Bumi menyipitkan matanya ketika ia mendapat sebuat notifikasi pesan masuk ke dalam ponselnya.
Senyum tipis terlukis di wajah anak itu ketika ia membaca deretan pesan yang datang barusan.
Ah, ternyata dari Senjani. Perempuan yang tadi siang ia temui di pantai yang tak jauh dari sekolahnya ketika hendak menghindar dari Mama dan Papa saat pembagian peringkat.
Flashback
Terlalu sesak bagi Bumi untuk melihat interaksi yang dilakukan Mama dan Papa serta Azri di sekolah. Ia benar-benar merasa cemburu sebab ia melihat dengan jelas bagaimana tatapan bangga Mama dan Papa pada Azri.
Lantas, tanpa berlama-lama Bumi segera pergi meninggalkan acara yang belum selesai.
Pemuda itu memilih pergi entah kemana, sambil menyusuri jalanan menaiki sepeda kesayangan miliknya.
Bumi hanya bisa tersenyum tipis ketika mengingat bagaimana Mama dan Papa menatap Azri dengan bangga.
Sepanjang perjalanan pun Bumi hanya bisa tersenyum tipis. Rasanya sesak. Padahal jauh di dalam lubuk hatinya, ia juga ingin ditatap seperti itu oleh kedua orang tuanya.
Hampir lima belas menit berlalu, hingga akhirnya Bumi berhenti tepat di sebuah pantai yang jaraknya tidak terlalu jauh dari sekolah.
Bumi lantas memilih untuk berhenti disana dan segera turun dari sepedanya, berniat untuk menghirup udara pantai siang ini.
Perlahan, Bumi melangkahkan kakinya menyusuri pantai itu. Netranya menatap kagum hamparan air laut yang terlihat sangat menenangkan di hadapannya.
Bumi kemudian memilih duduk dan kembali mengalihkan pandangannya untuk menikmati langit itu, tanpa memperdulikan orang-orang yang berlalu lalanh di sekitarnya.
Kenapa, ya? Bukannya menghilang, perasaan sesak dan cemburu itu malah semakin menjadi. Bumi bahkan tidak tahu bagaimana cara menghentikannya.
Jika diingat, Bumi sering sekali mendapat perlakuan tidak adil baik dari Mama atau Papa. Bahkan untuk hal-hal kecil sekali pun.
Contohnya saja, Azri yang selalu dimasakan bekal makan dengan menu yang banyak, sedangkan Bumi hanya sebatas nasingoreng dan sebuah telur.
Berkali-kali Bumi berusaha supaya tidak merasa iri, namun tetap saja. Jauh di dalam lubuk hatinya ia juga ingin berada di posisi seperri Azri.
Menjadi anak kesayangan Mama dan Papa.
“Langitnya indah, ya?” Tiba-tiba saja sebuah suara mengagetkan Bumi yang tengah berusaha keras menahan tangisnya.
Lantas ia menoleh pada seorang gadis yang tiba-tiba saja duduk di sampingnya.
“Sendirian?” Tanyanya pada Bumi.
Bumi hanya terdiam, lantaran ia terkejut sebab gadis ini tiba-tiba saja duduk dan mengajaknya berbicara.
Tersengar suara kekehan kecil dari gadis itu membuat Bumi merasa heran.
Tiba-tiba saja perempuan itu mengulurkan tangannya pada Bumi. “Hi. Kenalin, namaku Senjani,” ucapnya sambil tersenyum ramah.
Bumi masih terdiam. Dan lagi-lagi terdengar suara kekehan dari gadis itu. “Kata Mamaku, kalo ada orang yang nyapa itu harus dijawab,” ucapnya membuat Bumi menatap sekilas netra gadis itu.
Bumi memperhatikan seragam yang digunakannya.
Ah, satu sekolah
Dengan ragu Bumu pun mengulurkan tangannya dan menjabat uluran tangan dari gadis yang memanggil dirinya Senjani.
“Bumi,” ucap Bumi pelan.
Lagi-lagi gadis itu tersenyum. “Nama kamu unik, ucapnya lagi, membuat Bumi kembali menoleh.
“I-iya, hehe …” Bumi hanya bisa tersenyum kaku.
“Kamu kenapa? Kok keliatannya sedih, kamu gapapa kan?” Tanya Senjani tiba-tiba.
Sebentar, kenapa gadis ini tahu jika Bumi tengah bersedih?
