Jjaejaepeach

Tumbuh Lagi

Entah kenapa setelah mendapatkan balasan dari lelaki itu ada sesuatu yang aneh dari dadanya. Jantungnya berdegup kencang hanya karena membaca ‘hati-hati, di luar hujan’ entahlah Elea merasa ini gila sekaligus menyenangkan.

Perempuan itu bersiap untuk pergi ke rumah Galen, dan tak henti-hentinya ia tersenyum.

Sebenarnya Elea tidak mengerti mengapa dirinya seperti ini, bahkan sudah berkali-kali ia berusaha menyadarkan dirinya, namun tetap saja perempuan itu tidak bisa mengelak.

Elea tidak bisa berbohong, hatinya telah tumbuh kembali setelah sempat mati untuk waktu yang cukup lama.

Elea menyukainya, iya, Ela menyukai lelaki itu entah sejak kapan.

Andara

Sore itu Galen dan juga putri semata wayangnya datang kembali ke tempat itu, tempat dimana orang yang mereka cintai tertidur untuk selama-lamanya.

Dua orang itu terduduk di samping tempat itu, sambil sesekali membersihkannya dari daun-daun kering yang berserakan disana.

“Bunda” ucap Alena tersenyum sambil mengusap batu nisan bertuliskan nama bundanya itu.

“Alen sama ayah dateng lagi, bunda seneng enggak?” Lanjutnya sambil terus mengusap batu itu.

“Bunda, ayah bawa bunga kesukaan bunda, bunda pasti suka kan?” Alena tersenyum lalu meletakan bungan yang sebelumnya dibawa oleh Galen sang Ayah.

Galen tersenyum mendengar ucapan putrinya itu, lalu matanya beralih menatap batu nisan sambil tersenyum tipis. Lelaki itu menghela napasnya dalam.

“Apa kabar?” Ucapnya sambil tersenyum

“Maaf ya mas sama Alena jarang banget jengukin kamu, sedih enggak? Maafin mas sama Alena ya sayang”

Galen menghela napas “Andara, mungkin ini bukan pertama kalinya aku bicara kayak gini, tapi aku bener-bener kangen kamu, setiap malam bahkan setiap hari bayang-bayang kamu masih terus ada di samping mas” ucap Galen dengan suara sedikit bergetar

“Ah..., maaf kalau mas terlihat cengeng” ia terkekeh pelan sambil mengusap air matanya.

“Enggak bunda, ayah gak cengeng kok, ayah kuat bun, dia hebat, bunda juga pasti liat kan darisana? Gimana kuatnya ayah ngurus dan besarin Alena sendirian” ucap Alena tersneyum sambil mengusap tangan Ayahnya itu.

Alena memperhatikan ayahnya yang sedang tertunduk “ayah..., ayah perlu waktu berdua sama bunda ya? Kalau gitu Alena kesana dulu ya? Ayah luapin aja semua yang mau ayah sampaikan ke bunda, nanti kalau udah panggil Alena ya? Alena di depan sana” ucap Alena, lalu perempuan itu beranjak pergi meninggalkan Galen disana.

Lelaki itu menghela napas dalam. Memang benar, ia perlu waktu untuk mengatakan banyak hal kepada mendiang istrinya itu, karena baginya, tidak ada tempat selain Andara yang bisa menenangkannya.

“Andara..., huhh” ucapnya menghela napas lalu terkekeh sambil mengusap air matanya.

“Banyak hal yang perlu aku sampaikan, bahkan untuk setia hal kecil yang aku lalui setiap hari, rasanya aku perlu nyampein ini ke kamu tapi kayaknya terlalu banyak ya?”

“Andara, maaf, maaf, maaf, maafin aku” Galen tertunduk.

“Maaf kalau dihadapanmu aku lemah, dan memang kenyataannya Aku lemah, aku gak sekuat itu dar buat nyimpen semuanya sendirian, aku butuh kamu. Kalau aja bukan karena Alena, mungkin hidup aku udah kayak mayat hidup kali ya? Gak punya tujuan”

“Dar, Selamat hari jadi pernikahan ya? Gak kerasa ya kita udah sejauh ini. Meskipun tanpa kamu, tapi itu gak ngerubah apapun dar, kamu akan selalu jadi kamu, orang yang aku cintai, bahkan sekalipun kamu udah gak ada aku bakal tetep disini dar” ucap Galen mengusap batu nisan itu.

