Terdengar riuh piuh orang-orang di tempat itu, diiringin musik yang mengalun merdu, membuat suasana pagi itu terasa lebih hangat dan romantis.
Nuansa dekorasi warna-warna pastel yang membuat tempat itu terlihat sangat sederhana namun mewah.
Banyak sekali orang yang datang. Itu semua termasuk orang-orang terdekat dari masing-masing keluarga.
Terlihat juga disana tiga orang lelaki memakai setelan jas hitam serta satu orang perempuan dengan gaun berwarna putihnya yang sederhana. Mereka berempat melambaikan tangannya ke arah Haikal yang tengah berdiri di depan.
“KAL!” Teriak Yara pada Haikal, membuat Haikal menoleh dan terkekeh pelan sebab di hadapannya itu ada teman-teman baiknya yang selalu ada untuk dirinya sejak dulu.
“SEMANGAT!” Teriak Yara lagi.
Haikal hanya terkekeh, kemudian ia melambaikan tangannya kepada keempat sahabatnya itu.
Zidan mengacungkan jempol, pertanda ia bangga pada Haikal sebab ia sudah berhasil mencapai titik ini. Titik dimana Haikal berdiri di sebuah tempat untuk meminang satu-satunya perempuan yang sejak dulu ia cintai.
Netra Haikal menelisik setiap sudut tempat itu. Terasa sekali angin menusuk kulitnya, membuat tunuhnya sedikit bergetar.
Haikal berusaha menetralkan pernapasannya, karena sejak ia duduk disana menunggu kedatangan perempuannya jantunganya selalu saja berdetak sangat cepat dari biasanya.
Haikal menarik napasnya kemudian membuangnya dalam, tangannya bahkan sedikit berkeringat dan bergetar.
Hari ini, ya?
Hari yang sejak dulu Haikal impikan kedatangannya. Hari dimana ia nanti akan berdiri di hadapan sekua orang dan mengucap janji untuk bisa hidup bersama dengan perempuan kesayangannya, Ralita.
Dulu sekali, sebelum kejadian dimana Ralita meninggalkannya. Haikal selalu berangan-angan setiap kali ia mengingat Ralita.
Angan-angan perihal Haikal yang akan menjadikan Ralita satu-satunya perempuan yang akan ia nikahi.
Sejak dulu, Haikal sering berangan-angan tentang itu.
Haikal tidak pernah berpikir, jika waktu itu ia akan kehilangan Ralita. Dan juga, Haikal tidak pernah berpikir, bahwa setelah banyak sekali perpisahan, setelah banyak sekali luka, ia akhirnya bisa kembali pada rumahnya yang pertama.
Demi apapun, setelah kehilangan Ralita waktu itu, Haikal tidak pernah jika ia akan kembali pada perempuannya. Sebab saat itu, meskipun Haikal masih terbayang tentang Ralita, ia sama sekali tidak membayangkan bahwa hari ini akan datang.
Sungguh, lagi-lagi takdir Tuhan ini benar-benar luar biasa.
Dua insan yang sempat terpisah, dua insan yang sempat saling merelakan, dua insan yang sama-sama sempat saling mendoakan kebahagiaan masing-masing. Kini, dua insan itu kembali bersama.
Terlalu mustahil dibayangkan, namun memang seperti ini kenyataannya.
Haikal kembali menghela napasnya, berusaha menenangkan kepanikannya.
Acara di mulai, dimana kini, pembawa acara pun mempersilahkan sang wali masuk untuk melakukan akad pernikahan.
Haikal mulai duduk di antara beberapa orang, dengan sang ayah di sampingnya dan juga ayah dari perempuannya berada di hadapannya.
Haikal menatap netra Adinegara.
Dua orang di dekat Haikal berbicara, dan mulai menuntun Haikal untuk mengucap ijab kabul pernikahan itu.
Digenggamnya tangan itu, Haikal kemudian menarik napasnya dalan.
Netra Adinegara menatap Haikal dengan tatapan penuh harap dan penuh kepercayaan.
Hening beberapa saat, hingga akhirnya dengan satu kali tarikan napas, dan dengan suara yang lantang, Haikal berucap.
