seperri biasa, istri Ayahnya itu memang baik.

Selang beberapa saat, Farhan datang dan ikut duduk di samping Tantri.

Posisi Agam, Ocean, Tantri dan juga Farhan ini saling berhadapan, hanya terhalang oleh meja.

Agam langsung menyambut tangan Farhan saat lelaki itu tersenyum pada Agam.

“Om, kenalin, saya Agam …,” ucao Agam tersenyum sopan.

Farhan hanya mengangguk tersenyum sambil menepuk pundak Agam, lantas mereka berdua kembali duduk.

Sedikit perbincangan yang mereka lakukan. Dari mulai Agam yang mengenalkan diri sampai beberapa obrolan tak penting yang keluar begitu saja dari mulut mereka. Hingga akhirnya Agam memberanikan diri untuk mengatakan apa yang sebenarnya akan ia sampaikan pada lelaki paruh baya itu.

“Om, sebelumnya kedatangan saya kesini itu karena ada sesuatu hal yang harus segera saya sampaikan pada Om,” ucap Agam.

“Ya silahkan, bicarakan saja,” jawab Farhan tersenyum.

Sebelum berbicara. Agam menoleh pada Ocean, dan kemudian ia meraih tangan perempuan itu.

Ocean hanya menatap Agam takut sambil sesekali menoleh pada Ayahnya.

Agam menarik napasnya dalam.

“Om, sebelumnya saya minta maaf sama Om. Saya izin menyampaikan satu hal yang kemungkinan bisa bikin Om marah dan berakhir benci sama saya.”

Farhan mengangkat sebelah alisnya. Ia kemudian memperhatikan Ocean yang sejak tadi menunduk.

“Ada masalah apa, Nak?” Tanya Farhan lembut.

Agam tiba-tiba saja beranjak dan kemudian ia menghampiri Farhan dan bersimpuh di hadapannya seolah ia meminta ampun.

“Maaf Om, maaf saya salah. Saya udah ngehancurin masa depan anak Om. Maafin saya,” ucap Agam membuat Farhan kebingungan. Lantas lelaki itu pun segera membuat Agam kembali berdiri supaya ia tidak bersimpuh.

“Bicarakan pelan-pelan, saya gak ngerti.”

Ocean tiba-tiba saja ikut duduk di samping Agam sambil memegang kedua kaki Sang Ayah.

“Ayah maafin Ocean …,” lirihnya.

“Ocean …”

“Ocean hamil …”

“Hamil sebelum nikah.”

DEG

Bak dihantam bebatuan yang tajam, jantung Farhan rasanya sakit sekali. Seolah ada ribuan ton batu yang menghantam jantungnya.

Tatapan Farhan kosong, ia menatap dua anak di hadapannya ini yang tengah bersimpuh memohon ampun.

“Maaf, Ayah …,” guman Ocean berkali-kali sampai menangis.

Tantri yang ada di samping Farhan pun sama terkejutnya.

“Om, ini bukan salah Ocean. Ini salah saya.”

“Saya siap jika sekarang Om mukul dan caci maki saya. Tapi jangan pukul Ocean, Om. Dia gak sal—“

“Kapan?” Farhan memotong.

“Kapan kalian ngelakuin itu?” Tanya Farhan lagi.

“S-sekitar tiga minggu lalu Ayah …,” jawab Ocean pelan.

Farhan menyandarkan tubuhnya kemudian ia memijat keningnya.

Dua pasangan itu hanya menunduk di bawah kaki Farhan.

Ocean menahan tangisnya mati-matian. Dan Agam sudah siap jika setelah ini ia akan dipukul habis-habisan oleh Farhan sebab ia sudah merusak putri kesayangannya.

“Maaf Om karena sudah merusak Ocean.”

“Tapi saja janji, saya bakalan tanggung jawab, Om. Dan kedatangan saya kesini juga karena saya ingin meminta izin Om untuk merestui saya dan Ocean.”

“Maaf, maaf karena cara yang saya lakukan ini salah. Dan benar-benar kurang ajar.”

“Saya minta maaf sudah merusak Ocean dan masa depannya.”

“Tapi Om, saya gak akan ninggalin Ocean gitu aja. Saya sayang sama putri Om.”

Agam berbicara menjelaskan dan meminta maaf berkali-kali pada Farhan.

Ocena terisak.

Farhan hanya diam memperhatikan kedua anak itu.

Tiba-tiba saja ia berdiri dari duduknya sambil menarik Ocean dan Agam supaya ikut berdiri.

Ocean hanya menunduk tidak berani menatap Sang Ayah.

“Ayah minta maaf …,” lirih Farhan membuat Agam dan Ocean saling menatap sebab lelaki paruh baya itu tiba-tiba saja mengucap kata maaf.

Farhan menatap Ocean, kemudian ia memeluknya. “Maaf, maaf karena Ayah gak bisa jaga kamu,” lirihnya dalam pelukan itu sambil menangis.

Ocean hanya diam melihat respon Farhan.

“Ayah …”

“Ayah gagal, Ayah gak bisa jaga kamu. Maafin Ayah, nak,” ucap Farhan lagi.

Sungguh, hati Farhan hancur sangat hancur.

Ia marah, ia kecewa, pada Agam, Ocean, dan juga dirinya sendiri.

Tapi, alih-alih memukul dan mencaci maki. Yang Farhan lakukan hanya memeluk tubuh putrinya sendiri sambil meminta maaf.

Iya, Farhan meminta maaf sebab ia merasa gagal. Sebab selama ini ia tidak menjaga Ocean dan malah membiarkannya sendirian.

Farhan gagal menjaga putrinya, putri kesayangannya.

Farhan melepas pelukan itu, kemudian ia menatap Agam.

Agam hanya menunduk.

Alih-alih memukul, Farhan menepuk pundak Agam.

“Tanggung jawab sama apa yang kamu lakukan. Jangan tinggalin putri saya.”

“Perbaikin semua kesalahan yang sudah kalian lakukan. Hadapin.”

Farhan menghela napasnya.

“Saya marah sama kamu, Agam. Tapi saya salut karena kamu mau datang kesini dan bertanggung jawab sama kesalahan kamu.”

Lagi, Farhan menghela napasnya berat.

“Jangan tinggalin Ocean, ya?”

Farhan menatap Ocean. “Maaf Ayah gagal …,” lirihnya sambil menangis.