Jjaejaepeach

“Mau dibantu gimana ini?” ucap lelaki itu pada perempuan di hadapannya.

Perempuan itu hanya tersenyum tipis, lalu menunjuk ke arah meja di belakangnya.

“Boleh tolong angkat itu enggak?” ia bertanya.

Lelaki itu menoleh, lalu mengangguk, “boleh dong Dir.”

Nindira tersenyum “makasih ya,” ucapnya.

Seperti yang dibilang sebelumnya, Adrian kini tengah berada di rumah Nindira, untuk sekedar membantunya membereskan rumah itu.

“Udah?” Tanya Nindira yang dibalas anggukan oleh Adrian.

“Saya bikinin teh dulu, ya. Kamu duduk aja disana, buat sarapannya saya udah pesen kok,” ucapnya.

“Makasih Dira,” ucap Adrian dengan senyum manisnya.

Perempuan itu melangkah pergi ke arah dapur. Adrian memperhatikan daksa perempuan itu.

“Mirip Ellean,” gumamnya pelan.

Lagi dan lagi, Adrian selalu saja merasa jika ada perempuan ini benar-benar mirip dengan perempuan kesayangannya.

Entah apa yang sama, tapi untuk kesekian kalinya Adrian melihat sosok Ellean dalam diri perempuan ini.

Menyebalkan.

Adrian menghela napasnya.

“Lupain Ian,” ucap Adrian pelan.

Lelaki itu sangat kalut sesaat setelah ia menerima pesan dari Jeana. Entah apa yang ia pikirkan, lelaki itu bahkan segera bergegas menuju tempat itu, tanpa memikirkan Nindira yang sedang menunggunya.

Sepanjang perjalanan pikirannya hanya tertuju pada Ellean, perempuannya menangis? Ah sial.

Tak butuh waktu lama, ia sudah sampai di tempat itu, dengan terburu-buru ia berlari masuk kesana.

Ia berhenti sejenak saat netranya melihat Kevin yang tengah memeluk Ellean. Tanpa pikir panjang, ia langsung menghampiri Kevin dan melayangkan satu pukulan tepat di wajahnya, membuat Kevin tersungkur.

“Anjing lo!” Ucap Adrian.

Semua orang disana berteriak, termasuk Ellean.

“KEVIN!” Teriak perempuan itu.

“Anjing lo! Berani-beraninya main belakang!” Ucap Adrian yang lagi-lagi melayangkan satu pukulan di wajah Kevin.

Di belakangnya ada Ellean yang berusaha menarik Adrian agar melepaskan kevin.

“Adrian berhenti!” Teriaknya.

“BERHENTI ADRIAN!” Teriaknya lagi yang membuat Adrian berhenti lalu menatap Ellean.

“Dia brengsek, El,” ucap Adrian

“Cukup, lepasin Kevin,” ucap Ellean sambil menangis.

“Dia udah nyakitin kamu, El,” ucap Adrian.

“Lepasin Ian,”

“El ....”

“LEPASIN!”

Adrian terdian sejenak, lalu akhirnya ia melepaskan Kevin.

“Pergi,” ucap Ellean sambil berusaha menahan tangisnya.

“El, aku kesini buat lindungin kamu,”

“Pergi Ian,”

“Ellean, Kevin brengsek,”

“PERGI ADRIAN! Ini bukan urusan kamu, pergi, pergi!” Teriaknya.

Sesak, sesak sekali saat mendengar itu.

Adrian hanya tidak ingin melihat Ellean menangis, karena Kevin.

“Pergi Adrian, Kevin bukan kamu. Pergi, jangan ikut campur,”

Adrian hanya tersenyum tipis,

“Anjing lo,” ucap Adrian pada kevin sebelum akhirnya pergibdarisana

“Handphone gue Ge, siniin,” ujar Bastian pada perempuan di sampingnya.

Gea menggeleng sambil menggenggam telepon genggam itu.

“Gak usah, tar si Ajay berulah!”

Bastian terkekeh pelan, “ya emang kenapa?”

Gea menghela napasnya, ia lalu menatap sengit netra milik Bastian.

“Lo mau gue pukul?” Ucap Gea dengan nada galaknya, yang lagi-lagi membuat Bastian terkekeh.

“Gak takut gue,” ucap Bastian yang langsung di balas pukulan kecil oleh Gea.