Deg
Tiba-tiba saja detak jantung Bumi berdegup kencang. Apa perempuan ini baru saja bertanya keadaannya? Ia bertanya keadaan Bumi?
Demi apapun, selama ini tidak ada yang pernah menanyakan tentang apakah Bumi ini baik-baik saja atau tidak. Bahkan, Mama, Papa, dan Azri pun tidak pernah menanyai keadaan Bumi begitu saja.
Bumi menoleh pada Senjani dengan tatapan kaget sekaligus terharu.
“Kamu nanyain keadaan aku?” Tanyanya.
Senjani menatap Bumi heran. Lantas ia mengangguk. “Iya, memang gak boleh, ya?” Tanyanya kebingungan.
Bumi hanya tersenyum lalu memalingkan pandangannya.
“Selama ini, baru kamu aja yang nanyain keadaan aku …” ucap Bumi lirih kemudian menunduk.
Senjani menatap Bumi dengan tatapan yang sulit di artikan.
“Maksudnya?” Tanya Senjani sebab ia tidak paham apa yang dimaksud Bumi.
“Kamu tadi nanyain aku, kan? Kamu nanya aku gapapa atau enggak. Dan aku baru denger ada orang yang peduli sama keadaan aku, padahal kamu baru aja liat aku,” jelas Bumi.
Senjani terdiam. Lantas ie tersenyum. “Emm, soalnya tadi aku liat kamu kayak lagi sedih gitu. Terus seragam kita sama. Dan aku tebak pasti satu angkatan, makanya aku berani nyamperin, hehe,” ucap Senjani sambil menyerengeh menanpilkan deretan giginya yang rapi.
“Maaf, ya? Kalo aku tiba-tiba ngajak kamu kenalan. Soalnya aku liat kamu kayak beneran lagi sedih banget,” ucap Senjani lagi dengan tatapan yang terlihat sedih.
Bumi terkekeh. “Aku gapapa, kok. Makasih, ya, udah nanya,” balas Bumi.
Senjani mengangguk.
“Eh, tapi kok kamu disini? Bukannya masih ada acara pembagian nilai, ya?” Tanya Bumi pada Senjani.
Senjani kembali menyerengeh. “Males ah banyak orang, nanti juga aku dikasih tau mama nilainya, jadi mendingan aku kesini aja nyari udara seger,” jelas Senjani.
“Kamu sendiri, kenapa malah kesini!” Senjani bertanya pada Bumi.
Bumi terdiam sejenak. Ia lalu tersenyum. “Gapapa, aku juga lagi nyari udara seger aja,” jawabnya.
Senjani tersenyum begitu juga Bumi.
“Emm … Kmau baik-baik aja, kan? Beneran?” Tanya Senjani lagi memastikan.
Bumi terkekeh. “Gapapa, cuma sedih sedikit, segini …,” jelas Bumi sambil mengisyaratkan dengan gerakan tangannya.
Tiba-tiba saja perempuan itu memukul pelan bahu Bumi. Membuat Bumi terkejut. “Ih! jangan sedih, aku gak suka liatnya. Kamu harus senyum kayak gini nih …,” ucapnya sambil menunjukan senyum miliknya pada Bumi, anak itu terkekeh.
“Gini?” Bumi memperagakan kembali apa yang Senjani lakukan sebelumnya. Lantas gadis itu tertawa.
“Nah gitu!”
Bumi terkekeh. “Padahal aku gak kenal kamu, tapi makasih banyak, ya, udah bikin ketawa,” ucap Bumi pada Senjani.
Gadis itu mengangguk kecil. “Bumi jalan-jalan aja yuk kesana? Terus abis itu pulang deh, gimana?” Tanya Senjani yang kemudian tanpa basa-basi membuat Bumi mengangguk.
“Ayok!”
Entahlah cara perempuan ini berbicara sangat lucu, membuat Bumi tanpa canggung lagi langsung merasa sangat akrab dengannya. Bumi tersenyum, bahkan Bumi lupa jika alasannya pergi ke tempat ini adalah karena ia bersedih. Tapi berkat pertemuan yang tak terduga ini Bumi lupa akan kesedihannya.
Kenapa, ya? Orang yang bahkan gak kita kenal selalu lebih peduli daripada orang yang kita harapkan untuk peduli?
Tidak apa-apa, meskipun begitu, setidaknya saat ini Bumi berhasil menghilangkan kesedihannya berkat gadis ini. Gadis dengan nama cantik, yakni Senjani.
Salam kenal Senjani.