Brengsek.
“Rak—“
“ANJING!” Tiba-tiba saja terdengar suara umpatan dan tak lama tubuh Raka ditarik menjauh.
Sebuah pukulan melayang di wajah Raka, membuat Nana yanh ada di sana berteriak.
“ANJING!”
“LO ANJING!” Teriak orang itu sambil berkali-kali melayangkan pukulan pada Raka.
Raka hanya terdiam tidak melawan ketika ia dipukuli. Tidak peduli jika tangan sebelah kanannya masih sangat sakit.
“TOLOL!”
“RAKA!” Teriak Nana berusaha memisahkan.
“DIEM LO!” Bentak orang itu pada Nana membuat Nana terlonjak kaget.
Terlihat amarah di mata orang itu. Benar-benar marah.
“UDAH!” Nana berteriak.
“AH BRENGSEK!” Teriak orang itu yang kini berusaha menahan pukulannya.
Raka memejamkan matanya ketika lelaki itu hampir saja kembali melayangkan pukulan pada Raka.
Terdengar suara tangis dari Nana, kemudian perempuan itu menarik Raka.
“APAAN SIH!” Teriak Nana.
Raka bangun, ia kemudian mengusap sudut bibirnya yang berdarah.
Amarah orang di hadapan Raka masih terlihat jelas. “Lo anjing!” umpatnya berkali-kali.
“UDAH RA—“
“LO DIEM!” Teriaknya pada Nana.
Raka terduduk, ia kemudian mengacak rambutnya frustasi.
“Gue pikir lo udah beneran berhenti.”
“Ini apa anjing!” umpatnya lagi.
Raka hanya menunduk.
“JAWAB BRENGSEK!”! Teriaknya lagi.
“Keluar Na, sebelum gue kelepasan.”
Nana menggeleng ia masih saja menggenggam Raka.
“KELUAR NA!” Teriaknya pada Nana membuat Nana terdiam.
“GUE BILANG KELUAR!” teriaknya lagi membuat Nana perlahan keluar dari sana.
Sepeninggalan Nana, ia kembali menatap Raka penuh amarah.
“Lo punya otak gak, sih?”
“Baru aja semalem anjing, baru semalem lo ngomong kalo lo mau perbaikin semuanya.”
“Terus ini apa?”
“JAWAB ANJING!” Teriaknya lagi.
Orang itu mengacak rambutnya frustasi. “Sadar. Secara gak langsung lo udah ngancurin dua perempuan anjing.”
Raka masih menunduk.
“Anjing anjing lo anjing!” Umpat orang itu.
“Udah berapa kali gue ingetin. Lo masih aja brengsek!”
“Sorry, Dev …,” gumam Raka.
Terdengar suara kekehan dari lelaki yang ternyata Deva itu. “Minta maaf mulu lo bangsat.”
Deva kemudian memilih duduk di hadapan Raka sambil mengacak rambutnya benar-benar frustasi.
“Gue udah nahan-nahan, gue kira otak lo jalan. Tapi kenapa makin parah.”
“Bacot lo bilang sayang Sena.”
“LO MIKIR GAK ANJING PAS NGELAKUIN HAL TADI SAMA NANA? LO MIKIRIN SENA GAK?”
“Anak orang lo bikin ancur.”
“Nana sepupu gue, dia gak pernah se-obsesi ini sama orang kecuali lo.”
“HARUSNYA DARI AWAL GUE INGETIN LO PAHAM ANJING!” Lagi-lagi Deva berteriak.
Terdengar suara helaan napas dari Raka.
Ia kemudian memukul dirinya sendiri. “Iya gue brengsek.”
“Gue gak mikir.”
“Sorry …”
Deva menghela napasnya dalam.
“Lo minta maaf sama Sena terus lo jauhin Nana.”
“Gue udah jauhin Nana.”
“TAPI KENAPA LO MYIUM DIA ANJING!” Teriak Deva lagi.
“GUE GAK TAU!” Raka balik berteriak.
“AH ANJING!” umpat Raka.
“Tolol!” Deva balik mengumpat.
Raka menunduk, kemudian ia beranjak. Ia kemudian melirik ke arah pintu depan yang ternyata ada Bima juga.
Deva ikut beranjak, ia kemudian ia menatap Raka dan menunjuknya.
“Lo sampah! Sena gak pantes dapetin lo, brengsek!” ucap Deva sebelum akhirnya ia pergi dari sana meninggalkan Raka.