Kak Bumi
Sepertinya langit siang ini tampak begitu mendung, seolah ia tahu, jika disini, ada seseorang yang tengah menangis, menangisi betapa kejamnya takdir semesta.
Siang itu, di pemakaman Bumi, ada seseorang yang tengah menangis sambil memeluk batu bertuliskan “Bumi Putra Langit”.
Lelaki itu menangis, rasanya sesak sekali ketika ia mengetahui jika ternyata seseorang yang ia pikir hidup dengan menyenangkan, ternyata ia menyimpan begitu banyak luka sendirian.
“Kak...” lirih Biru pada setumpuk tanah di hadapannya.
“Kak Bumi...” lirih Biru.
“Kenapa? Kenapa lo kuat banget?”
“Kak, gue bahkan belum pernah ketemu sama lo, kenapa lo udah pergi”
“Kak Bumi... sakit banget rasanya” ucap Biru terisak pelan.
Gemuruh terdengar begitu keras, angin bertiup kencang, membuat suasana siang itu terasa begitu menyedihkan.
“Maaf, maafin gue kak” lirih Biru lagi.
“Maaf karena gue baru dateng sekarang. Harusnya dari dulu gue berusaha nyari lo, seandainya aja gue tau kalo ternyata lo serapuh itu, seandainya gue tau kalo ternyata gue juga bagian dari keluarga ini.”
“Kak... gue minta maaf”
Biru merasakan sesak di dadanya, lalu setelah itu hujan turun cukup deras, bersamaan dengan rintik hujan itu, Biru menangis sejadi-jadinya. Seolah semua rasa sakit yang pernah Bumi rasakan berpindah pada dirinya, seolah semua luka yang Bumi dapatkan juga didapatkan oleh Biru.
Batinnya tertekan, sakit sekali, sesak sekali.
Tanpa Biru sadari, di sampingnya ada seseorang yang sedang menatap pilu pada Biru.
”Biru, jangan nangis, kakak disini” ucapnya sambil berusaha mengusap pucuk kepala Biru namun sia-sia. Karena kenyataannya, ia sudah tidak ada, ia hanya bisa menatap Biru tanpa bisa memeluknya.
“Kak Bumi, gue kangen sama lo, gue pengen ketemu lo, disini di kehidupan nyata, bukan di dalam mimpi. Kak, gue mau ketemu lo...” Biru terisak sambil memeluk batu nisan itu.
Lagi-lagi tanpa Biru sadari, ada seseorang yang kini sedang berusaha keras agar bisa merengkuh tubuhnya, berusaha keras agar ia bisa mengusap air mata adiknya itu.
”maaf, maafin kakak ya Biru...”
Lalu setelah itu gemuruh terdengar, angin bertiup kencang lagi, dan hujan turun semakin deras.
Siang itu, di pemakaman, ada dua orang rapuh yang sedang memeluk dan berusaha menguatkan. Iya, Biru yang menangis dengan memeluk batu nisan, dan sosok Bumi yang sesang berusaha keras memeluk tanpa bisa menyentuh.
Mereka adalah dua orang yang di pertemukab ketika salah satunya sudah di ambil semesta.