“Ih lo tuh ya,” ucap Gea.

Bastian tertawa, ia lalu merangkul perempuan itu pelan, dan membiarkannya berbaring di sebelahnya.

“Mending lo liat langit,” ucap Bastian.

Gea terdiam, lalu netranya beralih menatap langit malam di atasnya.

“Ge ....” ucap Bastian.

“Hmm,” Gea bergumam.

“Makasih udah khawatir,”

Gea menoleh pelan pada lelaki itu.

“Lo bilang, lo gamau liat gue luka lagi kayak waktu itu. Makasih ya Gea, gue terharu,” ucap Bastian.

Gea tertawa.

“Apasih lo lebay, haha.”

Bastian tersenyum pelan saat ia mendengar tawa perempuan itu.

“Gea ....”

“Apalagi?”

“Kalo gue bilang ....” ucapan Bastian terhenti, membuat Gea menatap lelaki itu.

“Apa?”

“Kalo gue bilang ....”

”kalo gue bilang, gue sayang sama lo lebih dari temen, gimana?” batin lelaki itu.

“Apa anjir,” sahut Gea.

“Kalo gue bilang ....”

“Lo mirip monyet, gimana?”

“BASTIAN BANGSAT!” Umpat Gea sambil beranjak lalu memukul Bastian.

“HAHAHA, MAAF GEA GUE BECANDA!” Teriak Bastian.

Hari itu, dengan setelan jas berwarna hitam, Adrian melangkah kan kakinya sambil tersenyum, terlihat sangat baik.

Dengan senyum yang tipisnya itu Adrian duduk manis di kursi tamu.

Adrian kembali tersenyum.

Hari ini, ya? Acara pernikahan perempuan kesayangannya dengan sahabatnya itu.

Entahlah, ia bahkan tidak paham perasaan apa yang saat ini ia rasakan.

Sejak kemarin malam, Adrian bahkan seperti tidak mempunyai semangat hidup, ia benar-benar seperti seseorang yang tengah terombang-ambing di tengah lautab.

Bahkan sejak satu minggu yang lalu, tatapan Adrian benar-benar kosong.

Adrian menghela napasnya ketika mendengar jika acara pernikahan itu sudah di mulai.

“Yan, kesana yok,” ucap Reka menepuk pundak Adrian.

Adrian mengangguk “Iya,” ucapnya.

Satu persatu tamu mulai bersalaman dengan mempelai, termasuk Adrian, Egi, serta Reka yang tengah menunggu gilirannya.

Sejak tadi, betra Adrian tidak lepas dari Ellean, perempuannya.

Perempuan kesukaannya.

Perempuan kesayangannya.

Tatapan Adrian saat menatap Ellean bahkan terlihat sendu, apalagi ia melihat perempuan itu memakai gaun pernikahan impiannya sejak dulu.

Ada perasaan sesak saat ia tiba-tiba saja mengingat kenangan bersama Ellean.

Ia pikir, hari ini adalah hari bahagianya.

Ia pikir, hari ini adalah hari bagi dirinya untuk mempersunting Ellean.

Tapi kenyataannya tidak seperti itu.

Hari ini, Adrian malah datang sebagai tamu undangan di pernikahan perempuan kesayangannya itu.

Adrian lagi-lagi tersenyum tipis.

“Hei .... selamat, El” ucap Adrian ketika ia berdiri di hadapan Ellean.

Cantik, Ellean selalu cantik di mata Adrian.

Perempuan itu tersenyum manis saat Adrian menjabat tangan kecilnya.

“Adrian .... makasih,” ucapnya.

Di samping perempuan itu, ada Kevin, sahabat baik Adrian yang sekarang menjadi satu-satunya laki-laki yang berhasil membawa Ellean ke jenjang pernikahan.

Netra lelaki itu kembali menatap Ellean.

Adrian tersenyum.

“Selamat ya, El? Selamat atas pernikahannya,” ucap Adrian yang di balas anggukan oleh Ellean.

“Makasih udah dateng, Ian,” ucap Ellean tersenyum.

“El ....”

Can i hug you? for the last time ....” ucap Adrian.

Ellean terdiam.

Kevin berdehem, lalu tersenyum sambil memberikan isyarat jika Adrian boleh melakukannya.

Ellean menatap Adrian, lalu mengangguk.

