about the past.

Namanya Ralita, perempuan yang tak sengaja Haikal temui di lorong perpustakaan saat ia tak sengaja menjatuhkan buku-buku di genggaman Ralita saat ia tengah berjalan sambil menundukan kepalanya.

Dulu sekali, setiap kali tidak ada pelajaran Haikal selalu lari ke warung belakang untuk sekedar menongkrong, atau jika tidak, ia akan memilih pergi ke perpustakaan untuk tidur, sebab disana jarang sekali ada orang masuk.

Waktu itu pelajaran di kelas Haikal sedang kosong, hanya ada tugas yang dititipkan kepada ketua kelas. Namun namanya Haikal, ia malah memilih pergi ke perpustakaan untuk tidur dari pada mengerjakan tugas.

Jika saja hari itu Haikal memilih pergi ke warung belakang sekolah, mungkin ia tidak akan pernah bertemu Ralita. Ia mungkin juga tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya jatuh cinta pada pandangan pertama.

Haikal yang saat itu baru saja bangun dari tidurnya, buru-buru ia dari perpustakaan karena ia mendengar suara bel jam pelajaran selanjutnya.

Dengan gayanya yang khas, baju seragam yang dikeluarkan, celana agak ketat, rambut yang sedikit panjang, serta tupluk hoodie yang selalu menutup kepalanya. Haikal berjalan melewati lorong. Hingga tiba-tiba saja ia tidak sengaja menabrak Ralita yang tengah kesusahan dengan buku-buku yang ia bawa untuk dikembalikan ke perpustakaan.

Haikal berdecak, kemudian ia melirik Ralita yang tengah berjongkok sambil merapikan beberapa buku yang jatuh.

Haikal hanya menatap tanpa ingin membantu.

Ralita kemudian beranjak. Haikal pikir perempuan itu akan melayangkqn amulan pada Haikal, tapi ternyata tidak.

Perempuan itu tersenyum pada Haikal.

“Maaf, ya ...”

“Duluan ...” ucapnya yang langsung meninggalkan Haikal disana dengan penuh pertanyaan.

Haikal memutar kepalanya mengikuti pergerakan perempuan itu.

Haikal terdiam, sebab ia sama sekali tidak mendapat amukan seperti apa yang bisanya ia dapatkan dari teman-teman perempuannya.

Haikal benar-benar menatap daksa Ralita sampai benar-benar hilang dari pandangannya.

Katakan saja Haikal gila, sebab senyum yang diberikan Ralita waktu itu, benar-benar membuat Haikal terus mengingatkan.

Baru pertama kali Haikal emrasa seperti ada kupu-kupu yang memenuhi perutnya.

“Sinting anjing,” gumam Haikal sambil menepuk pipinya berusaha menyadarian pikirannya.

Hari demi hari berlalu, namun senyum Ralita saat itu benar-benar membuat Haikal terus memikirkannya. Hingga akhirnya Haikal memutuskan untuk mencari tahu siapa perempuan itu.

Tak butuh waktu lama untuk mengetahuinya, sebab waktu itu ia tidak sengaja melihat Ralita ada di dalam kelas yang sama bersama Zidan saat ia berniat memberikan kunci motor pada Zidan. Maka dari sana Haikal mulai sering pergi ke kelas Zidan untuk sekedar melihat Ralita.

Waktu itu, Haikal tidak pernah absen untuk sekedar mampir dengan dalih bertemu Zidan. Padahal aslinya, ia hanya ingin melihat perempuan yang saat itu selalu memenuhi pikirannya hanya dengan senyum kecilnya.

Tidak hanya itu, Haikal bahkan sering mengikuti Ralita ke kantin dan ikut duduk di meja yang sama dengan alasan Zidan lagi, atau palinh tidak Haikal beralasan jika meja lain sudah penuh. Padahal nyatanya masih banyak yang kosong.

Jujur saja, Ralita bahkan merasa aneh melihat Haikal waktu itu. Sebab lelaki ini selalu saja ada di sekitarnya.

Demi apapun, waktu itu Ralita bahkan tidak ingat jika Haikal lah yang menabraknya di lorong perpustakaan.

Berhari-hari, berminggu-minggu, Haikal selalu saja mencari kesempatan untuk melihat Ralita, dari jauh atau pun dari dekat.

