Palsu
Waktu menunjukan pukul 2 dini hari. Lelaki itu masih duduk di luar teras rumah dan menyesap rokoknya.
Sudah lama sekali ia tidak menikmati asap rokok ini. Bahkan ia sudah habis 6 batang rokok hanya dalam waktu 2 jam.
Agam menghela napasnya, kemudian tak lama ia berdiri dari duduknya dan memilih masuk ke dalam rumah.
Langkah Agam terhenti ketika melihat potret dirinya, Lestari dan juga Nadin yang terpajang. Ia menarik napasnya dalam berusaha menahan sesak yang menyeruak.
Agam kembali melangkahkan kakinya menuju kamar putrinya.
Dibukanya pintu itu perlahan, dan Agam menghampiri Nadin yang tengah tertidur pulas.
Lelaki itu duduk di tepian tempat tidur Nadin. Matanya santat fokus memperhatikan Nadin. Jemari Agam perlahan bergerak mengusap helaian rambut putrinya itu. Lalu diam-diam ia menangis.
“Nak …,” lirihnya
“Papa sayang sekali sama kamu. Kamu anak Papa, putri Papa, dunianya Papa,” ucap Agam menahan tangisnya.
Demi apapun rasanya sakit sekali.
Agam menangis dalam diam sambil mengusap dan mengecup Nadin berkali-kali.
“Papa bertahan selama ini demi kamu. Kalau aja gak ada kamu, Papa gak bakal bisa bertahan sampai sekarang, Nak,” ucap Agam lagi.
Demi Tuhan, Agam sangat menyayangi Nadin. Ia rela memberi semua hal yang ia punya di dunia ini untuk putri kecilnya ini.
Namun, dunia Agam seakan hancur ketika ia dihadapkan pada kenyataan bahwa ternyata Nadin bukan putri kandungnya.
Agam memang belum tahu kenyataannya. Tapi mendengar hal ini dunia Agam rasanya runtuh.
Kalau memang benar Nadin ini bukan putri kandungnya. Lantas untuk apa ia bertahan seperti ini?
Kalimat itu terus saja berputar di kepala Agam.
Agam kembali mencium Nadin penuh sayang.
“Maaf ya, Nak …,” gumam Agam sebelum akhirnya ia memilih pergi dan berjalan menuju kamar Aciel.
Agam menghela napasnya panjang sebelum akhirnya ia membuka pintu kamar tamu yang ditempati oleh Aciel.
Agam sedikit terkejut lantaran ia melihat Aciel masih terbangun.
Aciel yang sedang memainkan ponselnya terkejut ketika melihat Agam masuk.
“Kenapa belum tidur, Nak?” Tanya Agam menghampiri dan duduk di tepian tempat tidur.
Aciel hanya menyerengeh. “Belum ngantuk, Yah, hehe,” ucapnya.
Agam tersenyum, ia memperhatikan Aciel dalam.
Tangannya bergerak mengusap wajah Aciel penuh sayang.
“Kenapa, Yah?”
Agam menggeleng. “Gapapa,” jawab Agam tersenyum.
Aciel menatap Agam begitu juga sebaliknya.
Suasana saat ini terasa sangat berbeda. Ada sesuatu yang membuat hati Agam dan Aciel terasa ngilu.
“Yah …,” panggil Aciel.
“Hmm?”
Sebenarnya, banyak sekali pertanyaan yang ingin Aciel tanyakan pada Agam. Apalagi perihal alasan Agam menceraikan Ocean. Sebab tadi ketika Agam sedang bertengkar dengan Lestari. Aciel mendengar jika mereka menyebut nama Ocean berkai-kali. Namun setelah dipikir lagi, bukan waktunya untuk ia bertanya, alhasil ia urungkan.
Alih-alih menanyakan alasan-alasan itu. Aciel justru mengatakan.
“Boleh aku meluk, Ayah?” Tanya Aciel.
Agam terdiam sejenak, sebelum akhirnya ia mengangguk dan membiarkan Aciel memeluknya.
Demi apapun, rasanya sakit sekali ketika Agam membiarkan Aciel memeluknya.
Tiba-tiba saja kejadian masa lampau terlintas. Dada Agam terasa nyeri. Apalagi ia teringat ketika Aciel masih kecil.
Seharusnya, Agam ada di sampingnya. Menemani Aciel tumbuh sampai sebesar ini.
Seandainya saja Agam tahu, seandainya dulu Agam tidak gegabah. Mungkin ia tidak akun hancur seperti ini.
Dalam pelukan itu Agam menangis tanpa suara.
“Ayah …,” ucap Aciel.
“Aku nggak pernah tau gimana sosok Ayah selama ini, karakter Ayah, diri Ayah, semua hal tentang Ayah, aku gak tau. Tapi aku boleh nggak bilang ini?”
Dalam pelukan itu Agam mengangguk. “Boleh, apa?”
“Aku sayang Ayah …,” ucap Aciel yang juga menahan tangisnya.
Mendengar itu perasaan sakit yang tengah ia tahan perlahan terasa semakin menyakitkan.
Aciel bisa merasakan jika Agam menangis.
“Maafin Ayah, ya, Nak …,” gumam Agam.
Lagi-lagi kesalahan-kesalahan yang dulu Agam lakukan kepada Ocean dan Aciel terlintas.
Bisa-bisanya ia melepaskan dua orang yang mencintainya tulus.
Dan sekarang, ketika Agam pikir hidup yang ia jalani sekarang dipenuhi ketulusan, nyatanya salah. Semuanya salah.
Palsu. Semua cinta yang Agam dapatkan hanya omong kosong.
Bodoh, Agam bodoh.