Somebody Else

Dengan langkah yang gontai, Adrian berjalan ke tempat itu.

Warung Nasi Goreng Stasiun.

Tempat dimana ia dan perempuan kesayangannya bertemu untuk pertama kali.

Adrian tahu ini salah, ia datang dengan mengendarai motor dalam keadaan setengah sadar.

Adrian terkekeh pelan saat melihat banyak orang disana.

Tidak ada Ellean.

Adrian kembali menaiki motornya, entah kemana ia membawa tubuhnya sendiri.

Hampir lima belas menit Adrian hanya berkeliling tanpa tujuan, hingga akhirnya ia membawa dirinya ke sebuah tempat.

Tempat ini.

Tempat kesukaan Ellean.

Adrian tersenyum, ia lalu mendudukan dirinya di bangku itu.

Adrian membuka ponselnya, lalu memencet nama itu.

Sudah dua kali, namun tidak ada jawaban.

Hingga akhirnya Adrian tersenyum.

“Ellean ....”

I miss you ....” lirih Adrian dalam panggilan itu.

“Ellean i miss you,” lirihnya lagi terdengar begitu menyakitkan.

“Ellean, tahu gak? Aku disini, tempat kesukaan kamu,” ucap Adrian lagi.

Tidak ada jawaban dari sebrang sana, hanya terdengar suara helaan napas.

“Ellean, kita bisa kembali?

”Ian ...” ucap Ellean dari sebrang sana.

Ian terkekeh.

“Sakit, El ....” lirihnya.

“Ellean, ayo kembali, kita ulang dari awal ...”

“Ellean, aku gak bisa,”

“El, i miss you” ucapnya lagi.

”Adrian .... jangan gini,”

Adrian terkekeh, lalu terisak.

Adrian hancur, benar-benar hancur. Ia bahkan tidak menyangka, jika ditinggalkan akan sesakit ini.

“Ellean, rumah kamu yang sekarang nyaman?”

“Kamu baik-baik aja?”

“El, maaf buat semuanya, ayo kembali, El ....” lirihnya sambil terisak.

“Aku gak pernah baik-baik aja, El.”

Demi apapun, Adrian sangat hancur saat ini, ia bahkan menangis sambil berusaha menahan sesak di dadanya.

”Adrian berhenti, kita udah selesai” ucap Ellean.

“Ellean ....”

”Adrian pulang, pulang ian, jangan kayak gini,”

“Ellean, kangen, kangen banget ....”

“Jangan pergi, El, aku mohon,” lirihnya sambil terisak.

“Ellean please ....”

Terdengar suara isakan di sebrang sana.

*”Adrian, berhenti, udah, ya? Kamu pulang, udah malem,”

”Adrian maaf ...” ucap Ellean sebelum akhirnya memutus sambungan telepon itu.

Adrian terdiam, ia kemudian kembali terisak.

Ia menangis kemudian tertawa.

Adrian lalu menjatuhkan dirinya, ia kemudian terisak.

Memori yang dulu ia lalui bersama Ellean tiba-tiba saja terlintas.

Dari mulai hal menyenangkan hingga rasa sakit.

Mau sekeras apapun Adrian menangis, pada kenyataannya ia tetap di tinggalkan. Perempuannya sudah menemukan orang lain yang bahkan jauh lebih baik dari dirinya.

Adrian benci ini, kenyataan jika sekarang ia sendirian.

Adrian benci, sangat benci saat ia tahu jika hanya dirinya yang belum bahagia.

Adrian benci jika Ellean hilang.

Adrian benci saat mendengar Ellean sudah menemukan rumahnya.

Adrian benci itu.

Adrian kemudian kembali terisak.

Dunianya hancur, mimpi-mimpi yang bahkan sudah ia susun rapih sejak dulu kini hanya tinggal sebuah tulisan tanpa arti.

Ellean pergi, perempuannya pergi meninggalkan ia sendirian.

“Ellean ....” lirihnya sebelum akhirnya Adrian tak sadarkan diri.