Seperti Dulu

Dengan tubuh lelahnya, Haikal melangkah masuk ke dalam bangunan milik perempuannya.

Memencet tombol beberapa kali hingga akhirnya pintu itu terbuka.

Ah, senyuman ini. Senyuman yang lagi-lagi bisa meruntuhkan bebannya.

Di hadapannya, ada Ralita tengah tersenyum hangat pada Haikal.

Kenapa?

Kenapa senyum perempuan ini selalu sama seperti dulu? Kenapa senyum perempuan ini selalu terlihat hangat seperti dulu?

Haikal benar-benar kembali jatuh pada perempuan ini.

“Ha—“ belum sempat Ralita mengatakan sapaan pada Haikal. Tubuh lelaki itu sudah lebih dulu mendekat mendekap tubuh Ralita.

Haikal menenggelamkan wajahnya pada leher Ralita, berusaha mencari kehangatan.

Ralita hanya terkekeh pelan.

“Capek ...” ucap Haikal.

Jemari Ralita bergerak menepuk-nepuk pundak lelaki itu, guna melepas dan menghapus segala bebannya hari ini.

Haikal mengeratkan pelukannya.

“Gini dulu ya Taa,” ucap Haikal.

Ralita hanya mengangguk kecil, lalu diam-diam tersenyum.

Tubuh ini, tubuh yang sejak dulu selalu rapuh. Tubuh yang sejak dulu selalu meminta peluk. Tubuh ini sekarang kembali, kembali meminta hangat padanya.

Ralita, benar-benar merindukannya.

“Gapapa, gapapa. Hari ini kamu hebat! Makasih ya ....” ucap Ralita.

Haikal semakin mengeratkan pelukannya, membuat Ralita terkekeh.

“Sesek ih,” ucap Ralita.

Haikal tersenyum dalam pelukan itu.

Demi Tuhan, pelukan ini selalu mampu memberi tenang, memberi hangat, dan membuat semua bebannya hilang begitu saja.

Haikal tidak mengerti, bahkan setelah beribu luka, ia masih saja menyukai hangat yang diberikan perempuan ini.

“Ta ....” ucap Haikal.

“Hmm?”

“Makasih ...” ucapnya lagi pelan.

“Makasih kenapa?”

“Makasih ya udah pulang, makasih karena udah ngasih peluk lagi kayak dulu, hangat banget, Ta rasanya ....”lirih Haikal dalam pelukan itu.

Haikal kemudian melepas pelukannya dan menatap wajah mungil perempuan ini.

Haikal tersenyum kecil.

“Cantik banget,” ucap Haikal.

Yang dipuji hanya terkekeh.

“Masih capek?” Tanya Ralita.

Haikal menggeleng, “udah enggak,” ucapnya tersenyum.

“Makasih ya Ta,” ucap Haikal yang kembali merengkuh tubuh perempuan itu.

Keduanya sama-sama memejamkan mata, menyalurkan kehangatan juga kerinduan yang sudah lama sekali mereka pendam.

“Makasih banyak, karena udah pulang. Makasih ta, lo selalu mampu ngasih gue kekuatan.”

Ralita tersenyum.

“Makasih juga ya Haikal,” ucapnya.

Sambil mendekap, Haikal kemudian menatap Ralita, dan tersenyum.

“Cantik banget cantik,” ucap Haikal yang kemudian melangkan sebuah kecupan pada kening perempuan itu.