Makan Malam?

Waktu menunjukan pukul tujuh malam, dimana saat ini beberapa orang berkumpul di meja makan termasuk Juli.

Sejak kedatangannya ke rumah Sagara, Juli banyak terdiam. Apalagi ketika ia melihat betapa mewahnya rumah milik sang kekasih.

Jika diibaratkan dengan dirinya, sepertinya Juli hanyalah sebutir debu di rumah ini. Sangat berbeda sekali.

Saat ini, Juli tengah duduk di samping Sagara, sesekali ia hanya tersenyum kecil mendengarkan ocehan-ocehan dari kedua orang tua Sagara serta saudara-saudaranya.

“Jadi kamu satu kampus sama Saga?” Tanya lelaki paruh baya itu pada Juli, membuat Juli mengangguk dan tersenyum.

Di sampingnya, Sagara tersenyum, jemarinya lalu diam-diam menggenggam Juli, seolah mengatakan jika ia akan baik-baik saja disini.

“Sederhana banget ya, kak,” tiba-tiba saja Galih-adik Sagara menyahuti, membuat Juli menoleh.

“Eh iya gimana?”

Galih terkekeh. “Iya, lo sederhana banget kak. Gak kayak mantannya si Sagara yang lain,” ucapnya lagi membuat Juli lagi-lagi hanya tersenyum kaku.

“Diem lo.” Sagara menyahuti.

“Iya bener, pantesan aja tuh anak minta motor. Ternyata pacarnya sederhana banget,” lagi, Gala-kakak dari Sagara ikut menimbrung.

Juli hanya terdiam, tanpa berani mengatakan apapun.

Sungguh, ia merasa jika dirinya benar-benar seperti gembel yang kehilangan arah disini.

“Sudah, makan dulu ayo,” tiba-tiba saja Bunda Sagara angkat bicara.

“Makan yang banyak Juli, jarang-jarang loh Bunda masak enak gini. Abisin ya,” ucapnya lagi membuat Juli mengangguk.

Sagara tersenyum kecil, sambil melirik ke arah Juli.

“Selamat makan cantik …,” lirihnya pelan.