Ada perasaan yang benar-benar membuat diri Haikal terdorong untuk selalu ingin melihat Ralita barang sekali.

Tak hanya memperhatikan dari jauh atau dekat. Waktu itu, terkadang Haikal juga menjahili Ralita dengan sering memanggil namanya jika Ralita lewat, namun setelah Ralita menoleh Haikal malah pura-pura memalingkan wajahnya.

Aneh, Haikal benar-benar merupakan lelaki yang aneh menurut Ralita waktu itu.

Tapi meskipun Ralita menganggap Haikal aneh, ada sesuatu hal yang membuat Ralita merasa senang jika ia melihat Haikal di sekitarnya.

Pernah satu hari, Ralita tidak melihat Haikal di sekitarnya selama dua hari. Ada perasaan kosong dan kurang saat itu.

Ralita khawatir, sebab ia tidak melihat Haikal menganggunya.

Entah keberanian dari mana, namun waktu itu Ralita memberanikan diri untuk bertanya pada Zidan mengenai Haikal yang tidak terlihat ada di sekolah.

“Si Haikal abis tawuran, bonyok dia makanya gak sekolah. Emang orang gila,” ucap Zidan waktu itu yang langsung membuat Ralita terdiam.

Bukannya takut dan ilfeel mendengar itu. Ralita justru semakin khawatir pada Haikal.

Maka sejak saat itu, Ralita pun sedikit demi sedikit mengetahui tentang Haikal dan siapa itu Haikal.

Sejak Ralita tahu jika ternyata Haikal itu rapuh, ia mulai khawatir dan

Memang mungkin seperti ini lah cara semesta mempertemukan mereka pada saat itu.

Hampir tiga bulan lamanya Haikal dan Ralita dekat hanya sebatas Haikal yang sering menjahili dan memperhatikan Ralita, baik itu Haikal yang main ke kelas Ralita dengan alasan Zidan, Haikal yang sengaja nongkrong di sekitaran kelas Ralita, atau Haikal yang mengikuti Ralita ke kantin.

Hingga akhirnya Haikal memberanikan diri untuk menghampiri Ralita ke kelas saat ia mengetahui jika Ralita juga diam-diam sering menanyakan Haikal pada Zidan.

“Ta sini deh!” Teriak Zidan memanggil Ralita membuat Ralita menghampirinya.

“Anjing jangan gitu,” ucap Haikal pada Zidan di ambang pintu. Sedangkan Zidan hanya terkekeh.

“Eh ada Haikal,” ucap Ralita tersenyum membuat Haikal salah tingkah.

“Mau bilang apa lo barusan?” Tanya Zidan pada Haikal membuat Haikal menatap Zidan tajam. Sedangkan Ralita menatap bingung.

“Jadi gini, Ta ....” ucap Zidan menatap Haikal sejenak.

“Diem anjing jangan,” ucap Haikal berusaha membekap Zidan.

“KATA HAIKAL LO MAU JADI PACARNYA GAK?!” Ucap Zidan sebelum akhirnya Haikal membekap mulut Zidan, namun sayangnya ia sudah lebih dulu mengatakan itu pada Ralita. Lantas hal itu membuat wajah Haikal memerah.

Ralita terdiam, kemudian ia terkekeh.

“Kok bilangnya sama Zidan sih?” Ucap Ralita membuat Haikal membulatkan matanya.

“Haikal gak bisa ngomong sendiri?” Ucap Ralita.

Haikal langsung salah tingkah, kemudian ia melangkah pergi namun di tahan oleh Zidan.

“Bilang langsung dong anjing. Berantem bisa bilang kayak gini gak bisa,”

Ralita hanya terkekeh.

Haikal kemudian menghela napas dan menatap Ralita.

Ralita pun menatap Haikal sambil tersenyum.

Haikal menarik napasnya dalam. “Ta ....”

“Lo ... mau jadi pacar gue gak?” Ucap Haikal yang sedetik kemudian langsung pergi dari sana, membuat Ralita dan Zidan terbahak.

Demi apapun, hari itu merupakan hari paling menyenangkan sekaligus paling bodoh yang pernah Haikal lakukan.

Tapi tak bisa dipungkiri, jika Haikal benar-benar menyukai Ralita, sangat.