It’s Okay

Buru-buru lelaki itu bergegas saat ia mengetahui keberadaan perempuan itu.

Sejak perjalanan, Kevin bahkan sangat khawatir. Apalagi saat ia mendengar suara tangisan dari perempuan itu.

Kevin berlari di tengah-tengah hujan sore itu.

Lelaki itu segera memeluk tubuh Ellean yang tengah terduduk di dekat halte.

“El,” ucap Kevin sambil berusaha melindunginya dari rintik air hujan.

Perempuannya sedang menangis.

Kevin segera meraih wajah perempuan itu, “El, ada apa?”

Ellean menatap Kevin. Lalu tanpa aba-aba Ellean memeluk erat tubuh Kevin, seolah ia meminta perlindungan.

Kevin terdiam, lalu dengan pelan ia mulai mengusap punggung perempuan itu.

Kevin bahkan tidak mengerti apa yang sedang terjadi.

“El, gue disini, gue disini ....” lirihnya.

“Kevin, jahat, gue jahat ....” lirih Ellean.

“Gue takut, takut banget ....” lirihnya lagi.

“El, ada apa?”

“Kevin, gue takut. Ada orang yang selama ini menderita karena gue, ada orang yang gak bahagia karena hadirnya gue. Kevin .... gue takut,” ucap Ellean.

Tanpa pikir panjang, Kevin memeluk tubuh Ellean, saat netranya melihat banyak ketakutan di dalam diri perempuan itu.

“El, gapapa, gapapa, jangan takut,” ucap Kevin.

“Takut ....”

Kevin semakin mengeratkan pelukannya.

“Gue disini, El,” ucap Kevin.

Di tengah isakannya, Ellean menatap Kevin.

“Kev, salah gue, ya? Di saat orang lain gak ngerasa bahagia, itu semua salah gue, ya? Gue takut ....”

Kevin menatap Ellean, ia lalu terkekeh pelan.

“Kata siapa?”

Kevin mengulurkan tangannya, ia lalu mengusap pelan helaian rambut yang basa terkena air hujan itu.

“El, denger, ya?”

“Setiap orang itu punya porsi bahagianya masing-masing,”

“Gak bisa kita maksa harus bahagia kayak orang lain, gak bisa kita maksa keadaan buat selalu mihak sama kita, gak bisa, El.”

“Semuanya udah di atur, semuanya udah ada jatah buat bahagia ....”

“Tapi, dia bilang, selama ini dia gak pernah bahagia, dia menderita Kev, dan itu semua gara-gara gue. Semuanya gara-gara gue ....” lirih Ellean kembali terisak.

“Hei, liat gue,” ucap Kevin.

“Bukan salah lo, lo gak salah, El.”

“Selama lo gak jahat, selama lo gak ngelakuin hal licik, selama lo hidup sebagaimana harusnya, lo gak gak salah, El. Apalagi jahat, enggak, gak gitu.”

“Mungkin emanh gak semua orang suka sama kita, El. it’s okay semua bukan kehendak kita”

“Ellean, lo gak jahat, lo gak pernah renggut bahagia siapa pun. Kalau pun ada orang yang ngerasa gitu, tandanya dia iri ....”

“Lo tau kan iri? Iya El, dia iri, dia gak pernah bersyukur sama apa yang dia punya. Dia cuma liat kalau definisi bahagia itu kayak orang lain,”

“Gue gak menyalahkan orang itu, El. Wajar kok, wajar dia iri, wajar dia marah.”

“Tapi, El, sadar enggak? Orang yang nyalahin lo atas segala kebahagiaan yang lo punya, dia itu cuma gak mau kalah, dia benci kenyataan kalau ternyata cara dia bahagia itu beda sama lo, dia gak pernah bersyukur sama apa yang Tuhan kasih, padahal dia gak tau kan, keadaan lo sebenernya gimana?”

“Orang-orang cuma liat kita dari luar El, mereka gak bakal tau, kalau sebenernya kita itu gak bahagia, kalau sebenernya kita it terluka. Mereka cuma nyimpulin dari apa yang mereka liat, El.”

“Kevin ....” lirih Ellean.

Kevin menatap Ellean, lalu tersenyum.

“El, jangan nyalahin diri sendiri, ya? Jangan takut, ini bukan salah lo.”

“Kevin ....” lirih Ellean lagi.

Kevin terkekeh, ia lal mengusap pelan air mata yang jatuh di kedua pipi perempuan itu.

“Gue bilang juga apa, lo jelek kalo lagi nangis,” ucap Kevin, membuat Ellean memukulnya pelan.

“Kevin!” Ucap Ellean cemberut.

Kevin terkekeh, “Udah ya, El? Lo jangan takut, ada gue, gue disini, El, selali disini. Jadi, janga takut, ya?” Ucap Kevin yang kemudian kembali mendekap tubuh kecil perempuan itu.

Sambil memeluk Kevin tersenyum pelan.

”Jangan terluka lagi, El, gue sayang sama lo ....” batin Kevin.