Perempuan itu lalu merentangkan tangannya.

for the last time ....” ucap Ellean sambil memeluk erat tubuh Adrian.

Andai kalian tahu, baik Adrian maupun Ellean, mereka berdua sama-sama merasakan sesak. Hanya saja, sesak yang di rasakan Ellean tidak sesakit apa yang Adrian rasakan saat ini.

“Selamat menempuh kehidupan baru ya, El. Untuk semua yang pernah terjadi di masa lalu, untuj semua bahagia dan rasa sakit yang kamu lalu, aku minta maaf, maaf pernah nyakitin kamu, maaf karena gagal buat jadi apa yang kamu mau ....” ucap Adrian.

“Ellean, jaga diri baik-baik, ya? Makasih karena udah mau berdamai sama masa lalu kamu, makasih karena pernah jadi bagian paling indah di dalam hidup aku. Sekarang hidup bahagia sama Kevin ya, El. Aku ikut bahagia ....” lirih Adrian sambil berusaha menahan sesak luar biasa.

“Ellean ....”

“Buat terakhir kalinya ....”

“Aku sayang kamu ....”

“Selamat menempuh kehidupan baru, Ellean,” ucap Adrian sebelum melepaskan pelukannya.

Ellean tersenyum, lalu menganggu pelan.

“Bro,” ucap Adrian pada Kevin.

Kevin tersenyum lalu memeluk Adrian.

Sorry and thank you, yan” ucap Kevin.

Adrian mengangguk, lalu menepuk pundak sahabatnya itu.

“Gue percaya sama, lo,” ucap Adrian tersenyum, sebelum akhirnya ia pergi darisana.

Adrian melangkah keluar gedung itu, memilih pergi ke rooftop sendirian.

Adrian menghela napasnya.

Jadi akhirnya seperti ini, ya?

Seperti ini ya rasanya cinta tak terbalas?

Adrian terkekeh pelan.

Jadi seperti ini ya rasanya Ellean dulu? Ketika ia selalu mengabaikannya demi orang lain, ketika ia selalu melupakan keberadaan perempuan itu demi orang lain.

Ternyata perasaan tak terbalas sesakit ini, ya?

Lagi-lagi Adrian terkekeh.

“Selamat, El ....” lirihnya sambil menatap langit siang itu.

Tanpa sadar, air mata pun jatuh.

Adrian menangis dalam diam.

Semua rasa bahagia, rada sakit yang selama ini ia lalui hanya tinggal kenangan.

Mulai detik ini, semua kisah tentang dirinya serta Ellean hanya akan tersimpan rapih di sudut hatinya yang paling dalam.

Ini balasanya, ini karmanya.

Adrian ikhlas, harus ikhlas.

Meskipun sekarang ia yang tak terbalas, meskipun sekarang ia yang di tinggalkan, tidak apa-apa.

Adrian menghela napasnya, ia lalu beranjak pergi dari sana, meninggalkan semua perasaan yang selama ini ia simpan.

Kisahnya sudah usai, usai sampai disini.

Hidup harus terus berjalan, kan? Meskipun banyak luka yang bahkan masih basah dan belum sembuh.

. fin

Dengan langkah yang gontai, Adrian berjalan ke tempat itu.

Warung Nasi Goreng Stasiun.

Tempat dimana ia dan perempuan kesayangannya bertemu untuk pertama kali.

Adrian tahu ini salah, ia datang dengan mengendarai motor dalam keadaan setengah sadar.

Adrian terkekeh pelan saat melihat banyak orang disana.

Tidak ada Ellean.

Adrian kembali menaiki motornya, entah kemana ia membawa tubuhnya sendiri.

Hampir lima belas menit Adrian hanya berkeliling tanpa tujuan, hingga akhirnya ia membawa dirinya ke sebuah tempat.

Tempat ini.

Tempat kesukaan Ellean.

Adrian tersenyum, ia lalu mendudukan dirinya di bangku itu.

Adrian membuka ponselnya, lalu memencet nama itu.

Sudah dua kali, namun tidak ada jawaban.

Hingga akhirnya Adrian tersenyum.

“Ellean ....”

I miss you ....” lirih Adrian dalam panggilan itu.

“Ellean i miss you,” lirihnya lagi terdengar begitu menyakitkan.

“Ellean, tahu gak? Aku disini, tempat kesukaan kamu,” ucap Adrian lagi.