“Saya terima nikah dan kawinnya, Ralita Angkara binti Adinegara dengan mas kawin seperangkat alat salat dan uang dibayar tunai!” Haikal berucap dengan tangannya yang sedikit bergetar.
“Bagaimana hadirin, sah?”
“SAH!” Ucap semua orang disana diiringi tangis haru.
Haikal menghela napasnya, ia berusaha menahan tangisnya.
Demi apapun tangis haru benar-benar memenuhi tempat itu. Haikal benar-benar berhasil meminang perempuannya secara sah. Di depan kedua orang tuanya, di hadapan semua orang. Haikal berhasil mengatakan itu.
Di sampingnya ada Haksara yang juga tersenyum bangga pada putra bungsunya itu.
Haikal menatap Haksara, kemudian ia mengangguk menandakan bahwa ia baik-baik saja.
“Anak ayah hebat,” gumam Haksara.
Haikal kembali membuang napasnya lega, kemudian ia menatap Adinegara.
Lelaki paruh baya it tersenyum pada Haikal, kemudian ia mengangguk menandakan jika semua berjalan baik.
“Tolong jaga anak saya, ya?” Gumam Adinegara yang dibalas anggukan oleh Haikal.
-
Acara ijab kabul sudah selesai, kini Haikal berdiri di depan sana, menunggu perempuannya datang. Untuk saling berucap janji di hadapan semua orang.
Netra Haikal terfokus ke depan, ke arah dimana Ralita datang.
Alunan musik terdengar sangat merdu dan romantis.
Semua orang disana mengarahkan atensinya pada seseorang yang tengah berjalan dengan di dampingi dua orang prianya.
Di hadapan sana, di hadapan Haikal. Ralita tengah berjalan dengan gaun putih dan juga senyum cantiknya.
Perempuan itu berjalan sambil menggenggam dua tangan lelaki yakni ayah dan sang kakak.
Haikal menatap Ralita dengan tatapan kagum sekaligus haru. Lelaki itu tidak dapat membendung air matanya.
Haikal menangis, ia menangis kala melihat perempuan cantik kesayangannya sedang berjalan ke arahnya.
Semua orang disana bahkan menatap kagum, sebab Ralita terlihat sangat cantik, dengan balutan gaun putih yang terlihat sederhana namun benar-benar indah dan berkelas.
Ralita berjalan pelahan, netranya terfokus pada Haikal yang tengah berdiri di depan sana. Perempuan itu tersenyum pada Haikal.
Butuh waktu beberapa saat hingga akhirnya Ralita dan Haikal saling berhadapan disana.
Haikal tersenyum sambil menghadap kepada Ralita, begitu pula Ralita yang tersenyum pada Haikal.
Perlahan jemari Haikal bergerak mengusap wajah Ralita lembut.
“Cantik banget,” ucap Haikal dengan air mata yang mengalir.
Ralita terkekeh pelan, kemudian ia mengusap air mata Haikal. “Jangan nangis ....” lirihnya tersenyum.
Demi Tuhan, Haikal benar-benar mencintai Ralita.
Acara selanjutnya di mulai, dimana mempelai pria akan mengucapkan kata-kata terima kasihnya.
Di mulai dari Haikal. Lelaki itu kini berdiri sambil menghadap ralita, dengan microphone ditangannya.
Haikal tersenyum, kemudian ia menghela napasnya dalam.
“Untuk Ralita Angkara, perempuan yang sudah lama saya cintai ....” ucap Haikal membuat semua orang terdiam. Hanya ada suara Haikal dan juga alunan musik yang mengiringi.
“Ta ....”
“Terima kasih, terima kasih karena sudah bersedia menerima pinangan saya. Terima kasih karena sudah bersedia menjadi tempat pulang saya sampai nanti kita menua.”
Haikal menatap Ralita dengan penuh ketulusan, sedangkan Ralita menatap Haikal sambil menahan tangisnya.
“Ta ...”
“Setelah banyak kesusahan, setelah banyak luka, setelah banyak perpisahan. Akhirnya saya sampai di titik ini. Titik dimana saya berhasil menjadikan kamu satu-satunya dan akan tetap menajdi satu-satunya,” ucap Haikal.
