Tepat pukul 3 sore hari ini, seorang lelaki dengan perawakannya yang tinggi, rambut hitam legam, berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Sejak turun dari mobil, jantungnya berdetak tak karuan. Pasalnya, ia tengah berjalan menuju ruangan di mana Ocean—mantan istrinya di rawat.
Pikirannya berkecamuk, ia berusaha menyusun banyak kalimat untuk nanti ia sampaikan pada Ocean dan juga anaknya Aciel. Ia terlalu memutar otak sampai tidak sadar jika sekarang dirinya sudah sampai di tempat yang dituju.
Dari balik kaca pintu yang kecil, ia bisa melihat jika di dalam sana ada Ocean, Aciel dan juga kedua sahabat Ocean, Agnes dan Jaydan.
Agam, lelaki itu menarik napasnya dalam sebelum alhirnya ia memberanikan diri membuka pintu itu dan lantas membuat semua yang ada di sana menoleh ketika mendengar suara pintu terbuka.
Semua terdiam seketika, yang tadinya ruangan itu penuh perbincangan tiba-tiba saja sunyi saat mereka menyadari kehadiran Agam di sana.
Dengan canggung, Agam melangkahkan kakinya lebih dalam, sampai baru beberapa langkah ia berhenti ketika mendengar Aciel putranya angkat bicara. “Ngapain ke sini?” Tanya Aciel dengan nada suara yang tegas.
Ocean segera meraih jemari Aciel menenangkan. “Ibu yang suruh,” ucap Ocean membuat Aciel menoleh.
“Kenap—“
“Jay, Nes, kalian keluar dulu boleh?” Pinta Ocean memotong ucapan Aciel.
Kedua orang yang dipanggil namanya itu tanpa basa-basi langsung keluar, menyisakan Agam, Aciel dan Ocean.
Agam menghela napasnya sebelum akhirnya ia memutuskan untuk duduk di ruangan itu.
Hening untuk beberapa saat. Sampai akhirnya Ocean angkat bicara.
“Jadi apa yang mau kamu obrolin, Gam?” Tanya Ocean.
Agam yang tadinya menunduk lantas menoleh pada Ocean yang duduk bersandar di ranjang rumah sakit itu, dengan infus yang masih menancap di tangan kanannya.
Agam tak langsung menjawab, ia perhatikan Ocean dalam.
Sesak, rasa sesak tiba-tiba menyeruak.
“Kenapa diem aja? Ibu nanya, Yah,” sahut Aciel kesal.
“Ayah …,” Agam menggantungkan ucapannya.
Hening.
“Kenapa?”
Agam menarik napasnya dalam. “Ayah, mau minta maaf,” ucap Agam menunduk.
Aciel berdecih mendengar ucapan Agam, sedangkan Ocean hanya terdiam.
“Ayah nggak baca ya apa yang aku bilang sebelumnya?” Tanya Aciel.
“Minta maaf sekarang itu buat apa, Yah?” Tanya Aciel lagi.
“Ayah minta maaf, minta maaf untuk semua kesalahan Ayah sama kamu, sama Ibu kamu. Ayah sadar, kalau Ayah memang buruk selama ini. Tapi Ayah gak bisa tegas sama keputusan Ayah sendiri. Maaf, maafin Ayah …,” ucap Agam.
Lagi-lagi Aciel hanya berdecih sambil memalingkan wajahnya.
“Semua kesalahan Ayah tuh yang mana aja sih, Yah?”
“Coba jabarin.”
“Kesalahan Ayah karena udah bikin masa depan Ibu hancur? Kesalahan Ayah karena udah bikin aku lahir ke dunia dan nyusahin Ibu? Kesalahan Ayah pas milih buat pisah sama Ibu? Kesalahan Ayah karena Ayah selalu jadi alasan buat rasa sakit Ibu? Kesalahan Ayah yang milih buat nikah lagi sama perempuan pilihan nenek? Kesalahan Ayah yang gak berusaha buat nyari dan ngerangkul aku? Kesalahan Ayah yang ternyata gagal milih jalan hidup? Atau kesalahan yang mana, Yah? Coba sebutin.” Aciel terus melontarkan pertanyaan pada Agam dengan wajahnya yang mulai memerah.
“Kok diem, Yah?”
Aciel terkekeh. “Yah, ngapain, sih? Emang dengan Ayah kayak gini, bisa merubah semua? Ayah bisa ngembaliin semua yang udah Ayah rusak? Gak bisa, kata maaf yang ribuan kali keluar dari mulut Ayah gak bisa ngembaliin semua yang udah Ayah rusak.”
Agam terdiam.
“Sekarang tujuan Ayah apa? Ayah datang ke sini setelah ada masalah sama rumah tanggak Ayah. Terus hubungannya sama Ibu dan Aku, apa?”
Agam menoleh pada Aciel dan Ocean bergantian.
“Ayah …”
“Ayah nyesel ninggalin kalian dan malah nurut sama semua permintaan Bunda, dulu.”
Agam tiba-tiba saja menangis.
“Ayah …”
“Ayah payah, maaf, maafin Ayah …,” lirih Agam.
“Sekarang Ayah sadar, kalau yang Ayah pilih itu salah.”
Agam beranjak dari duduknya dan mencoba mendekat pada Aciel dan Ocean, namun Aciel menolak dengan mendorong Agam menjauh.
