Buah Hati.

Hari ini merupakan hari dimana Ocean melakukan Antenatal Care atau pemeriksaan kehamilan untuk pertama kalinya.

Sejujurnya Ocean sangat takut. Namun Agam berkali-kali menjelaskan pada Ocean jika ini penting untuk kesehatan dirinya dan juga bayi yang sekarang ada di perut Ocean.

Beberapa hari lalu, Agam bahkan sempat marah sebab Ocean menolak melakukan pemeriksaan dengan alasan takut. Tapi, berkat penjelasan Agam Ocean akhirnya luluh dan mau untuk melakukan pemeriksaan ini.

Ocean dan Agam tengah duduk di kursi tunggu—menunggu giliran.

Netra Ocean bergerak memperhatikan sekitarnya. Ia bahkan bersembunyi di balik pundak tegap Agam ketika ia melihat beberapa teman coass Agam yang berjalan di sekitar.

Sebenarnya sekarang, orang-orang di sekitar Agam tahu jika Agam dan Ocean sudah melakukan pernikahan. Bahkan beberapa hari yang lalu Agam mendapat ucapan selamat dari konsulennya.

Agam pikir, orang-orang akan menyudutiannya sebab ia memilih menikah lebih cepat dari rencananya. Namun ternyata ia malah mendapat banyak ucapan selamat dari teman-temannya. Dan beberapa mengirim hadiah pada Agam.

“Kamu nggak malu, ya?” Tanya Ocean pada Agam membuat Agam menoleh ke samping menatap Ocean yang tengah bersembunyi di pundaknya.

“Malu apa?”

“Itu tadi temen-temen kamu,” jawab Ocean.

Agam hanya tersenyum dan menggeleng. “Ngapain harus malu?”

Agam kemudian meraih jemari Ocean dan menggenggamnya. “Aku gak pernah malu punya kamu,” ucap Agam membuat Ocean menghangat.

Netra Ocean kembali bergerak memperhatikan sekitar, sampai tiba-tiba saja namanya dipanggil membuat mereka berdua segera beranjak dan masuk ke dalam ruang pemeriksaan.

Agam tersenyum ketika melihat Dokter Arin, yang kebetulan merupakan dokter kandungan yang mengajar di kampus Agam.

Beliau pun sangat mengenal Agam sebab selama masa Pre-klinik dan klinik, Agam dikenal pintar dan cekatan. Sehingga wajar saja jika beliau sangat ramah pada Agam.

“Ini ya istri kamu yang kemarin kamu ceritain ke saya?” Tanya Dokter Arin membuat Agam mengangguk dan tersenyum.

“Hehe iya, Dok.”

“Hmm ok, kita langsunh saja ya.”

Dokter Arin mengalihkan pandangannya pada Ocean dan tersenyum.

Dokter Arin menanyakan beberapa pertanyaan pada Ocean mengenai identitasnya dari mulai nama sampai pendidikan terakhirnya.

Selain itu, Dokter Arin juga menanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan kondisi Ocean dan kandungannya selama ia mengandung. Ini dilakukan untuk memonitor kesehatan ibu dan janin dalam kandungan. Apakah ada hal yang membahayakn atau tidak. Baik itu untuk Ibu dan juga janinnya.

“Selama hamil apa kamu ada keluhan mual, muntah, sakit kepala?”

Ocean menggeleng. “Gak ada Dok.”

“Ada keluhan cepat lelah, sesak napas, perdarahan, atau gelisah?”

Ocean kembali menggeleng. “Gak ada Dok. Dari mulai saya tahu kalau saya hamil, saya gak pernah ngerasain keluhan apa-apa.”

“Tapi kadang saya cuma suka tiba-tiba ngerasa sedih. Tapi gak lama kok. Dan buat keluhan seperti yang dokter tanyakan sebelumnya gak ada Dok.”

Dokter Arin mengangguk paham. Kemudian setelah itu Dokter Arin kembali bertanya pada Ocean mengenai usia awal ketika menarche atau menstruasi. Apakah siklus menstruasi Ocean teratur atau tidak. Menanyakan perihal kapan terakhir kali ia menstruasi yang nantinya berguna untuk mengetahui usia kehamilan dan taksiran persalinan.