“Disini, hari ini, saya berdiri di hadapan kamu. Hari ini di hadapan kamu dan semua orang juga di hadapan orang tua kamu. Saya berjanji, Ta. Saya berjanji untuk selalu ada di samping kamu baik itu dalam keadaan suka maupun duka. Saya berjanji untuk selalu menjadikan kamu tempat pulang saya. Saya berjanji untuk tidak menyakiti kamu dan juga saya berjanji untuk selalu membahagiakan serta mencintai kamu sampai nanti kita tua. Saya berjanji.”
Haikal lagi-lagi menghela napasnya.
Terdengar isak tangis disana, bahkan Yara, ia menangis tersedu-sedu. Sebab ia tahu bagaimana perjuangan Haikal melupakan Ralita, sebab ia tahu seberapa besar rasa yang Haikal miliki untuk Ralita.
Haikal membalikan badannya untuk menghadap ke arah pada tamu dan juga kedua orang tuanya.
“Untuk ayah dan bunda. Terima kasih, ya? Terima kasih karena sudah melahirkan putri cantik seperti Ralita. Terima kasih karena sudah menjaga dan memberikan banyak sekali kasih sayang untuk Ralita. Mulai sekarang, izinkan saya untuk membawa putri kalian masuk ke dalam hidup saya. Izinkan saya untuk menjaga dan menyayabgi putri kalian seperti apa yang sudah kalian lakukan sejak putri cantik ini kecil,” ucap Haikal membuat Adinegara menatapnya dengan tatapan penuh kepercayaan.
Adinegara dan istirnya mengangguk dari duduknya.
Mereka, percaya Haikal.
Haikal tersenyum, ia kemudian kembali menatap Ralita.
“Dan sekali lagi, untuk Ralita Angkara. Perempuan cantik yang selalu berhasil membuat saya jatuh cinta berkali-kali. Terima kasih, ya? Terima kasih karena sudah pulang dan kembali ke dalam pelukan saya. Sekarang izinkan saya untuk menjaga kamu dan mencintai kamu sampai nanti kita menua. Izinkan saya untuk menjadi laki-laki yang mencintai kamu dengan begitu hebat,” ucap Haikal pada Ralita yang tengah tersenyum.
Perempuan itu mengangguk. Membuat Haikal tersenyum.
“Bahkan jika nanti saya harus berdiri di ujung dunia. Bahkan jika nanti saya harus meninggalkan dunia ini lebih dulu, saya akan tetap mencintai kamu dengan begitu hebatnya.”
Ralita terisak di hadapan Haikal.
“I’m here, and i’ll love you every single day, more and more. Thank you, thank you for being my home” ucap Haikal sebelum akhirnya ia menarik tubuh itu mendekat dan kemudian dengan sangat hati-hati ia mengecup kening serta bibir perempuan itu dengan lembut dan penuh ketulusan. Lalu setelah itu Haikal memelukanya dengan sangat erat seperti ia yangbtidak ingin lagi kehilangan Ralita.
Dalam pelukan itu Haikal berbisik pelan.
“Jangan ada perpisahan lagi, ya?”
“i love you, until we grow old.”
Kini, di hadapan semua orang. Haikal berhasil, Haikal berhasil menjadikan Ralita satu-satunya, dengan lantang dan tanpa keraguan.
Takdir semesta kali ini sangat indah. Terlampau indah sampai Haikal dan Ralita lupa, jika mereka berdua pernah saling menoreh luka.
Hampir sebelas tahun lamanya mereka terpisah. Dan selama itu pula banyak sekali hal serta pelajaran yang mereka dapatkan.
Demi apapun, Haikal berjanji. Ia berjanji akan tetap mencintai Ralita sampai kapan pun.
Dan kini, ada dua perempuan cantik yang akan mewarnai hari-harinya dengan sangat indah.
Terima kasih, ya? Karena tidak pernah menyerah perihal kebahagiaan.
Biar,
Biar waktu yang menentukan perjalanannya. Ini baru awal, dan masih akan ada banyak sekali kejutan yang akan diberikan semesta kepada manusianya.
Cukup saling mengenggam dengan erat, agar nanti jika ada badai yang terlampau besar, kedua insan ini akan tetap saling bersama.
Untuk dua orang manusia yang sudah sekian lama menimbun banyak luka.
Selamat menempuh hidup baru, dan selamat berbahagia.