Tidak ada jawaban dari sebrang sana, hanya terdengar suara helaan napas.

“Ellean, kita bisa kembali?

”Ian ...” ucap Ellean dari sebrang sana.

Ian terkekeh.

“Sakit, El ....” lirihnya.

“Ellean, ayo kembali, kita ulang dari awal ...”

“Ellean, aku gak bisa,”

“El, i miss you” ucapnya lagi.

”Adrian .... jangan gini,”

Adrian terkekeh, lalu terisak.

Adrian hancur, benar-benar hancur. Ia bahkan tidak menyangka, jika ditinggalkan akan sesakit ini.

“Ellean, rumah kamu yang sekarang nyaman?”

“Kamu baik-baik aja?”

“El, maaf buat semuanya, ayo kembali, El ....” lirihnya sambil terisak.

“Aku gak pernah baik-baik aja, El.”

Demi apapun, Adrian sangat hancur saat ini, ia bahkan menangis sambil berusaha menahan sesak di dadanya.

”Adrian berhenti, kita udah selesai” ucap Ellean.

“Ellean ....”

”Adrian pulang, pulang ian, jangan kayak gini,”

“Ellean, kangen, kangen banget ....”

“Jangan pergi, El, aku mohon,” lirihnya sambil terisak.

“Ellean please ....”

Terdengar suara isakan di sebrang sana.

*”Adrian, berhenti, udah, ya? Kamu pulang, udah malem,”

”Adrian maaf ...” ucap Ellean sebelum akhirnya memutus sambungan telepon itu.

Adrian terdiam, ia kemudian kembali terisak.

Ia menangis kemudian tertawa.

Adrian lalu menjatuhkan dirinya, ia kemudian terisak.

Memori yang dulu ia lalui bersama Ellean tiba-tiba saja terlintas.

Dari mulai hal menyenangkan hingga rasa sakit.

Mau sekeras apapun Adrian menangis, pada kenyataannya ia tetap di tinggalkan. Perempuannya sudah menemukan orang lain yang bahkan jauh lebih baik dari dirinya.

Adrian benci ini, kenyataan jika sekarang ia sendirian.

Adrian benci, sangat benci saat ia tahu jika hanya dirinya yang belum bahagia.

Adrian benci jika Ellean hilang.

Adrian benci saat mendengar Ellean sudah menemukan rumahnya.

Adrian benci itu.

Adrian kemudian kembali terisak.

Dunianya hancur, mimpi-mimpi yang bahkan sudah ia susun rapih sejak dulu kini hanya tinggal sebuah tulisan tanpa arti.

Ellean pergi, perempuannya pergi meninggalkan ia sendirian.

“Ellean ....” lirihnya sebelum akhirnya Adrian tak sadarkan diri.

Entah kenapa Adrian tiba-tiba saja beranjak dan pergi dari rumah.

Sejak kemarin malam, yang ada dipikirannya hanya satu.

‘Ellean’

Iya, sejak kemarin malam pikiran Adrian hanya Ellean. Apalagi ia tahu, jika perempuannya itu akan melakukan sidang skripsi.

Dengan senyum yang merekah, Adrian tersenyum kala ia menatap bucket bunga yang sebelumnya ia beli.

Entahlah, Adrian juga tidak paham pada dirinya, kenapa bisa ia seberani ini untuk datang menemui Ellean. Padahal sebelumnya ia bilang tidak akan pergi menemui Ellean.

Tapi sudahlah, Adrian hanya ingin melihat senyum di wajah perempuan itu.

Dengan langkah cepatnya, Adrian buru-buru pergi menuju ruang sidang Ellean.

Banyak sekali orang disana. Netra Adrian menelusuri satu per satu orang disana, berharap ia melihat Ellean.

Hampir lima belas menit Adrian berdiri sambil mengenggam bucket bunga dengan coklat kesukaan Ellean.

Sorot mata Adrian saat ini terlihat begitu banyak harapan.

“El ....” gumam Adrian sambil terus berusaha mencari keberadaan Ellean.

“Eh, lo tau Ellean, gak? Dia dimana?” Tanya Adrian pada seseorang yang tengah terduduk.

“Di dalem, dari tadi belum keluar,” ucapnya.

