“Gue bodoh.”

Di sisi lain, dua orang itu tengah saling menatap dan si perempuan terisak.

Tadi, ketika Nana keluar dari rumah Raka, ia di tarik pergi oleh Jeano yang kebetulan ada disana juga. Karena memang mereka yakni Deva, Jeano, dan Bima berniat mengunjungi Raka.

Dan tanpa mereka duga, Raka malah melakukan kesalahan yang sama seperti waktu di Villa.

“Berhenti, Na,” ucap Jeano yang tengah berdiri menghadap Nana.

Nana menggeleng.

“Aku sayang sama Raka,” ucapanya terisak.

Jeano memutar bola matanya.

Raka, Raka, selalu Raka.

“Na …”

“Lo gak sadar, ya?” Tanya Jeano.

“Lo gak sadar ya kalo selama ini ada yang lebih peduli sama lo ketimbang Raka.”

Nana menunduk dengan isakan yang masih terdengar.

Jeano menghela napasnya.

Jika ditanya, apakah Jeano peduli terhadap Nana atau tidak, jawabannya iya. Ia sangat peduli pada Nana, sebab jauh sebelum semuanya terjadi, Jeano sudah mengetahui Nana terlebih dahulu. Jauh sebelum akhirnya Nana memutuskan tinggal bersama Deva dan jatuh cinta pada Raka.

Iya, Jeano memang bodoh, sebab selama ini ia tidak berani mengatakan jika ia pun menyukai Nana.

Aneh memang, ini kali kedua Jeano menyukai perempuan yang juga menyukai Raka, setelah dulu ia sempat menyukai Sena.

Jeano mengacak rambutnya frustasi.

“Liat gue, Na …,” lirih Jeano.

Nana menggeleng.

“Na, selama ini lo gak pernah liat, gue, ya?” Tanya Jeano.

“Kenapa, Na?”

“Padahal lo tau kalo gue yang selalu berusaha bantuin lo, ada buat lo disaat cowok yang lo suka nyuekin lo.”

“Gue berusaha buat ada dan hibur lo.”

“Tapi kenapa?”

“KENAPA LO GAK PERNAH LIAT GUE!” Tiba-tiba saja Jeano berteriak membuat Nana terisak.

Jeano memukul dinding di belakang Nana membuat tangannya sedikit berdarah.

“Lo gak pantes kayak gini cuma buat Raka.”

“KAMU GAK NGERTI JE!” Teriak Nana.

“GAK NGERTI APA?!”

“AKU SAY—“

“LO CUMA OBSESI BUKAN SAYANG!” Teriak Jeano yang kemudian mengacak rambutnya frustasi.

“Ah anjing!” umpatnya.

Nana menangis keras.

Jeano menatap Nana kemudian ia memeluk perempuan itu.

“Gue sayang sama lo, Na.”

“Gue sakit liat lo kayak gini. Tapi gue juga gak bisa apa-apa.”

“Gue terlalu payah.”

Jeano mengatakan semua hal yang ingin ia katakan sejak lama pada Nana.

Bukannya mereda, Nana malah makin menangis dan berusaha melepaskan pelukan Jeano.

“Aku gak suka kamu, Je. Mau kamu berusaha gimana pun, aku sukanya cuma sama Raka.”

Jeano menatap Nana kemudian tersenyum tipis.

“Kamu tuh cuma sekedar orang yang gampang dimanfaatin Jeano,” ucap Nana menatap Jeano tajam.

“Selama ini aku welcome sama kamu itu supaya aku bisa gampang deket sama Raka,” jelas Nana.

“Aku gak pernah suka kamu.”

Terdengar kekehan dari Jeano, kemudian ia balik menatap Nana tajam.

Sungguh, ia benar-benar merasa sakit hati ketika mendengar ucapan Nana.

Jeano mendekat, jarak antara mereka menipis. Lantas jemari Jeano mengusap wajah Nana.

“Gue baru sadar …,” bisik Jeano tepat di hadapan Nana.

“Ternyata gue bodoh juga, ya?”

“Suka sama lo, haha.”

Jeano semakin mengikis jaraknya dengan Nana.

Nana menatap netra Jeano yang sangat dekat dengannya, jantungnya bahkan berdebar kencang.

“Gue baru sadar, kalo ternyata lo itu …”

Jeano kembali terkekeh.

“Ternyata lo sampah!” ucapnya tajam kemudian tak lama ia menjauh dari Nana dan segera menaiki motornya.

“Gue harap lo gak pernah bahagia, Na,” lanjut Jeano sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan Nana sendirian di sana.

Nana hanya terdiam lantas menangis mendengar ucapan Jeano.

“BRENGSEK!” Teriaknya.