Lagi-lagi semesta suka sekali bercanda. Setelah berdarah-darah, setelah banyak sekali perjuangan yang dilalui. Dengan mudahnya semesta mempertemukan mereka kembali di tempat yang tidak pernah mereka sangka.
Haikal dan Ralita, mereka berdua sekarang tengah terduduk di bangku takan panti asuhan.
Saling tatap dan memaku.
“Apa kabar?” Ucap Haikal dengan nada suaranya yang pelan.
Ralita menunduk, “aku baik, kal ....” lirihnya.
Dengan hati-hati Haikal mulai menatap wajah Ralita.
Entah kenapa, bahkan setelah bertahun-tahun ia masih terlihat cantik di mata Haikal.
Cantik Ta, selalu cantik
Haikal menatap Ralita yang sedang menunduk. Ada beberapa yang berubah terutama rambutnya.
Ralita yang ia tahu, selalu memiliki rambut panjang kecoklatan. Namun sekarang Ralita hanya perempuaj berambut pendek.
Ralita mengangkat kepalanya, dan menatap Haikal.
Demi apapun, bahkan setelah bertahun-tahun pun tembok yang susah payah Ralita bangun hancur begitu saja setelah melihat netra lelaki dihadapannyaini.
Ia masih sangat indah.
Mereka berdua saling menatap, lalu tiba-tiba saja jemari Ralita bergerak begitu saja untuk mengusap wajah Haikal.
Haikal memejamkan matanya merasakan usapan yang sudah lama hilang dari hidupnya.
“Anak baik ....” lirih Ralita.
Haikal membuka matanya dan menatap Ralita.
“Ta ...”
Ralita tiba-tiba saja terisak sedetik kemudian ia terkekeh.
“Semesta emang aneh, ya, Kal?” Ucapnya terkekeh.
Begitu juga Haikal.
“Kamu baik, Ta?”
“Arkanata disini juga? Anak kamu gimana kabarnya?” Tanya Haikal. Namun Ralita terdiam, dan kemudian ia menggeleng pelan.
Perempuan itu menghela napasnya.
“Haikal ...”
“Aku enggak pernah baik-baik aja. Arkanata sudah menikah lagi, dan anak aku ....”
Ralita menatap langit, “dia udah di atas sana bahkan sebelum aku sempet liat dia lahir ke dunia,” ucap Ralita dengan tatapan penuh luka.
Demi apapun, jika ada nominasi orang paling gila, mungkin Haikal pemenangnya. Sebab, saat ini ia tengah memeluk erat tubuh Ralita.
Setelah ia berpikir, jika perempuan ini bahagia, namun nyatanya ia penuh luka.
Perempuannya ini penuh luka, begitu pula dirinya.
Ralita terdiam dalam pelukan itu, mendengarkan setiap detak jantung lelaki ini.
“I’m sorry, Ta. aku gatau ...“ lirihnya.
Ralita terkekeh, lalu ia melepaskan pelukan Haikal.
“Eh maaf maaf, Ta ...” lirih Haikal.
Ralita hanya tersenyum, dan lagi, ia menatap Haikal dengan tatapannya yang selalu terasa teduh.
“Kamu baik, kan? Caca sehat, kan?” Tanya Ralita.
Haikal terdiam, “kamu tau, Caca?”
Rakita tersenyum, “aku pernah lihat postingan kamu di twitter, dia cantik ya mirip kamu ...” ucap Ralita.
Haikal menghela napasnya.
“Ta ...”
“Kita berdua ini gak pernah baik-baik aja ya kayaknya?”
Ralita hanya tersenyum, lalu ia kembali mengusap wajah Haikal yanh sedikit kurus itu.
“Kamu kurusan, Kal,” ucap Ralita.
“Kamu juga, Ta.”
Haikal menatap netra Ralita. Terlihat banyak sekali kerinduan di dalamnya.
Haikal tidak mengerti, kenapa semesta suka sekali mempertemukan mereka dalam keadaan tidak terduga?
“Ta,”
“Iya?”
“Raka berarti bukan anak kamu?”
Ralita menggeleng, “bukan kok, hehe. Dia anak panti disini,” ucap Ralita.
Mereka berdua lalu saling terdiam.
Ah sial.
Rasanya Haikal ingin sekali menceritakan semua hal pada Ralita, begitu juga sebaliknya.
“Ta ...”
“Kal ...”
Ucap mereka berbarengan, lalu mereka terkekeh.
“Kamu duluan,” ucap Ralita.
Haikal menghela napasnya.
“Do you miss me, Ta?” Tanya Haikal membuat Ralita terdiam.
Karena nyatanya Haikal sangat merindukan Ralita, sangat.
Ralita menghela napasnya berusaha menahan sesak yang tiba-tiba saja menyeruak.