“Oh okey,”

Tiba-tiba saja jantung Adrian berdetak kencang, ia khawatir saat mendengar jika Ellean belum keluar dari dalam ruangan itu.

“Bisa El, bisa ....” gumamnya.

Hampir satu jam Adrian berdiri disana, hingga akhirnya pintu ruangan itu terbuka.

Adrian beranjak dari duduknya ketika ia melihat Ellean berada di ambang pintu.

“El—“ langkah Adrian terpotong saat ia mendengar Ellean berteriak.

“GUE BERHASIL!” Teriak Ellean, ia kemudian berlari menuju seseorang yang tengah berdiri di depannya.

Adrian terdiam, lalu dengan pelan ia melangkah mundur ketika netranya menangkap Ellean yang tengah memeluk tubuh seorang laki-laki.

“Kevin, gue berhasil,” ucap Ellean yang terdengar jelas oleh Adrian.

Adrian tersenyum tipis.

Ternyata sejak tadi ada Kevin?

Adrian menghela napasnya saat netranya melihat Ellean yang tengah tersenyum di dalam pelukan orang lain.

Adrian melangkahkan kakinya dari sana, memilih pergi dan tak bertingkah seolah ia tidak melihat apapun.

Sakit sekali.

“El, ini ada titipan,” ucap seseorang pada Ellean, membuat Ellean menoleh.

“Titipan?”

Orang itu mengangguk, “orangnya udah pergi,”

“Dari siapa?” Tanya Ellean.

“Adrian,”

“Dia bilang, selamat Ellean ....” ucap orang itu sebelum pergi meninggalkan Ellean.

Ellean terdiam sambil menatap bucket bungan dan coklat yang kini berada di genggamannya.

“Ian ....” lirihnya.

“Ayo El, angkat ....” ucap Adrian sambil memandangi ponselnya yang tengah tersambung ke telepon.

Sudah setengah jam Adrian berdiri di rumah itu.

“Ellean please angkat ....” ucapnya lagi.

Pasalnya, sudah puluhan kali ia mencoba menelepon perempuan itu, dan juga sudah puluhan kali ia meneriaki namanya. Namun nihil, Ellean sama sekali tidak ingin menampakkan dirinya di depan Adrian.

Rasanya sakit sekali, ketika Adrian membaca pesan yang tadi si kirimkan oleh Ellean perihal memintanya untuk berpura-pura tidak saling mengenal satu sama lain.

Adrian tahu, ini semua salahnya, dia sadar dan dia tahu, jika kesalahannya kali ini benar-benar parah.

Jika harus jujur, selama ini Ellean tidak pernah benar-benar hilang dari hati Adrian, bahkan ketika ia bilang jika yang seharusnya ada di samping Adrian itu Jeje dan bukan Ellean

Adrian hanya terbawa emosi kala ia mengetahui jika sahabatnya tengah hancur. Adrian hanya ingin melindungi sahabatnya, tapi ia melakukan kesalahan yang akhirnya malah menghancurkan semuanya.

Lucu, ya?

Padahal Adrian yang melepas, tapi akhirnya Adrian juga yang ingin kembali.

Iya, terkadang jalan semesta memang selucu itu.

“Ellean, tolong keluar ....” teriak Adrian berharap perempuan itu kendengarnya.

Entah kenapa tiba-tiba saja terdengar suara gemuruh malam itu, lalu rintik air hujan jatuh menghantam bumi. Aneh, bahkan langit malam itu seolah mendengar, jika disini ada seseorang yang tengah rapuh akibat ulahnya sendiri.

Rintik air hujan yang semakin lama semakin deras, tidak membuat Adrian berlari meneduh. Ia tetap berdiri disana, di depan rumah perempuannya.

“Ellan, tolong, maafin aku ....” ucap Adrian dengan tubuh yang sudah basah oleh hujan.

“Aku tau aku salah, aku tau Ellean ....” ucap Adrian lagi.

“Ellean, ayo pukul aku, ayo pukul. Aku gapapa, aku gak akan marah. Ellea, ayo, jangan menghindar. Aku mohon ....”

Adrian terisak sambil menjatuhkan tubuhnya di depan rumah itu.

“Ellean, maaf, aku minta maaf ....” lirihnya sambil menangis.

Sakit sekali rasanya.

Adrian menangis, ia berteriak seperti orang kesakitan, ia rapuh, Adrian rapuh.

