Minta Maaf

Waktu menunjukan pukul 7 malam. Di rumah itu hanya ada dirinya dan juga Nadin yang sedang menonton televisi. Sedangkan Aciel bermain ponsel di dekat Nadin.

Aciel melirik jam, ia kemudian menghela napasnya. Aciel bosan.

Aciel melirik ke arah Nadin, yang tengah asik menonton televisi sambil memainkan boneka kesayangannya.

Nadin sadar jika Aciel memperhatikannya. “Kenapa kok liatin Nadin?”

Aciel terkekeh, cara bicara Nadin lucu pikirnya. “Gapapa, seru banget nonton tvnya,” ucap Aciel membuat Nadin mengangguk.

“Boleh Kakak duduk di deket Nadin, gak?” Tanya Aciel membuat Nadin mengangguk.

Aciel segera pindah setelah mendapat persetujuan dari Nadin, lantas ia menciumnya.

Aciel dan Nadin kini mengobrol, bahkan mereka tertawa bersama.

“Ih sebentar mau minum susu dulu,” ucap Nadin yang kemudian segera turun dari sofa.

Namun baru saja ia turun, ketika melangkan Nadin terjatuh sebab ia tak sengaja menginjak kaki Aciel.

Nadin terjatuh cukup keras membuat Aciel terkejut.

Nadin menangis, buru-buru Aciel menggendongnya.

“Bunda!” Teriaknya menangis dalam gendongan Aciel.

“Mana yang sa—“

“NADIN KENAPA?!” Tiba-tiba saja terdengar suara teriakan dari arah belakang Aciel dan ternyata itu Lestari.

Melihat Nadin menangis, buru-buru Lestari menggendong Nadin dan mendorong Aciel.

“KAMU NGAPAIN BIKIN NADIN NANGIS?” Tanya Nadin berteriak dengan wajahnya yang memerah.

Aciel mengangkat sebelah alisnya.

“Dia jatuh sendiri, bukan aku yang bikin nangis.”

“Udah awas, awas. Bikin celaka anak saya aja,” ucap Lestari dengan amarahnya.

“Bisa gak, jangan bikin onar di rumah orang?!” Tanya Lestari lagi.

“LIAT ANAK SAYA JADI JATUH GINI!”!

“Lah orang bukan salah aku,” ucap Aciel membela diri.

“Dia yang—“

Belum sempat Aciel menyelesaikan kalimatnya. Lestari tiba-tiba menangis dan berjalan menghampiri Agam yang ternyata baru saja pulang.

“Mas, liat Nadin jatuh, aku kaget banget, Mas,” ucap Lestari menangis sambil menggendong Nadin.

Agam terlihat panik, apalagi mendengar tangisan Nadin putrinya.

“Mana yang sakit, Nak? Kok bisa?”

“Dia keple—“

“Tadi dia lagi main sama Aciel, terus pas aku dateng Nadin udah nangis. Aku gak ngerti lagi kenapa bisa kayak gini,” ucap Lestari lagi.

“Dia kepleset, Yah. Kena kaki aku. Mana aku tau di bakal jatuh,” ujar Aciel membela diri.

Lestari menatap Aciel. “Udahlah, gak usah banyak alasan. Liat Mas, anakmu itu bikin Nadin kesakitan.”

Agam menghela napasnya, ia sangat lelah sebab tadi di klinik pasien yang datang lebih banyak dari biasanya.

Agam menatap Aciel.

“Nadin digimanain sama kamu?” Agam bertanya.

Aciel terdiam, ia benar-benar terkejut dengan respon Agam.

“Lah, Yah. Kan udah aku bilang. Dia kepleset,” jelas Aciel.

“Bohong Mas,” sambung Lestari.

“Apa deh Tan, kok bohong. Nyatanya emang gitu.”

“Kamu kalau gak suka sama Saya bilang, jangan malah nyakitin anak saya.”

“Udah cukup,” ucap Agam memijat keningnya.

“Minta maaf sama Nadin, Ciel,” ucap Agam tiba-tiba.

Mendengar itu Aciel lantas mengerutkan keningnya. Kenapa harus dirinya yang minta maaf?

“Ayah gak percaya, aku?”

“Ya emang ini salah kamu,” sahut Lestari.

Aciel menatap Agam. Tatapannya sulit diartikan. Lantas tanpa basa-basi Aciel memilih berbalik arah ke kamarnya.

“Ngapain minta maaf orang gak salah.”

“ACIEL!”

“Terserah,” ucap Aciel yang langsung masuk ke kamarnya dan menutup pintunya dengan keras.

“Anjinglah,” umpat Aciel di dalam kamar.