Kesayangan Ayah.

Dini hari, terdengar suara pintu rumah terbuka, menampakan Agam yang berjalan perlahan memasuki rumahnya.

Agam menghela napasnya ketika melihat sekitar. Rasanya berbeda, dingin mencekam.

Lelaki itu kemudian menutup pintu dan menguncinya, perlahan ia berjalan ke arah tempat tidur Nadin—putrinya.

Sesak, rasanya sesak sekali. Apalagi ketika ia menyadari jika Nadin, putri yang ia besarkan dengan sepenuh hati, putri yang ia jaga dan rawat dengan susah payah, ternyata bukanlah darah dagingnya.

Hancur semuanya, dunia Agam rasanya sangat hancur.

Mati-matian ia bertahan, mengesampingkan egonya supaya kesalahannya perihal meninggalkan tidak terulang kembali.

Sudah mati-matian Agam mengorbankan banyak hal, namun ternyata balasannya tidak setimpal. Malah rasa sakit dan kehancuran yang Agam terima. Sebab kenyataannya, ia dikhianati.

Setelah kejadian di mana Agam mengetahui fakta ini, ia terus merenung dan menyadarkan dirinya jika memang semua hal yang ia dapatkan saat ini adalah buah dari apa yang ia tanam sebelumnya.

Ia sudah menyakiti Ocean berkali-kali, dan sekarang rasa sakit itu berbalik pada Agam.

Ingin sekali Agam mengulang waktu, namun kenyataanya tidak akan pernah bisa.

Hanya penyesalan dan rasa sakit yang tersisa.

Saat ini, Agam tengah duduk di tepian ranjang Nadin yang tengah tertidur pulas. Air matanya jatuh begitu saja. Tangannya terulur, mengusap puncak kepala anak itu.

“Maafin Ayah, ya. Maafin Bunda juga,” ucap Agam pelan.

“Maaf karena kamu harus punya orang tua seperti kami.”

Air mata Agam jatuh berkali-kali, ia tak kuasa menahan tangisnya.

Pelahan ia mencium kening Nadin dengan tulus.

“Anak Ayah, Putri kesayangan Ayah,” ucap agam lagi.

Agam mengusap wajah Nadin pelan, ia benar-benar sesak ketika lagi-lagi ia sadar, jika putri kecilnya ini bukanlah darah dagingnya.

“Selamanya kamu akan jadi putri Ayah. Meskipun nanti ke depannya Ayah gak tahu harus bagaimana,” gumam Agam kemudian ia kembali mencium kening Nadin yang tidak sedikitpun terbangun karena kehadiran Agam.

Perlahan Agam beranjak dari sana dan segera keluat menutup pintu kamar itu. Lantas setelah itu, Agam pergi menuju kamarnya, berniat membawa semua pakaian dan beberapa barang dari sana.