Unfinished
Haikal tersenyum sesaat setelah mengambil beberapa foto pada kamera ponsel miliknya. Lelaki itu lalu melangkah mendekati dua orang perempuan yang sedang terduduk tak jauh dari tempat Haikal berdiri.
“Kayaknya seneng banget, ngobrol apa sih?” Tanya Haikal sambil meraih Caca kedalam pelukannya.
“Yayah, Caca abis main sama tante cantik,” ucap Caca dengan pelafalan yang terdengar sangat menggemaskan.
Haikal terkekeh, lalu kemudian ia menoleh pada perempuan di sampingnya. Sedangkan yang ditatap memeberikan senyum manisnya.
Lagi dan lagi, untuk kesekian kalinya. Senyum ini selalu menjadi kesukaan Haikal.
“Caca mirip kamu banget,” ucapnya terkekeh.
“Iyalah, kan gue ayahnya, Ta.” Ucap Haikal.
“Iya sih,” ucap Ralita.
Haikal menatap pemandangan di hadapannya, lalu kembali menoleh pada Caca serta Ralita.
Sial.
Ini adalah pemandangan paling indah yang pernah Haikal lihat.
Bersamaan dengan dua orang berarti dalam hidupnya.
Katakan saja Haikal brengsek dan tidak berpendirian. Sebab, lagi-lagi Haikal kembali jatuh pada orang ini. Meskipun beribu kali ia menyangkal.
“Ta ....” ucap Haikal pelan.
“Hmm?”
“Aneh gak sih kita bisa ketemu kayak gini lagi setelah beberapa tahun? Seolah gak terjadi apa-apa? Gue pikir, pertemuan kemarin di panti, itu yang terakhir,” ucap Haikal membuat Ralita menoleh.
Perempuan itu menatap Haikal, lalu ia tersenyum.
“Haikal, gak ada yang tau rencana semesta. Berapa kali aku bilang, kalo rencana semesta itu sulit ditebak. Kita manusia cuma bisa berencana,” ucapnya membuat Haikal mengangguk.
Haikal lalu kembali menatap Ralita yang tengah menikmati semilir angin sore itu.
“Ta,”
“Hmm?”
“Lo cantik, selalu cantik”
Ralita terkekeh, “kata-kata andalan kamu itu,” ucap Ralita membuat Haikal hanya tersenyum.
“Ya emang faktanya gitu. Padahal wajah lo udah mulai keriput.”
“IH!” Ralita memukul lengan Haikal pelan, sedangkan Haikal hanya tertawa.
“NGACA!” Ucap perempuan itu.
“Gue selalu ganteng sih maaf aja,” Balas Haikal membuat perempuaj itu memutar bola matanya malas.
“Iyain deh,” ucap Ralita yang lagi-lagi membuat Haikal tertawa.
Demi apapun, bagi Haikal, ini merupakan hari paling baik dari semua hari yang pernah ia lalui.
Perempuannya kini tengah duduk disampingnya lagi. Padahal sudah berkali-kali mereka berdua dipisahkan, namun selalu saja ada cara bagi mereka untuk bertemu.
Dan pertemuan kali ini.
Mereka sudah dalam keadaan baik-baik saja.
Haikal rela, ia rela menghabiskan ribuan tahun hanya untuk menunggu perempuan ini pulang. Bahkan jika harus terluka lagi.
Sebab kenyataannya, mau sekeras apapun ia menolak dan menyangkal, ia masih mencintai perempuan ini.
“Yayah, ngantuk!” Tiba-tiba saja Caca merengek membuat dua orang dewasa itu menoleh lalu terkekeh pelan melihat wajah menggemaskan milik Caca.
“Utututu anak ayah ngantuk? Ayo pulang.” Ucap Haikal yang kini membawa Caca kedalam gendongannya.
Ralita tersenyum, kemudian tangannya bergerak mengusap pucuk kepala Caca yang kini tengah bersandar pada punda Haikal.
Mereka berdua beranjak, lalu melangkah menuju mobil.
Mereka berdua tertawa, sebab pertemuan kali ini benar-benar terasa sangat damai.
“Ta ....” ucap Haikal dalam langkahnya.
“Iya Haikal?”
Haikal berhenti sejenak, kemudian membalikkan badanny agar bisa menatap perempuan itu.
“Ta,” ucap Haikal lagi.
Yang dipanggil menatap netra Haikal dengan teduh, sangat teduh, seperti sejak pertama mereka bertemu. Membuat hati haikal menghangat untuk kesekian kalinya.
“Iya?”
Haikal tersenyum.
“Ta, ayo mulai semuanya dari awal. Ayo perbaikin semuanya sama-sama. Ayo, ayo bangun lagi rumah yang sempet hancur, Ta....” ucap Haikal membuat Ralita terdiam.
“Ayo, Ta ....”
“Ayo ulang lagi kisahnya dari awal Ta, mau, ya?”