I’m Here
Agam benar-benar menepati ucapannya ketika ia bilang akan pergi menemui Ocean.
Terdengar suara ketukan bel masuk beberapa kali. Dan tak lama pintu itu terbuka menampilkan Ocean yang berdiri memakai kaos berwarna putih dengan rambutnya yang sedikit acak. Bahkan kantung mata perempuan itu terlihat besar dan menghitam.
Ocean tersenyum tipis kala matanya bertatapan dengan Agam yang tengah menatapnya lurus.
Agam menghela napasnya. “Ka—“ belum sempat Agam berbicara. Perempun itu sudah lebih dulu menghamburkan tubuhnya ke dalam pelukan Agam.
Agam terdiam sejenak merasakan pelukan erat dari Ocean.
“Capek …,” lirih Ocean dalam pelukan itu.
Sesak, Agam bisa merasakan sesak hanya dengan mendengar suara lirih perempuan kesayangannya itu.
Perlahan jemari Agam bergerak untuk mengusap pundak Ocean dan balik memeluknya erat.
Terdengar suara isakan dari Ocean yang tengah menyembunyikan wajahnya di leher lelaki itu.
“I’m here Ocean, aku disini, kamu bisa nangis sepuasnya,” ucap Agam lembut.
Agam menghela napasya merasakan pelukan yang terasa hanga sekaligus rapuh itu.
Sudah lama, sudah lama sejak terakhir kali ia mencium aroma tubuh Ocean.
Agam merindukannya.
Hati Agam sakit ketika mendengar suara isakan Ocean yang terdengar lirih dan menyakitkan.
Agam tidak mengatakan apapun, ia hanya memeluk Ocean erat, sangat erat. Berusaha mengatakan jika dalam pelukannya Ocean akan selalu aman.
Isakan itu semakin keras, membuat Agam refleks mengeratkan pelukannya. Ia lalu melayangkan kecupan pada puncak kepala Ocean berkali-kali.
Agam benci melihat Ocean menangis.
Ocean terisak, namun perlahan pelukannya melonggar dan tak lama Ocean melepas pelukan itu.
Ocean menunduk, ia kemudian mengusap air matanya.
“Maaf …,” lirihnya.
“Maaf lancang, tiba-tiba meluk kamu,” ucap Ocean masih menunduk.
Agam memperhatikan perempuan di hadapannya, pelahan ia pun mengusap pundak Ocean dan menangkup wajahnya, berusaha menghapus air mata yang keluar.
Ocean terus saja berusaha mengalihkan pandaangannya agar tidak menatap mata Aggam.
Agam menghela napasnya. “Jangan nangis,” gumamnya.
“Jangan nangis Ocean.”
Alih-alih mereda, Ocean malah kembali menangis. Membuat Agam tersenyum dan terlekeh pelan.
Lelaki itu lantas menarik Ocean ke dalam pelukannya.
“Dunia lagi jahat ya, Ce, sama kamu?”
Ocean hanya mengangguk pelan.
“Maaf ya, maaf kamu harus ngalamin itu.”
“Harus laluin banyak hal yang melelahkan.”
Ocean tidak menjawab, ia terdiam merasakan pelukan Agam yang terasa hangat dan menangkan.
Pelukan ini, pelukan yang sampaii kapanpun akan menjadi tempat sembunyi paling aman dari riuhnya dunia.
“Sulit ternyata, Gam,” ucap Ocean yang kembali melepas pelukannya dan menunduk.
“Ternyata aku kesulitan tanpa kamu.”
Ocean terkekeh pelan. “Lemah banget, ya?”
Agam terdiam.
“Maaf, harusnya aku gak kayak gini …,” ucap Ocean lagi.
Perempuan itu menarik napasnya dalam berusaha menahan sesak dan air mata agar tidak keluar.
Ocean perlahan mengangkat wajahnya dan menatap wajah Agam.
Dan sialnya, Agam sedang menatap Ocean dalam, membuat hati perempuan itu terasa ngilu.
“Oce,” Agam memanggilnya.
“I’m not going anywhere, right?”
“Aku gak pernah kemana-mana.”