“Ellean, tolong, maafin aku. Untuk semuanya, aku minta maaf. Ayo El, keluar. Pukul aku, tampar aku.”

“Ellean, aku gak bisa kalau harus menjauh, Ellean aku mohon, maafin aku. Ellean maaf!” Teriaknya.

Adrian benar-benar menangis malam itu.

Adrian menangis bahkan sampai bersujud di depan rumah Ellean.

Adrian hanya ingin Ellean memaafkannya.

Adrian hanya ingin Ellean menemuinya.

“Bodoh,” tiba-tiba saja Ellean datang dan memeluknya di bawah guyuran air hujan itu.

“Bodoh, Adrian bodoh!” Ellean memeluk Adrian.

Adrian mengangkat wajahnya ketika merasakan pelukan dan suara dari perempuan itu.

Ellean terisak.

“Adrian bodoh, jangan kayak gini ....” lirihnya.

“Ellean?” Adrian kemudian memeluknya erat.

Tubuh ini.

Tubuh yang selalu Adrian rindukan.

Sambil terisak, Adrian mengeratkan pelukannya.

“Maaf, maaf, maafin aku, maaf Ellean, maaf ....” lirih Adrian menyakitkan.

Ellean menggeleng.

Ellean itu hancur, begitu juga Adrian.

Mereka berdua sama-sama hancur.

“Pulang,” ucap Ellean.

Adrian menggeleng.

“Enggak, enggak.”

“Ellean liat aku, ya? Aku minta maaf, maafin aku ....” lirih Adrian.

Ellean menunduk.

“Ellean please, maaf, buat semuanya,” lirih Adrian.

“Aku tau aku salah. Aku ninggalin kamu demi Jeje, aku ninggalin kamu demi dia, aku tau aku salah. Ellean maaf, waktu itu aku kalut. Ellean maaf, maaf maaf ....” lirih Adrian.

Baik Ellean maupun Adrian, mereka berdua sama-sama menangis.

“Jangan jauhin aku, El. Please, maafin aku, maaf ....” lirih Adrian.

Ellean mengusap wajah Adrian, sambil terisak.

“Ian ....”

“Aku udah maafin kamu, bahkan dari lama, aku selalu maafin kamu Adrian,” ucap Ellean.

“Aku bahkan gak bisa ngitung berapa banyak kata maaf yang sealu kamu ucap,” ucap Ellean.

“Adrian, sekarang kita udah selesai, jangan dateng ke aku lagi, ya?”

“Berhenti Adrian, jangan kayak gini ....” lirih Ellean terisak.

“El, aku sayang kamu, aku mohon, jangan gini ....” lirih Adrian.

“Ian, aku udah maafin kamu. Tapi, untuk kesempatan buat kita, aku enggak bisa ....” lirih Ellean pelan.

“El ....”

“Jangan lagi, Ian. Hati aku udah terlalu sakit. Jadi berhenti, ya?”

“Pergi Adrian ....”

“just go, kita udah selesai, dari lama. Gak ada lagi kita, Adrian. Jadi udah, ya?”

“Ellean ....” lirih Adrian.

Dengan susah payah menahan tangis dan rasa sakitnya.

Di bawah rintik air hujan malam itu, Ellean memeluk Adrian untuk terakhir kalinya.

Ellean memeluknya, sangat erat.

“Adrian, makasih ya buat semuanya,”

“Kita udah selesai,”

“Biarin aku nyembuhin luka aku sendirian, Ian ....”

“Ellean, please,” ucap Adrian mengeratkan pelukan itu, seolah ia tidak ingin kehilangan pelukan ini lagi.

Ellean melepaskan pelukan itu, ia lalu mengusap pelan wajah Adrian.

“Pulang, ya?” ucap Ellean tersenyum.

“El, please, jangan kayak gini ....” lirih Adrian.

Lagi-lagi Ellean tersenyum.

”for the last time ....”

Ellean mendekatkan wajahnya, lalu mencium pelan bibir Adrian sambil menangis.

“Aku sayang kamu, Ian. Selalu ....”

“Jadi bahagia, ya? Meski tanpa aku ....”

“Pulang Ian, rumah kamu bukan disini lagi, pulang, ya? Cari rumah baru lagi yang layak buat kamu jadikan tempat pulang ....”

