Kesalahan.
Raka menghela napasnya ketika mendengar suara bel rumahnya berbunyi.
Awalnya Raka tidak berniat membuka pintu itu, namun berkali-kali suaranya terus saja terdengar hingga akhirnya Raka memutuskan untuk membuka.
Terlihat jelas oleh Raka, jika di hadapannya saat ini ada Nana yang tengah berdiri dengan wajahnya yang terlihat sembab.
Raka menghela napasnya.
“Ayo kita omongin baik-baik.”
Raka menatap netra Nana yang terlihat berkaca-kaca lalu kemudian ia mempersilahkan Nana masuk.
Mereka saat ini duduk berhadapan, Nana menangis di hadapan Raka.
Sial
Raka kembali menghela napasnya. “Gak usah nangis Na,” ucap Raka.
Nana semakin terisak.
“Ka, aku … aku sayang banget sama kamu,” ucap Nana.
“Aku tau, kalo caraku salah buat deketin kamu. Tapi aku beneran setulus itu sama kamu, Ka,” lirih Nana.
Raka masih terdiam memperhatikan perempuan itu.
Sial, sial
Raka benci melihat Nana menangis.
Raka kembali menarik napasnya dalam, kemudian perlahan ia mengusap air mata Nana.
“Na …”
“Kita tuh salah dari awal.”
Nana menunduk.
“Maaf, ya? Maaf karena gue libatin lo sejauh ini.”
“Maaf karena gue gak bisa nahan diri dan berakhir kayak gini.”
“Na, lo baik, gak seharusnya kayak gini.”
“Yang sayang sama lo bukan cuma gue, Na.”
“Gue masih sayang Sena, gue sayang banget sama Sena.”
“Lo gak pantes buat kayak gini ke gue, Na,” ucap Raka.
Nana terisak.
Lagi-lagi Raka menghela napasnya ketika mendengar tangisan Nana yang semakin keras.
“Liat gue,” ucap Raka membuat Nana menatapnya.
Netra mereka saling bertemu.
Raka bisa melihat jelas ada rasa sakit pada tatapan mata perempuan itu.
“Udah, ya?” Pinta Raka.
“Ka …,” lirih Nana.
Hening.
Mereka hanya saling menatap satu sama lain untuk beberapa saat. Sampai akhirnya entah keberanian darimana tiba-tiba saja kening mereka saling beradu.
“Aku sayang kamu, Ka,” gumam Nana pelan.
Lantas setelah itu, tiba-tiba saja bibir mereka beradu. Keduanya sama-sama memejamkan mata berusaha menyalurkan emosi masing-masing.
Dan untuk kesekian kalinya. Raka melakukan kesalahan fatal.