“Gapapa kok aku bicara sendiri kayak gini, gapapa kalau memang aku terlihat menyedihkan, selagi itu untuk kamu bakal aku lakuin”

“Oh iya, Alena udah besar banget, dia udah sering di antar jemput cowok sekarang haha, aku bahkan ngebayangin kalau disini ada kamu kayaknya kamu bakal heboh banget, apalagi liat putri kecil kita udah dewasa haha, dia cantik dar mirip banget sama kamu, dia penyayang percis kayak kamu. Aku janji dar, akan ngerawat Alena sampe nanti aku liat dia nikah, aku janji aku akan terus disamping Alena, dan aku yakin kamu pun akan beradi samping aku dan Alena walaupun dunia kita udah beda”

“Andara, mas mau minta maaf sekali lagi, maafin mas ya kalau mas nyakitin kamu, maafin mas kalo mas belum bisa jaga Alena dengan baik. Aku sayang kamu, begitupun Alena dia juga sayang kamu.”

Galen menghela napas “Aku pergi dulu ya? Terimakasih udah dengerin curhatan aku, kamu emang pendengar paling baik hehe. Aku pulang ya? Dahh”

Sebelum beranjak pergi Galen mencium batu nisan itu dengan lembut, seperti sebuah ciuman yang menandakan kerinduan, kerinduan pada seseorang yang telah lama pergi.

Sampai jumpa Andara.

Flashback

“Mau beli gitar apa harus ke mall?” Ucap Najendra alias kakak pada abangnya Arjeno

“Gitar disini tuh bagus anjir kualitasnya” ucap Arjeno

“Yaudah sih bentar doang temenin”

Mau tidak mau Najendra menuruti permintaan Abangnya untuk menemaninya membeli gitar di sebuah Mall.

Tak butuh waktu lama untuk mereka sampai di toko gitar di dalam Mall itu.

Sedari tadi Najendra hanya mengikuti langkah abangnya itu sambil terus bedecak kesal karena abangnya itu terlalu pemilih dalam membeli sesuatu.

“Bang anjir ini udah mau setengah jam dan lo belum bisa nentuin mau beli apa??”

Arjeno hanya mendelik ke arah Najendra “sabar sih”

Najendra menghela napas “Gue beli boba dulu deh, bagi duit”

“Lo gak ada duit emang?”

“Gak”

Arjeno mengeluarkan selembar kertas berwarna merah, lalu ia berikan kepada adiknya itu.

“Beli dua sekalian buat gue”

“Y”

Arjeno melanjutkan kegiatannya memilih gitar. Entah sudah berapa gitar yang ia pilih, namun belum juga ia menemukan gitar yang pas.

Arjeno menghela napas “dah lah ini aja” gumamnya

Lelaki itu berjalan menuju kasir sambil membawa gitar yang ia pilih.

Ada beberapa orang disana yang sedang mengantri di depan kasir. Arjeno berdiri di sambil menunggu gilirannya. Sebelumnya ia berniat membuka ponsel untuk menelpon Najendra adiknya untuk sekedar memberitahu jika ia sudah selesai memilih gitar, namun belum juga ia mengeluarkan ponsel, fokus lelaki itu teralihkan oleh sebuah suara di belakangnya.

Deg! Jantungnya berpacu sangat cepat, ia tahu sangat tahu suara di belakangnya itu milik siapa.

Awalanya Arjeno tidak ingin orang itu tahu jika dirinya juga ada disana, namun sial, kedatangan Najendra adiknya

“Banggg udah? Nih gue udah beli du—“

“Kakak?” Ucap orang itu, membuat fokus Najendra teralihkan.

Lelaki itu diam, lalu sedetik kemudian ia mengangguk kecil “iya”

“Sama siapa kesini?”

Najendra menarik lengan Arjeno agar kakaknya itu berbalik.

“Loh? Abang?”

Arjeno mengangguk.

“Kalian lagi apa disini?” Ucap orang itu.

Najendra melirik ke arah Arjeno “nemenin beli gitar.”

“Oh...”

Arjeno menghela napas memberanikan diri untuk balik bertanya “Mama sendiri ngapain disini?”

Iya, orang itu mama, perempuan yang sudah lama tidak mereka temui.

Perempuan itu tersenyum “nemenin anak mama dong” ucapnya tersenyum lalu memanggil seorang anak yang umurnya tidak jauh berbeda dari Arjeno dan Najendra.

Lelaki yang dipanggil tadi menghampiri mereka “kenapa mi” ucap Lelaki itu.

Arjeno dan Najendra hanya terdiam saat melihat perempuan itu mengusap kepala anak lelaki tadi. Hati kakak beradik itu sakit tentu saja, melihat mama mereka sangat menyayangi anak lain selain mereka.

“Papa kalian mana?” Ucap perempuan itu.

“Kerja ma” sahut Najendra.