Ellean lalu beranjak dari sana, meninggalkan Adrian yang bahkan masih merasakan sesak luar biasa.

Adrian lalu kembali menangis

Hancur, sangat hancur.

Kesalahannya waktu itu benar-benar membuatnya hancur.

“Ellean, i love you” lirih Adrian sambil memukul dadanya, berusaha menahan sesak yang begitu menyakitkan.

Di bawah rintik air hujan malam itu, mereka selesai, benar-benar selesai.

Buru-buru lelaki itu bergegas saat ia mengetahui keberadaan perempuan itu.

Sejak perjalanan, Kevin bahkan sangat khawatir. Apalagi saat ia mendengar suara tangisan dari perempuan itu.

Kevin berlari di tengah-tengah hujan sore itu.

Lelaki itu segera memeluk tubuh Ellean yang tengah terduduk di dekat halte.

“El,” ucap Kevin sambil berusaha melindunginya dari rintik air hujan.

Perempuannya sedang menangis.

Kevin segera meraih wajah perempuan itu, “El, ada apa?”

Ellean menatap Kevin. Lalu tanpa aba-aba Ellean memeluk erat tubuh Kevin, seolah ia meminta perlindungan.

Kevin terdiam, lalu dengan pelan ia mulai mengusap punggung perempuan itu.

Kevin bahkan tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

“El, gue disini, gue disini ....” lirihnya.

“Kevin, jahat, gue jahat ....” lirih Ellean.

“Gue takut, takut banget ....” lirihnya lagi.

“El, ada apa?”

“Kevin, gue takut. Ada orang yang selama ini menderita karena gue, ada orang yang gak bahagia karena hadirnya gue. Kevin .... gue takut,” ucap Ellean.

Tanpa pikir panjang, Kevin memeluk tubuh Ellean, saat netranya melihat banyak ketakutan di dalam diri perempuan itu.

“El, gapapa, gapapa, jangan takut,” ucap Kevin.

“Takut ....”

Kevin semakin mengeratkan pelukannya.

“Gue disini, El,” ucap Kevin.

Di tengah isakannya, Ellean menatap Kevin.

“Kev, salah gue, ya? Di saat orang lain gak ngerasa bahagia, itu semua salah gue, ya? Gue takut ....”

Kevin menatap Ellean, ia lalu terkekeh pelan.

“Kata siapa?”

Kevin mengulurkan tangannya, ia lalu mengusap pelan helaian rambut yang basa terkena air hujan itu.

“El, denger, ya?”

“Setiap orang itu punya porsi bahagianya masing-masing,”

“Gak bisa kita maksa harus bahagia kayak orang lain, gak bisa kita maksa keadaan buat selalu mihak sama kita, gak bisa, El.”

“Semuanya udah di atur, semuanya udah ada jatah buat bahagia ....”

“Tapi, dia bilang, selama ini dia gak pernah bahagia, dia menderita Kev, dan itu semua gara-gara gue. Semuanya gara-gara gue ....” lirih Ellean kembali terisak.

“Hei, liat gue,” ucap Kevin.

“Bukan salah lo, lo gak salah, El.”

“Selama lo gak jahat, selama lo gak ngelakuin hal licik, selama lo hidup sebagaimana harusnya, lo gak gak salah, El. Apalagi jahat, enggak, gak gitu.”

“Mungkin emanh gak semua orang suka sama kita, El. it’s okay semua bukan kehendak kita”

“Ellean, lo gak jahat, lo gak pernah renggut bahagia siapa pun. Kalau pun ada orang yang ngerasa gitu, tandanya dia iri ....”

“Lo tau kan iri? Iya El, dia iri, dia gak pernah bersyukur sama apa yang dia punya. Dia cuma liat kalau definisi bahagia itu kayak orang lain,”

“Gue gak menyalahkan orang itu, El. Wajar kok, wajar dia iri, wajar dia marah.”

“Tapi, El, sadar enggak? Orang yang nyalahin lo atas segala kebahagiaan yang lo punya, dia itu cuma gak mau kalah, dia benci kenyataan kalau ternyata cara dia bahagia itu beda sama lo, dia gak pernah bersyukur sama apa yang Tuhan kasih, padahal dia gak tau kan, keadaan lo sebenernya gimana?”

