Sorry
“Brengsek lo semua!” Teriak Zeya tiba-tiba dengan tangan mengepal bersiap memukul Bima yang tengah berdiri dekat lampu, membuat semua yang di sana terkejut.
“Anjing!” Umpat Bima ketika Zeya memukul pundaknya keras.
“APAAN SIH LO!” Bima berteriak.
“LO ANJING!” Zeya balik berteriak.
Mima hanya terdiam membiarkan Zeya meluapkan amarahnya.
Napas Zeya tak karuan ia menatap satu per satu orang di sana.
Ada Bima, Jean, Deva dan juga …
Nana.
“Oh, jadi lo yang udah bikin Sena ancur?” ucap Zeya ketika melihat Nana yang berdiri dengan raut wajah polosnya seolah tidak tahu apa-apa.
Tanpa aba-aba Zeya berjalan mendekat bersiap menarik rambut Nana.
“JAHAT LO JADI CEWEK!” Teriak Zeya.
“ZEY!” Tiba-tiba saja Jeano berteriak dan berusaha melepaskan Zeya yang tengah menjambak Nana.
“APAAN SIH LO!” Teriak Jeano.
“LO YANG APAAN BANGSAT!” Teriak Zeya lagi.
Saking emosinya, Zeya bahkan berteriak sambil menangis.
“LIAT SENA ANJING!”
“TEMEN GUE HANCUR GARA-GARA LO SEMUA!” Teriak Zeya menunjuk satu per satu orang di sana.
“MIKIR! MAKSUD LO SEMUANYA NYALAHIN SENA ATAS KEJADIAN RAKA APA?”
Semua orang terdiam.
“MIKIR!”
“TEMEN GUE SEHANCUR ITU GARA-GARA RAKA SAMA LO BAJINGAN,” teriak Zeya menunjuk Nana.
Zeya menangis histeris. Ia kembali memukuli Bima yang tengah terdiam.
Zeya benar-benar marah saat ini. Bahkan air mata pun tak henti keluar dari mata Zeya.
“CUKUP ANJING!” Teriak Deva yang sedari tadi menahan amarahnya, membuat Zeya terdiam.
Deva mengacak rambutnya frustasi. Kemudian ia menghela napasnya.
Hening sejenak. Mereka semua hanyut dalam pikiran masing-masing.
Netra Deva bergerak menatap satu per satu orang di hadapannya. Kemudian tak lama mata lelaki itu berhenti pada Zeya yang tengah menatap amarahnya sambil menangis.
“Kenapa sih …”
“Sena gak seharusnya ngerasain hal ini …”
Deva mengalihkan pandangannya kemudian ia menghela napasnya lantas menarik Zeya agar kembali berdiri.
“Sorry, Zey.” Deva menggenggam lengan Zeya.
“Sorry ya, dari awal ini salah gue,” ucap Deva dengan nadanya yang lirih.
Zeya kembali menangis.
Deva kembali menarik napasnya dalam.
Di satu sisi Bima kebingungan ketika mendengar Sena yang berusaha mengakhiri hidupnya.
“Ini ada apa sih anjing,” sahut Bima kebingungan, sedangkan Jeano kini berjongkok sambil mengacak rambutnya frustasi.
“Sena kenapa?” Tanya Bima.
“Dia masuk rumah sakit ini karena mau loncat dari jembatan,” sahut Mima.
“Anjing?!” Mata Bima membulat.
Zeya hanya menatap Bima kesal sebab ia tahu jika Bima salah satu penyebab kenapa Sena merasa lelah.
“Diem lo,” sahut Zeya.
“Siapa yang bawa Sena kesini? Lo tau dari siapa Sena mau l—“
“Gue,” ucapan Bima terpotong ketika Deva tiba-tiba menyahuti.
Jeano dan Bima serempak menatap Deva. Begitu juga dengan Zeya.
Diam-diam Zeya menarik sudut bibirnya menatap Deva.
“Gue yang bawa Sena kesini.”
“Kenapa?”
Semua orang terdiam.
“Ah anjinglah kenapa jadi kacau gini,” ucap Bima frustasi begitu juga dengan Jeano yang hanya terdiam sejak tadi.
Semuanya hanya saling menatap, hingga akhirnya Zeya memutuskan untuk duduk di meja taman itu diikuti oleh yang lain.