“Oh, kerja terus ya papa kalian tapi anak gak di urus” celetuk perempuan itu yang membuat tangan Arjeno terkepal.

“Mama aja sibuk masih sempet nemenin anak mama ini belanja” ucapnya lagi sambil mengusap kepala anak lelaki itu.

Najendra memegang pundak Arjeno, ia tahu jika kakaknya itu sedang menahan emosinya.

“Dari dulu tetep aja ya papa kalian sibuk sendiri. Oh iya kalian mau makan gak?” Ucap perempuan itu.

“Kalian punya uang? Ayok mama beliin makan atau mau uang aja?”

“Gak usah!” Ucap Arjeno dengan nada yang meninggi.

“Bang, tahan..” bisik Najendra

“Loh? Kenapa?” Ucap Perempuan itu.

“Kita gak butuh uang mama, kita juga gak laper kok ma. Aku sama kakak mau pulang juga jadi gak usah”

“Gapapa, nih mama kasih uang, papa kalian pasti ngasih uang jajan sedikit ya?” Ucap Perempuan itu sambil mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah.

Arjeno tersenyum kecut “Maaf ma, aku sama najen gak butuh uang mama. Arjeno tau kok kalo mama banyak uang, gak kayak papa. Tapi mama bisa gak jangan rendahih papa terus? Apa mama pernah tau gimana susahnya papa ngurus kita? Apa mama tau gimana papa tiap harinya? Apa mama tau gimana susahnya papa nyari uang sekaligus ngurus abang sama kakak? Mama gak tau kan?” Ucap Arjeno dengan nada yang sedikit bergetar dan tangan mengepal

“Abang kok ngomong gitu?” ucap perempuan itu kaget

“Mama cuma tau uang tanpa tau gimana susahnya dapetin itu, mama cuma mikirin kemewahan” ucap Arjeno

“Jaga omongan lo, jangan bilang gitu ke mama gue” sahut lelaki yang berada di samping perempuan itu.

Najendra hanya diam tanpa berani bersuara, ia sudah muak.

“Iya anak mama cuma lo doang emang, mama cuma peduli dan sayang sama lo doang yang cuma ANAK TIRI” ucap Arjeno penuh penekanan

Plak!

Satu tamparan keras menghantap pipi Arjeno, semua orang yang ada disana teralihkan oleh perdebatan mereka. Baik Arjeno maupun Najendra terdiam kaget dengan perlakuan mama mereka.

“Jaga ucapan kamu ya, dia bukan anak tiri, dia anak mama!”

“Terus Arjeno sama Najendra bukan anak mama gitu? Kita bukan dilahirin dari rahim mama gitu? Atau kita cuma anak buangan?! Pantes aja ya mama ninggalin abang sama kakak.”

Najendra menggenggam tangan kakaknya itu “bang..”

Arjeno menghela napas, ia menghampiri kasir lalu menyerahkan gitar yang sedari ia pegang “mbak simpen aja gak jadi”

Lalu setelah itu Arjeno pergi meninggalkan Najendra dan mama disana.

“Bang..” teriak Najendra.

Perempuan itu menghela napas “memangnya didikan papa kalian itu kurang, bilangin sama papa kamu, urus anak yang bener, attitude nya benerin dulu sama mama sendiri gak sopan”

Najendra hanya mendelik ke arah mama nya itu “gak usah rendahin papa!” Ucap Najendra lalu pergi meninggalkan perempuan itu.

Jangan Pergi

Elea menghela napasnya sesaat setelah membalas pesan dari Tias.

“Sabar...” gumamnya sambil menutup ponsel.

Saat ini Elea sedang duduk di kursi kamar Galen sambil memperhatikan Galen tertidur.

Ya benar, Galen sedang sakit seperti apa yang Alena sampaikan sebelumnya. Elea pikir Galen hanya tidak enak badan biasa, tapi ternyata ia salah, suhu lelaki itu sangat panas sampai-sampai tadi lelaki itu hampir ambruk saat berjalan.

“Eung” gumaman Galen membuyarkan lamunan Elea

Buru-buru perempuan itu mendekatkan dirinya ke dekat kasur, lalu mengulurkan tangannya untuk mengecek suhu tubuh Galen.

Deg!

Galen menggenggam tangan Elea yang menyentuh kening lelaki itu. “Andara...” ucap lelaki itu sambil terpejam

Galen menggenggam erat pergelangan tangan Elea sambil terpejam. Elea bisa melihat lelaki itu tersenyum namun matanya masih tertutup rapat

“Andara...” gumamnya lagi

Elea tidak bergerak sama sekali, membiarkan lelaki itu.