“Orang-orang cuma liat kita dari luar El, mereka gak bakal tau, kalau sebenernya kita itu gak bahagia, kalau sebenernya kita it terluka. Mereka cuma nyimpulin dari apa yang mereka liat, El.”

“Kevin ....” lirih Ellean.

Kevin menatap Ellean, lalu tersenyum.

“El, jangan nyalahin diri sendiri, ya? Jangan takut, ini bukan salah lo.”

“Kevin ....” lirih Ellean lagi.

Kevin terkekeh, ia lal mengusap pelan air mata yang jatuh di kedua pipi perempuan itu.

“Gue bilang juga apa, lo jelek kalo lagi nangis,” ucap Kevin, membuat Ellean memukulnya pelan.

“Kevin!” Ucap Ellean cemberut.

Kevin terkekeh, “Udah ya, El? Lo jangan takut, ada gue, gue disini, El, selali disini. Jadi, janga takut, ya?” Ucap Kevin yang kemudian kembali mendekap tubuh kecil perempuan itu.

Sambil memeluk Kevin tersenyum pelan.

”Jangan terluka lagi, El, gue sayang sama lo ....” batin Kevin.

Kevin benar-benar menepati ucapannya, perihal mengajak Ellean untuk pergi menaiki odong-odong di pasar malam.

Ellean bahkan sejak di motor tidak berhenti tertawa hanya karena celotehan-celotehan yang di lontarkan oleh Kevin.

Seperti sekarang, Ellean bahkan masih tertawa saat melihat Kevin yang tengah menaiki komedi putar bersama beberapa anak kecil yang berada di sana.

“El, ini anak gue, lucu ya,” ucap Kevin sambil merangkul seorang anak lelaki yang bahkan tidak di kenalnya.

“Pusing anjir ....” ucap Kevin.

“Gue dulu mikir apaan ya sampe suka banget sama tuh wahana, haha,” ucap Kevin tertawa.

Ellean terkekeh “Lo juga barusan naik,” ucapnya yang di balas rengehan kecil dari Kevin.

“Eh, El,”

“Apa?”

“Kesana, yuk ....” ucap Kevin, yang di balas anggukan oleh Ellean.

“Mau jagung bakar, gak?” Ucap Kevin saat ia dan Ellean melewati pedang jagung bakar.

Ellean mengangguk.

“Mau,” ucapnya membuat Kevih tersenyum.

Ellean terlihat sangat bahagia, Kevin bahkan lupa, jika niatnya membawa Ellean ke tempat ini supaya perempuan itu melupakan masalahnya.

Tapi Kevin tidak menyangka, jika Ellean akan tertawa lepas dan terlihat tidak ada beban apapun.

Kevin tersenyum, ketika netranya melihat Ellean yang tengah tertawa bersama pedangan jagung bakar.

“Cantik ....” gumam Kevin, sebelum akhirnya ia duduk di samping Ellean.

“El,”

“Iya?”

“Be happy, ok?”

Ellean memperhatikan Adrian yang tengah memainkan ponselnya. Ia lalu tersenyum.

“Ian ....” ucapnya.

“Hmm?” Adrian bergumam tanpa menoleh.

“Makan bubur nya ih,” ucap Ellean.

“Iya sayang bentar,” ucap Adrian.

“Aku suapin deh,” ucap Ellean lagi membuat Adrian menoleh lalu mengangguk.

“Asik, disuapin,” ucap Adrian.

Ellean tersenyum, rasanya sudah lama sekali tidak melakukan hal-hal seperti ini bersama Adrian. Seingatnya, selama menjalin hubungan yang hampir berjalan 2 tahun ini, Adrian jarang sekali menunjukan sikap manjanya seperti ini.

Ellean senang melihat sikap Adrian yang jangat seperti ini.

“Ian, nih dua suap lagi ....” ucap Ellean.

Ian terdiam sambil memandang ponselnya, membuat Ellean kebingungan.

“Ian ....”

“Kenapa?”

Lelaki itu terlihat menutup ponselnya sambil menghela napas.

“Ke kampus yuk,” ucapnya dengan ekspresi wajah yang datar.

“Ini belum a—“

“Ayo El,” ucap Adrian sambil beranjak.

Ellean lalu menahan lengan lelaki itu.

“Kenapa?”

Adrian menghela napasnya, ia lalu menangkup kedua wajah Ellean.

“Gapapa, ayo berangkat sekarang aja ....