Pulang

Di sisi lain, Aciel dan Jema baru saja sampai di Rumah Sakit setelah menepuh perjalanan hampir 10 jam.

Jema langsung duduk di kursi ruang tunggu dekat dengan ruang rawat inap, sedangkan Aciel, anak itu buru-buru masuk ke dalam ruang rawat inap.

Tubuh Aciel terpaku ketika melihat Ocean terbaring dengan alat monitor juga infusan di tubuhnya.

Di ruangan itu ada Agnes dan juga Jaydan yang tengah tertidur.

Agnes sadar akan kehadiran Aciel lantas ia pun lamgsung bergegas memeluk Aciel.

Mata Aciel taj lepas dari Ibunya. Perlahan ia mendekat.

“Ibu …,” gumamnya.

“Ibu lagi istirahat, gapapa, Nak,” ucap Agnes pada Aciel.

Perlahan Agnes melepaskan pelukannya dan membiarkan Aciel duduk di samping Ocean.

Aciel menatap, perlahan tangannya bergerak mengusap. Lantas tak lama ia pun memeluk Ocean dari samping.

“Ibu maaf …,” lirih Aciel kemudian ia menangis pelan.

“Maaf kemarin Aciel ninggalin Ibu. Maaf Aciel sempet bentak dan marah sama Ibu.”

“Ibu bangun …,” lirih Aciel lagi.

Demi apapun rasanya sesak dan menyakitkan ketika melihat keadaan Ibunya yang seperti ini.

Seandainya saja waktu itu Aciel tidak termalan egonya sendiri. Pasti semua ini tidak akan terjadi.

Aciel menunduk menahan tangisnya yang terus saja memaksa keluar. Tiba-tiba saja ucapan sang Ayah terlintas mengenai dirinya yang merupakan anak di luar pernikahan sah.

Aciel memukul kepalanya berkali-kali.

Aciel menatap Aciel dan kembali mengusap.

“Ibu, ternyata di sini yang egois itu aku ya, Bu? Bukan Ibu.”

“Maaf, maaf seribu maaf karena aku pikir alasan Ibu buat pisah sama Ayah itu sepele.”

“Kenapa Ibu gak pernah bilang?”

Isakan terdengar. Agnes yang menyadari itu memilih membangunkan Jaydan lantas mereka berdua pun ke luar memberi ruang untun Aciel di sana.

Setelah Agnes dan Jaydan pergi, Aciel kembali menatap sang Ibu dan mengusapnya penuh sayang.

“Bu bangun … aku mau cerita banyak hal lagi,” ucap Aciel.

Sesak sangat sesak.

Isakan memenuhi ruangan itu. Aciel sudah berusaha menahannya namun rasanya tetap sakit.

“Bu …”

“Ibu malu nggak punya aku?” Tanya Aciel pada Ocean yang matanya masih terpejam itu.

Aciel menangis.

“Maafin Aciel ya Bu udah bikin hidup Ibu jadi susah karena harus ngelahirin aku, harus ngebesarin aku, aku nanggung malu karena ada aku di hidup Ibu …,” ucap Aciel yang perlahan meremat tangannya berusaha menahan sakit luar biasa.

“Ibu … bangun …,” lirih Aciel lagi.

“Ibu bakalan bangun, kan? Gak bakal ninggalin Aciel, kan, Bu?” Tanya Aciel meskipun tauu Ocean tidak akan menjawab.

Aciel memeluk Ocean kemudian mencium wajah sang Ibu penuh sayang.

“Bu, ternyata memang tempat pulang paling aman itu Ibu. Gak ada lain tempat lain selain hangatnya peluk Ibu. Bahkan di rumah Ayah yang aku pikir bakalan hangat, ternyata nggak, Bu. Di sana dingin gak sehangat kalau aku sama Ibu.”

Aciel menarik napasnya dalam.

“Aciel sayang sama Ibu. Maaf Bu maaf seribu maaf.”

“Jangan kemana-mana dulu ya Bu. Ibu harus bangun.”

“Maaf kalau aku banyak maunya.”

Aciel mengecup kening Ocean dan kembali memeluknyaa.

Sekarang ia paham. Bahwa memang tempat paling aman untuk pulang, tempat paling nyaman, dan tempat yang selalu mampu memberikan kasih sayang sebesar itu hanya Ibu.

Dan Ibu, ia akan selalu membuka pintu rumah bagi anak-anaknya.