Kenapa
Biru sedang menyeruput segelas soda yang sebelumnya ia pesan, di hadapannya ada seseorang yang begitu asing bagi dirinya. Biru menghela napasnya lalu menatap lelaki di hadapannya.
“Kenapa diem aja?” Tanya Biru.
Lelaki di hadapannya itu menapat Biru lalu tersenyum.
“Gapapa, kakak cuma ngerasa, aneh? Iya kayak gitu” ia terkekeh.
Azri, lelaki yang berada di hadapan Biru itu tidak berhenti menatap Biru. Matanya berbinar seperti sedang melihat seorang bayi yang baru saja lahir.
“Biru”
“Hmm?”
“Ini kakak, ini kakak kamu, kakak yang harusnya dari dulu ada disamping kamu...” ucap Azri.
Biru terdiam, terasa ada sengatan listrik di ulu hatinya, entah apa penyababnya.
Tatapan Azri tiba-tiba saja berubah menjadi sendu, sosok Biru di hadapannya benar-benar mirip dengan Bumi.
“Biru”
“Apa?”
“Mau tau tentang Bumi?”
Biru menatap Azri lalu mengangguk.
“Oke, tap—“
“Jangan jauhin lo, kan?”
Azri tersenyum, lalu mengangguk “iya”
“Oke”
Azri menghela napasnya, ia lalu menatap Biru.
Memori tentang Bumi, tentang apa yang pernah terjadi waktu itu benar-benar kembali memenuhi kepala Azri. Rasanya sesak, sampai-sampai membuat Azri sedikit tremor.
“Namanya Bumi Putra Langit, anak kedua dari keluarga kami...” Azri menghela napasnya, berusaha menahan segala sesak yang memenuhi ruang dadanya.
“Bumi anak baik, baik banget, dia gak pernah sekalipun ngelawan kata-kata mama sama papa. Bumi itu sebernya cerewet...” Azri terkekeh sejenak.
“Bumi suka nyanyi, tiap malem kakak suka gak sengaja denger Bumi nyanyi di dalam kamarnya, dia juga suka banget ngegambar, apalagi pesawat. Soalnya dulua Bumi bilang kalo gak jadi penyanyi dia mau jadi pilot”
Biru menatap Azri dengan tatapan penuh tanya, bahkan banyak sekali pertanyaan yang ingin ia ajukan pada kakaknya itu.
“Terus?” Ucap Biru.
“Dia pinter, pinter banget, tapi...”
“Apa?”
Azri tersenyu “Bumi itu baik, baik banget Biru. Dia bahkan gak pernah marah, sekalipun dunia lagi jahat sama dia”
Azri tersenyum pilu, mengingat bagaimana tabahnya Bumi dahulu, ketika semua orang, ketika semesta bahkan tidak berpihak pada dirinya.
“Maksudnya?”
“Biru...”
“Kamu mirip banget sama Bumi, mirip banget”
“Biru, seandainya kamu tau kalau dulu, hidup Bumi itu terlalu menyakitkan...” ucap Azri lirih.
Biru mengerutkan dahinya “Maksudnya?”
Azri menghela napasnya, ah rasanya sesak sekali, apa ia harus memberi tahu Biru tentang semuanya?
“Jawab, maksudnya apa?”
“Bumi, dia...”
“Apa?”
Azri menundukkan kepalanya berusaha menahan tangis “Bumi...”
Jantung Biru berdegup cepat, entah karena apa, ia benar-benar takut akan apa yang di ucapkan oleh Azri.
“Bumi...”
“Seorang anak luar biasa yang gak pernah di anggap kehadirannya”
Biru membulatkan matanya “Maksdunya??!” Ucapan Biru sedikit meninggi.
Azri tersenyum kecut “Iya, Bumi gak pernah di anggap di keluarga ini, sama papa, mama, bahkan sama kakak.”
“Becanda, kan?” Ucap Biru.
Azri menggeleng “Enggak...”
“Jahat, kan? Iya emang jahat, bahkan bodohnya, dulu, kakak benci banget sama Bumi” air mata Azri mengalir behitu saja, Azri tersenyum pilu mengingat betapa jahat ya ia dahulu.
Biru terdiam, ia benar-benar kaget. Bahkan Bumi, kembarannya yang ia pokir hidup dengan enak, ternyata di perlakukan seperti ini?”
“Harusnya, harusnya kakak gak pernah ngarasa iri sama Bumi, harusnya dulu kakak yang ada di samping Bumi..”
Azri terisak pelan “dan harusnya kakak aja yang mati...”
“Kak?”
Isakan Azri tiba-tiba saja terdengar begitu keras, rasanya sakit sekali.
“Bumi, dia nyembunyiin penyakit kankernya selama hampir 4 tahun”
“Hah?”
“Iya Biru, bahkan di saat Bumi sakit, kakak, papa, bahkan mama gak pernah peduli sama Bumi. Jahat, semuanya jahat”
“Brengsek!”
Biru beranjak dari duduknya, lalu tiba-tiba saja melayangkan satu pukulan pada pipi Azri, ia menarik kerah baju Azri.
Tatapannya pada penuh dengan amarah, napasnya tersenggal-senggal. “Brengsek anjing, lo brengsek!!” Azri memukul Azri beberapa kali, membuat sudut bibir Azri berdarah.
Azri diam tanpa merespon tanpa melawan, ia tahu jika ini pantas ia dapatkan.
Biru menangis, entah kenapa rasanya sesak sekali.
“Maaf...” ucap Azri lirih.
“Lo, ahhh brengsek banget anjing, gue pikir hidup kembaran gue lebih baik tapi nyatanya lebih buruk dari gue? Wah gila!” Satu pukulan kembali mendarat di wajah Azri.
“LO TAU GAK?! GUE BAHKAN GAK PERNAH KETEMU KAK BUMI, ANJING LO BRENGSEK!”
“Maaf”
“KENAPA?”
Azri terdiam
“KENAPA LO SEMUA JAHAT?! JAWAB GUE? KENAPA GUE HARUS JADI ADEK DARI KAKAK BRENGSEK KAYAK LO?”
“KENAPA? KENAPA LO, PAPA, SAMA MAMA JAHAT?!”
“JAWAB ANJING!”
“KENAPA GUE SAMA BUMI HARUS LAHIR DI KELUARGA SIALAN INI?”
“AHH BANGSAT!” Biru melayangkan kembali beberapa pukulan di wajah Azri.
Biru terisak, lalu beranjak pergi meninggalkan Azri dengan luka lebam di wajahnya.
“Biru sorry...” ucap Azri