Kuat
Sudah beberapa hari berlalu sejak kejadian kecelakaan itu. Jauzan yang saat ini berada di ruang perawatan hanya bisa berbaring setelah sebelumnya ia tersadar.
Semua orang berkumpul di sana. Ada Ocean, Isya, Aciel, Jema, Jaydan, dan juga Agnes.
Ocean duduk di kursi roda dengan infusan yang masih menempel di tangannya, sebab ia juga sedang dalam perawatan.
“Sudah tahu,” ucap Jauzan melihat ke arah orang-orang.
Jaydan menghela napasnya. “Gue udah cari tau juga,” ucap Jaydan menyahut membuat Agnes dan Ocean keheranan.
“Maksudnya apa?” Tanya Ocean.
Jauzan yang masih lemas menatap Ocean dan tersenyum.
“Nggak apa, nanti sebentar lagi kamu tahu,” jawav Jauzan.
“Apasih, baru juga sadar udah main rahasia,” ketus Ocean membuat Jauzan terkekeh pelan.
“Maaf, udah bikin kalian khwatir,” ucap Jauzan lalu menatap satu persatu.
Isya—putri Jauzan, hanya bisa berdiri menahan tangisnya.
“Ayah …,” ucap Isya.
Jauzan tersenyum. “Ayah gap—“
Tiba-tiba saja Isya menangis dan memeluk Jauzan membuat Jauzan sedikit meringis.
“Ayah jangan sakit. Isya takut, takut ditinggalin Ayah. Takut Ayah ninggalin Isya kayak Bunda,” ucap Isya menangis.
Semua orang di sana terdiam, begitu juga Ocean yang perlahan mendekat dan mengusap pundak Isya.
Jauzan hanya tersenyum. “Ayah ini ada. Ayah nggak pergi. Maaf, ya,” ucap Jauzan lalu mencium puncak kepala Isya.
Aciel yang berdiri tak jauh dari sama sedikit terenyuh ketika melihat Jauzan memeluk Isya. Terasa sekali kasih sayang seorang anak.
Aciel berusaha memalingkan wajahnya menahan tangis.
Jema yang berdiri di samping Aciel melirik. Kemudian dengan iseng Jema angkat bicara.
“Om, si Ciel nangis tuh,” ucap Jema membuat Aciel segera memberikan tatapan kagetnya.
Jauzan dan Ocean menoleh pada Aciel dan benar saja matanya memerah.
“Apaan anjing nggak,” sangkal Aciel sambil memukul pundak Jema, membuat anak itu tertawa.
“Ciel,” panggil Jauzan.
“Sini …,” pintanya.
Aciel terdiam sejenak.
“Sini,” lagi, pinta Jauzan.
Perlahan Aciel mendekat kemudian Jauzan merai Aciel untuk ia bawa ke dalam pelukannya.
Lantas tanpa aba-aba air mata Aciel pun jatuh. Ia menangis tanpa suara.
Jauzan memeluk Isya dan Aciel dengan hati-hati.
Ocean yang melihat pemandangan itu lantas ikut terharu.
Jauzan melirik Ocean dan ia pun menyuruh Ocean mendekat. Dengan susah payah Jauzan mencoba merangkul tiga orang itu. Walau ia harus menahan sakit.
“Heh awas itu kaki si Jauzan patah,” sahut Jaydan. Jema berdecak.
“Ah elah, ganggu momen aja lu,” ucap Jema, membuat semua orang tertawa.
“Ela elu ela elu, gua bapak lu ye,” ucap Jaydan pada Jema dan lagi-lagi membuat semuanya tertawa.
Ocean hanya menggelang lantas ia mengusap tangan Jauzan.
Isya dan Aciel melepas pelukannya dan kembali berdiri ke tempat semula.
“Syukur, yang terjadi sama kamu gak terlalu parah,” ucap Ocean.
“Jantungny sampai sakit Mas, denger kamu kecelakaan gini,” ucap Ocean lagi.
“Maaf,” ucap Jauzan.
“Yang penting aku baik-baik aja. Aku kuat, kan ada yang harus aku jagain. Jadi Tuhan ngasih aku kekuatan buat bangun,” ucapnya tersenyum.
Jauzan kemudian menatap Jaydan. “Makasih juga Dan, udah mau bantuin dari awal sebelum ada kecelakaan ini,” ucap Jauzan.
Jaydan mengangguk.
“Bentar lagi juga kebongkar kok,” ucapnya.