Agam menghela napasnya, jemarinya perlahan bergerak membenarkan helaian rambut yang menutupi wajah Ocean.
Ocean tersenyum tipis, ia kembali menatap Agam.
“Gam …,”
“Hmm?” Jawab Agam masih setia mengusap rambut perempuan itu.
“Kenapa kita harus selesai, Gam?” Tanya Ocean dengan wajahnya yang tersenyum.
Agam terdiam. Ocean lantas terkekeh.
“Gara-gara aku, ya?”
“Aku terlalu banyak takut,” sambungnya.
“Aku pura-pura mampu lepasin kamu, padahal aku gak pernah bisa, Gam.”
Ocean menunduk, ia kembali terisak.
“Aku …”
“Aku masih perlu kamu buat nata semuanya, aku masih perlu kamu buat bikin semuanya jadi lebih baik, Gam. Tapi aku malah bersikap seolah aku mampu tanpa kamu.”
“Padahal …”
“Padahal kenyataannya enggak,” ucap Ocean menunduk.
“Maaf …”
“Maaf Gam, karena latar belakangku gak se-sempurna kamu,” ucap Ocean yang kini menatap Agam tersenyum dengan matanya yang berkaca-kaca.
Agam menggeleng pelan, ia kembali mengusap Ocean dan menghapus air matanya yang jatuh.
“Oce.”
“Aku gak peduli, aku gak pernah peduli sama latar belakang kamu.”
“Aku sayang kamu, karena itu kamu, Ce.”
Agam menarik napasnya dalam.
“Ce, I still love you.”
“Aku sakit Ce, aku benci liat kamu kesusahan sendirian.”
“Aku mau kamu bagi semuanya sama aku, Ce.”
“Aku masih mau terlibat dalam semua hal yang bakal kamu laluin. Aku masih mau terlibat Ocean.”
Ocean menunduk menahan tangisnya.
Sama, Ocean pun masih ingin melibatkan Agam untuk semua hal.
Tapi, apakah ia bisa? Apakah ia berani menghadapi ketakutannya?”
“Ocean …”
“Liat aku,” pinta Agam, membuat Ocean perlahan mengangkat wajahnya dan menatapnya.
“Aku masih perlu kamu.”
“Oce,” lagi, Agam kembali memanggilnya.
“Kita, bisa laluin semuanya bareng-bareng. Trust me.”
“Lebih sakit laluin semuanya sendirian, Ocean.”
Agam menghela napasnya, ia benar-benar masih sangat mencintai Ocean.
“Kita …”
“Kita laluin semuanya bareng-bareng, ya, Ce?”
“Jangan pergi sendirian, jangan bikin aku beridri di belakang kamu.”
“Aku mau berdiri di samping kamu, Ce, bukan di belakang.”
Ocean masih menunduk.
”Ocean, kita mulai lagi ya, Ce?”
Ocean perlahan mengangkat wajahnya, dan kembali menatap Agam.
Tatapan Agam terlihat sangat tulus. Bahkan lelaki itu menggenggam erat tangan Ocean.
Ocean tiba-tiba saja menangis, ia kemudian kembali menghamburkan tubuhnya memeluk Agam.
“Agam …”
“I’m sorry, sorry for being selfish.”
“Aku terlalu merasa kalau aku yang kesulitan, padahal kamu juga sama.”
“Maaf …,” gumam Ocean memeluk Agam erat.
“Ocean, I love you, I really do.”
“Jangan kemana-mana lagi, Oce,” guman Agam yang kemudian melayangkan kecupan pada puncak kepala Ocean berkali-kali.
Dan untuk kesekian kalinya, Ocean kalah. Ia kalah, sebab kenyataannya, Agam masih jadi nomor satu sebagai seseorang yang mampu memberinya hangat.
Agam itu rumah bagi Ocean. Begitu pun sebaliknya.
Ocean masih sangat menyayangi Agam. Begitu pun sebaliknya.
Dan satu hal yang Ocean takutkan.
Ia hanya takut, jika suatu saat nanti keadaan yang lagi-lagi merenggut Agam.