Banyak sekali hal yang ditanyakan dalam pemeriksaan kehamilan ini. Dari mulai keluhan, riwayat menstruasi, riwayat kehamilan sekarang, riwayat kehamilan sebelumnya, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, serta riwayat pribadi dan sosialnya.

Semua itu bertujuan untuk menilai apakah pada Ibu dan Janin ada kemungkinan mengalami hal-hal membahayakan atau tidak.

Ocean menggenggam tangan Agam dengan erat. Matanya tak lepas dari Agam. Jantungnya berdetak tak karuan, bahkan peluh pun meluncur di kening perempuan itu.

Agam menoleh pada Ocean lalu mengangguk, jemarinya bergerak mengusap kepala Ocean. “Gapapa sayang,” ucap Agam meyakinkan. Lalu tak lama Ocean berjalan ke kasur pemeriksaan dan membaringkan tubuhnya di sana.

Agam berdiri di sebelah kiri Ocean kemudian ia meraih jemari kecil Ocean dengan lembut dan mengusapnya perlahan.

Ocean mengeratkan genggamannya pada Agam ketika dokter itu mengoleskan gel pada perutnya yang bertujuan untuk melihat isi kandungannya.

Agam hanya tersenyum sambil mengusap tangan Ocean. “Gak bakal sakit sayang, cuma diliat aja bentar,” ucap Agam berusaha menenangkan.

Netra kedua orang itu bergerak ketika dokter menyuruh mereka untuk melihat layar monitor.

“Usia kandungan kamu sudah masuk usia tujuh minggu sebentar lagi delapan minggu,” ucap Dokter Arin.

“Lihat, masih kecil,” ucap Dokter Arin lagi membuat Agam dan Ocean fokus menatap layar monitor.

“Panjang janinnya ini sekitar dua ratus lima puluh mili meter. Usia segini biasanya jantung sudah bisa memompa darah. Terus lihat itu bagian yang saya tunjuk. Sudah keliatan kan raut wajahnya, walau gak terlalu jelas. Nah terus bagian ini, nantinya bakalan kebentuk telinga telinga, ini keliatan dikit banget. Masih sekecik biji kacang, haha,” Dokter Arin tertawa membuat Agam dan Ocean ikut tertawa.

“Ini juga bagian wajahnya matanya sudah mulai keliatan. Ini bagian alis,” ucap Dokter Arin lagi.

“Mau dengar detak jantungnya?” Tanya Dokter Arin membuat Agam mengangguk.

Benar saja, Dokter Arin memperdengarkan detak jantung bayi itu.

“Terdengar?” Tanyanya menbuat kedua orang itu mengangguk.

“Agam …,” panggil Ocean membuat Agam menoleh.

Agam menatap Ocean panik ketika tiba-tiba saja Ocean menangis saat mendengar detak jantung bayi yang ada di dalam kandungannya. “Ini … ini anak kita, ya?” tanya Ocean dengan matanya yang berkaca-kaca.

Agam mengangguk. “Iya,” ucapnya yang kemudian kembali mengenggam erat tangan Ocean.

Baik Agam dan Ocean, hati mereka menghangat. Rasanya campur aduk. Takut dan haru bercampur jadi satu.

Bahkan tanpa sadar, Agam mengeluarkan air matanya tiap kali ia mendengar detak jantung bayi itu.

Mata Agam tak lepas dari layar monitor. Kemudian ia meraih ponsel miliknya dan mengambil beberapa potret bayinya dari layar monitor itu.

Buah hatinya, darah dagingnya. Ia hidup, detak jantungnya bahkan terdengar sangat menenangkan.

Fokus Agam berubah, ia kini menatap Ocean dan tersenyum. Kemudian ia mengecup tangan Ocean lembut.

Lantas di dalam hati, Agam berjanji. Bahwa ia akan jadi laki-laki yang menjaga perempuannya ini dengan baik. Agam berjanji pada dirinya sendiri, jika selamanya ia akan jadi sosok yang akan selalu Ocean perlukan sepanjang waktu.

Agam berjanji pada dirinya sendiri, jika selamanya ia akan jadi sosok Ayah yang baik untuk anak-anaknya kelak.

“Sehat-sehat ya kamu, jangan kecapean,” ucap Agam yang dibalas anggukan oleh Ocean.