“Di situ aja, jangan deket-deket.”
Ocean sejak tadi hanya terdiam. Semua hal menyakitkan muncul lagi di pikirannya.
“Ocean …” panggil Agam.
“Boleh kasih saya kesempatan buat perbaikin semuanya?” Tanya Agam membuat Ocean menoleh dan Aciel merasa terkejut dengan permintaan Agam.
“Apalg—“ ucapan Aciel terpotong.
“Nak, boleh Ibu bicara berdua sama Ayah?” Pinta Ocean.
Aciel hanya menghela napasnya lalu tanpa berbicara lagi ia pun keluar meninggalkan Ocean dan Agam.
Agam kini berhadapan dengan Ocean yang berada di bangsal.
“Ce, maaf,” ucapnya.
Ocean menghela napas.
“Sini, Gam,” ucap Ocean membuat Agam duduk di kursi di samping tempat Ocean.
Ocean memperhatikan Agam dalam. Semua memori perihal Agam berputar di kepalanya. Dari mulai hal menyenangkan sampai hal menyakitkan.
“Gam,” ucap Ocean, perlahan jemarinya bergerak mengusap puncak kepala Agam, membuat lelaki itu terdiam memejamkan matanya.
Usapan ini, usapan yang dulu menjadi hal kesukaan Agam.
“Kamu kurusan ya,” ucap Ocean tersenyum.
Agam membuka matanya dan melihat sebyjm itu.
Sial.
Rasa sesak, rasa bersalah, rasa rindu, semuanya bercampur satu.
Agam pikir, perasaan ini sudah menghilang, ternyata belum. Hanya tertimbun saja.
“Oce.”
“Hmm.”
“Jangan sakit …,” gumam Agam dan memberanikan dirinya mengusap wajah Ocean.
Ocean hanya tersenyjm. “Iya nggak, cuma kecapean.”
Air mata keluar, Agam menangis.
“Maaf, maafin aku …” lirihnya.
Ocean menarik napasnya dalam.
“Gam … jangan minta maaf lagi, ya?”
“Nggak capek?”
Agam terisak, ia menunduk lalu menggeleng pelan.
“Aku capek, capek banget. Jadi kamu gak perlu minta maaf lagi, ya?”
“Semua hal, semua hal baik itu yang menyenangkan atau menyakitkan sekalipun jangan diungkit lagi. Udah, ya udah cukup.”
“Aku, udah maafin kamu, semuanya udah aku maafin. Jadi aku harap kamu juga berhenti buat minta maaf atas semua hal yang berkaitan sama aku, ya?”
“Kamu gak payah, hebat kok. Kamu hebat jadi suami, walaupun bukan sama aku. Kamu juga hebat juga jadi Ayah buat anak-anak kamu. Buktinya Aciel selalu banggain kamu dari kecil,” ucap Ocean mengusap Agam yang menangis.
“Bisa nggak?” Tanya Agam.
“Apa?”
“Kasih aku kesempatan sekali lagi aja, buat perbaikin semuanya, boleh “
Ocean menatap Agam lantas ia menggeleng.
“Udah selesai, Gam. Gak ada yang perlu diperbaikin kok. Baik aku atau kamu, kita udah punya jalan masing-masing. Kamu, gak perlu berusaha memperbaiki apa yang udah rusak dan hilang di masa lalu. Karena walaupun kamu coba perbaikin, itu gak akan sama
lagi. Jadi, daripada waktu kamu habis cuma buat memperbaiki yang udah terlanjur rusak dan mati, mending kamu tata kembali semua hal yang ada di depan mata. Jangan lihat aku, aku cuma bagian dari masa lalu kamu, Agam,” ucap Ocean tersenyum.
“Makasih ya karena udah berani datang ke sini.”
“Maafin aku juga karena semoat egois dan milih buat ngejauhin kamu sama Aciel.”
Ocean menarik napasnya dalam.
“Sekarang aku udah punya Jauzan. Dia, orang yang paling keras mencintai aku sekarang. Jadi aku harap, kamu paham, kalau duniaku nggak akan selalu ada buat kamu.”
Agam terdiam, rasanya terlalu sesak.
“Pulang ya? Udah aku maafin kok,” ucap Ocean lagi.
Agam mencoba menatap Ocean.
“Gak bisa, ya?”
Ocean menggeleng.
Agam menarik napasnya dalam lalu terpaksa ia mengangguk dan tersenyum.
“Maaf ya karena sudah lancang meminta kamu untuk ngasih satu kesempatan,” ucap Agam.
Agam kemudian beranjak dari duduknya dengan dadanya yang terasa sesak.
“Makasih Ocean,” ucap Agam.
“Untuk?”
“Makasih karena senyum kamu masih sama hangatnya kayak dulu,” ucapnya tersenyum.
Ocean menatap Agam.
“Aku pamit kalau gitu. Nanti kalau Aciel sudah tenang, aku bakal coba bicara lagi biar dia bisa maafin aku.”
Ocean mengangguk lalu tak lama Agam pun melangkahkan kakinya keluar meninggal Ocean sendiri di sana.
Lantas, seiiring dengan langkah kakinya Agam hanya bisa meratap dan menyesali semuanya.
Aku sudah kehilangan banyak hal. Tapi aku gak pernah sadar, kalau kehilangan kamu, aku sehancur itu ternyata.