Gila, Gila. Haikal Gila.
“Haikal ...”
“Ta ...”
“can i hug you?” pinta Haikal.
Ralita terdiam.
“sure,” perempuan itu tersenyum.
Haikal lalu menarik Ralita ke dalam pelukannya.
“Anak baik ....” ucap Ralita menepuk pundak lelaki itu.
Demi apapun, pelukan ini selalu mampu memberi hangat bagi Haikal.
Haikal melepas pelukan itu, lalu terkekeh.
“Masih sama, Ta,” ucapnya.
“Apa?”
“Masih sama kayak dulu, hangat banget ....” lirihnya.
Ralita hanya tersenyum, lalu ia menghela napasnya. Memori tentang ia dan Haikal tiba-tiba saja terlintas.
Anak baiknya kini berada di hadapannya, dengan keadaan yang baik.
“Hidup aneh Kal. Aku yang ngira gak bakal ketemu kamu lagi ternyata kita ketemu disini.” Ralita terkekeh.
“Aku yang ngira kalau kamu udah sepenuhnya bahagia, tapi ternyata kamu juga penuh luka,” ucap Ralita membuat Haikal terkekeh.
“Namanya hidup, Ta. Mungkin juga ini pelajaran buat aku atau kamu karena sempat menyia-nyiakan seseorang karena keegoisan diri kita, hati kita,” ucap Haikal yang dibalas anggukan oleh Ralita.
Kedua sama-sama menghela napas, berusaha menahan sesak yang terus-terusan memaksa untuk keluar.
Rumahnya yang dulu pernah sehangat mentari, kini ada dihadapannya, datang dengan tiba-tiba hanya untuk saling mengingat dan menatap.
Ralita beranjak dari duduknya.
Lalu tiba-tiba saja terdengar suara teriakan memanggil Haikal.
“Ayah!” Teriak anak perempuan itu berlari ke arah Haikal dan mememluknya.
“Aduh anak ayah,” ucap Haikal.
Ralita yang memang masih berdiri di hadapan Haikal menatap hal itu, kemudian ia tersenyum.
“Mana ne—“
“Ya ampun, Caca larinya cepet banget,” ucap seseorang yang kini ada di hadapan Haikal.
Haikal menatap orang itu, begitu juga Ralita.
Haikal beranjak lalu meraih lengan orang itu agar mendekat, “Ta ....”
Ralita menatap Haikal.
“Kenalin ...”
“Ini Sarah,” ucap Haikal.
Perempuan yang dipanggil Sarah itu lantas menatap Ralita dengan senyummya yang terlihat sangat cantik.
Raliat menatap Sarah, lalu tersenyum.
“Halo, kenalin aku Sarah,” ucap perempuan itu.
“Aku Ralita,” ucap Ralita.
Haikal menatap Ralita, lalu tersenyum.
“Dia, calon tunangan aku, Ta,” ucap Haikal, sedangkan Ralita hanya mengangguk.
“Ah, iya,” ucapnya.
“Ayah, ayo pulang!” Ucap Caca pada Haikal sambil menarik lengan sang ayah.
Sarah lalu menggendong Caca, “Ayo sama mama ....” ucap Sarah kemudian perempuan itu menatap Haikal.
“Aku tunggu di mobil,” ucapnya sambil memberikan isyarat pada Haikal.
Haikal mengangngguk.
Sepeninggalan mereka berdua, Haikal menghela napasnya.
“Ta ...”
“Hmm?” Ralita menatap Haikal.
“Aku duluan, ya?” Ucap Haikal lalu dibalas anggukan oleh Ralita.
Haikal menatap Ralita, lalu ia mendekat, dan kembali mendekap tubuh perempuan itu.
“Senang bisa ketemu lagi, dalam keadaan baik ....” ucap Haikal.
Ralita tersenyum, “senang bisa ketemu kamu lagi dalam keadaan baik,” ucapnya sambil mengusap wajah Haikal.
Haikal menarik napasnya dalam, sebelum akhirnya ia melangkah pergi dari hadapan Ralita.
Ralita menatap daksa Haikal yang mulai menjauh, lalu sedetik kemudian ia menarik napasnya dalam.
Dan lagi, semesta memang suka sebecanda ini.
Ia pikir, pertemuan ini adalah salah satu jalan semesta untuk menuntunnya kembali pulang pada rumah yang sejak lama ia tinggalkan. Tapi ternyata salah, rumah itu sudah terisi kembali oleh orang lain.
Ponsel Ralita tiba-tiba saja berbunyi, menandakan panggilan masuk.
“iya, aku jalan kesana, tunggu ya” ucap Ralita lalu ia menutup panggilan itu.
Dan tanpa berlama-lama Ralita melangkah pergi dari panti asuhan.