Dugaan

“Biru kayaknya gue tau sesuatu deh...”

Biru terbangun, lalu menatap Janu.

“Maksud lo?”

Janu menghela napasnya “Enggak deh, mungkin ini cuma pikiran gue aja”

“Apa? Bilang atau gue tonjok”

Janu terdiam, lalu tak lama ia tertawa. Entah kenapa perkataan Biru mengingatkannya pada Bumi.

“Lah malah ketawa” ucap Biru.

“Lo mirip banget sa—“

“Bumi” potong Biru dengan wajahnya yang datar.

Janu terkekeh “iya”

Biru menghela napasnya “gue gak paham, emang gue semirip itu apa?”

“Sama, semuanya sama. Yang beda cuma nasib sama sifatnya...”

Biru mengangkat sebelah alisnya “nasib?”

Janu mengangguk pelan, lalu lelaki itu menghela napasnya.

“Iya, takdir lo sama Bumi beda”

“Kenapa?”

Janu tersenyum, ia lalu beranjak dan mengambil sebuah album foto berisi foto-foto dirinya bersama teman-temannya termasuk Bumi.

“Ini, lo liat? Dia Bumi” ucap Janu sambil menunjukkan sebuah foto dimana disana terdapat Bumi yang sedang tertawa.

Biru terdiam memperhatikan foto itu.

“Dia itu anaknya baik banget, gue aja awalnya gak nyangka kalo dia se baik itu. Lo tau? Bahkan saat dunia ngejauhin dia, dia gak pernah ngeluh...” ucap Janu sambil berusaha menahan sesak yang tiba-tiba menyeruak ke seluruh ruang dadanya.

Biru terdiam, ia lalu membolak-balikan album foto itu, ia menelisin dengan cermat foto-foto itu.

Entah kenapa, ada perasaan aneh yang tiba-tiba saja terasa menganggu hatinya. Seperti ada sebuah tarikan batin?

“Janu...”

“Kenapa Bumi bisa meninggal?”

Janu terdiam. Lidahnya tiba-tiba saja terasa kelu, membuat dirinya kesulitan untuk berbicara sepatah katapun.

“Jawab gue”

“Kenapa dia sangat di bicarakan? Bahkan kemarin pas gue sama Senja kesana, Senja gak pernah berhati ngomong, dia senyum, dia nangis...”

Janu tersenyum kecut “Cinta pertama...”

“Bumi, dia cinta pertama Senjani.”

Biru terdiam, kenapa dadanya terasa sesak?

“Lo inget? Awal pertama Senja selalu diem-diem ngikutin lo? Karena dia mikir kalo lo itu sama banget kayak Bumi.”

“Lo tau gak Bir? Betapa terpuruknya perempuan itu pas Bumi milih buat pergi. Hancur semuanya hancur Bir, bahkan gue sendiri hancur liat sahabat gue pergi.”

Lagi dan lagi, sesak menyeruak di dada lelaki bernama Biru itu. Jika sebelumnya sesak yang ia rasa akibat cemburu, tapi kini sesaknya seakan tarasa begitu menyakitkan. Entah kenapa, bahkan lelaki itu juga tidak mengetahui alasannya.

“Dia...”

“Dia datang ke mimpi gue”

“Waktu itu, dia datang beberapa kali, disana dia selalu bilang...”

Biru menjeda perkataannya sejenak.

“Dia bilang, tolong jaga Senja”

Janu membulatkan matanya, ia begitu terkejut mendengar penuturan lelaki di hadapannya.

Perkataan Biru barusan semakin memperkuat dugaannya.

“biru, kayaknya lo kembar deh sama Bumi...”