Hening cukup lama, semua hanya dalam pikiran masing-masing.
“Apa lo liat-liat? Mau marah juga sama gue? Gak terima gue jambak Nana?” Tanya Zeya membuat Jeano memutar bola matanya.
Terdengar helaan napas dari Zeya.
“Gak usah nutup mata. Lo semua bahkan tau gimana Raka sama Nana di belakang Sena.”
“Lo sendiri bahkan nelepon gue waktu itu ngasih tau apa yang Raka sama Nana lakuin di villa,” ucap Zeya menunjuk Bima.
“Tapi kenapa pas Raka kecelakaan lo semua nyalahin Sena?”
“Lo pikir Sena mau gitu ini kejadian?”
“Gue tau.”
“Lo sama lo,” ucap Zeya menunjuk Bima dan Jeano.
“Lo berdua bahkan nyalahin Sena dan nyuruh dia tanggung jawab atas Raka?”
“Lah, orang Raka kecelakaan karena abis ketemu temen lo.” Bima menyahuti.
Zeya menatap Bima. “Tolol.”
“Mikir! Emang Sena Tuhan? Emang Sena yang ngatur dan bikin Raka kecelakaan?”
“TEMEN LO AJA YANG BEGO!” ucap Zeya dengan nada suara yang meninggi.
“Giliran gini aja lo cuma bisa diem,” ucap Zeya menunjuk Jeano.
“Apaan sih,” sahut Jeano.
“Bacot lo kayak cewek, tapi giliran udah bikin anak orang hancur, lo malah diem. Bisu lo?” ucap Zeya lagi.
Mima sejak tadi hanya mencoba menenangkan Zeya, sebab temannya satu ini memang tidak pernah main-main jika sudah marah.
“Punya otak gak? Mikir!”
“Udah Zey …,” tiba-tiba saja Deva menyahuti.
Zeya menatap Deva kemudian ia berdecih.
“Lo juga. Gue marah sama lo.”
“Udah tau sepupu lo gatel, kenapa lo diem aja? Giliran udah gini baru bertindak.”
“Mana sepupu lo? Gue tampar sekalian.” Zeya benar-benar sangat marah.
“Punya otak tuh dipake. Bukan malah dipake buat mikirin gaya doang.”
“Sampah lo semua, kayak anjing!” Umpat Zeya sambil menggebrak meja kemudian tak lama ia pergi dari sana diikuti oleh Mima di belakanganya.
“Zey tunggu!” Teriak Mima.
Zeya mengusap air matanya susah payah. “Lo temenin Sena dulu aja ya. Gue mau nyari angin.” Mima mengangguk kemudian ia langsung bergegas menuju kamar Sena.
Zeya menghela napasnya, ia kemudian memilih berjalan ke arah pintu lobby.
Terlihat disana ada sebuah kolam ikan, dan tak jauh dari sana ada beberapa satpam yang berjaga.
Zeya duduk di tepian kolam ikan itu.
Ia terkekeh pelan.
Rasanya sesak sekali ketika tadi Zeya mendengar jika ternyata Deva yang membawa Sena ke sini.
Bodoh, harusnya tadi Zeya lebih cepat, harusnya Zeya ada untuk Sena. Tapi ia malah asik pergi keluar bersama orang lain, tanpa tahu hal ini terjadi. Jika saja tadi ia benar-benar mematikan ponselnya, mungkin sampai pagi menjelang pun ia tak akan pernah tahu hal ini.
Air mata kembali mengalir.
Zeya marah pada dirinya karena merada gagal menjadi sahabat Sena, tapi ia juga marah ketika mengetahui fakta jika Deva yang membawa Sena dan menyelamatkannya.
Zeya hanya terkekeh pelan.
“Lagian suruh siapa sih Zey, suka sama dia,” gumam Zeya pelan dengan mata yahg fokus memperhatikan ikan-ikan hias di hadapannya.
Tanpa Zeya sadar, di belakangnya sejak tadi ada Deva, lelaki itu memperhatikan Zeya yang menangis.
Lantas, tanpa pikir panjang Deva melangkahkan kakinya mendekat pada Zeya.
“Pake ini Zey, dingin …,” ucap Deva sambil mengaitkan jaket abu-abu miliknya yang tadi ia gunakan pada pundak Zeya.
“Sorry”