“Andara tangan kamu anget...”

Lelaki itu beralih mengusap punggung tangan Elea dengan sangat lembut, dan entah kenapa sentuhan itu membuat jantung Elea berdebar.

“Andara kamu dateng?” Gumam lelaki itu

Badan Elea tertarik ke dalam pelukan Galen dan kini lelaki itu memeluknya, membuat perempuan itu kaget.

“G-galen” ucap Elea

“Andara aku kangen banget sama kamu, Andara ini kamu kan? Andara tolong jangan pergi lagi...” suara galen terdengar lirih

Ada sedikit perasaan aneh pada diri Elea entah apa itu.

Dengan susah payah Elea berusaha melepaskan pelukan lelaki itu, namun nihil lelaki itu memeluknya dengan sangat erat.

“Jangan pergi aku mohon Andara, tolong biarin aku meluk kamu kayak gini lagi, aku butuh kamu, aku kangen kamu Andara...” ucap Galen lirik lalu matanya yang terpejam itu meneteskan air mata

Elea yang melihat itu buru-buru mengusapnya walau dengan susah payah ia bangkit dari pelukan Galen.

“Galen, lepas dulu ya? Aku gak pergi kok aku disini” entah dorongan dari mana Elea mengucapkan kalimat yang seolah membenarkan bahkan dirinya adalah Andara, perempuan yang selalu Galen rindukan.

Perlahan Galen melepaskaj pelukannya “Jangan pergi Andara..” ucap Galen yang masih terpejam.

Ada sedikit perasaan sesak tiap kali mendengar Galen menyebutkan nama itu, dan entah apa alasannya.

Perempuan itu menghela napas berat

Tangannya beralih lembut mengusap pipi lelaki itu, ia bisa merasakan kalau suhu tubuhnya sangat panas.

Elea mengusapnya dengan lembut sambil sesekali berucap. “Tidur ya, aku disini aku gak akan pergi. Cepet sembih Galen”

Pergi

“Galen buka dong” teriak seorang perempuan di depan pintu rumah Galen

“Galen aku dateng ih buka” teriak perempuan itu.

Perempuan itu berdecak kesal, sudah hampir 15 menit perempuan itu berdiri sambil mengetuk pintu rumah itu, namun si pemilik rumah tak kunjung membukanya.

“Ekhem” sebuah suara mengalihkan fokus perempuan itu lalu menoleh ka arah suara itu.

Perempuan itu mengangkat sebelah alisnya kala melihat seseorang yang datang.

“Ngapain kesini?” Ucap Tias pada seseorang itu.

Orang itu tersenyum “Loh? Harusnya saya yang nanya, ngapain anda disini?”

“Ya ketemu tunangan saya lah” ucap Tias ketus

“Oh tunangan yang belum diterima ya?”

“Ck, pulang deh ganggu aja”

Elea tersenyum “maaf ya mbak, tapi saya kesini mau ketemu kekasih saya, dia yang minta saya kesini, lebih baik anda yang pulang” ucap Elea sambil tersenyum

“Dih, kegeeran banget, justru saya kesini karena saya di suruh galen?”

“Oh ya? Terus kenapa mbakya masih di luar dan teriak-teruak minta bukain pintu?”

Tias mengepalkan tangannya “suka-suka saya”

Dengan santai Elea membuka ponselnya lalu menelepon seseorang “iya oke”

Setelah menutup ponselnya Elea tersenyum pada Tias “lebih baik anda pulang ya? Saya sama Galen gak mau diganggu”

Tak lama, pintu terbuka memperlihatkan sosok lelaki

Kedua perempuan itu menoleh “Galen akhirnya kamu buka ih, kamu pasti baru baca chat aku ya? Makasih ya, aku masuk” ucap Tias

Belum sempat perempuan itu masuk, Galen menatik tangan Elea “saya buka pintu karena kekasih saya menelepon dan saya yang nyuruh Elea kesini, bukan karena kamu. Maaf ya, lebih baik kamu pulang” ucap Galen lalu menutup pintu rumah itu.

“Sialan!”

Mama

“Najedraaaaa gue pulang” teriak Arjeno sesaat setelah sampai di rumahnya.

“Apasi teriak-teriak gue disini” ucap Najendra yang sedang duduk di sofa sambil nyemil ciki.

“Gue kira di atas”

“Mana mcd gue?” Tanya Najendra

Arjeno menyodorkan sebuah kantung plastik pada Najendra “nih boss, jangan lupa ganti duit gue”

Najendra memutar bola matanya “yeeu perhitungan amat lo ama sodara sendiri”

Sebelum Najendra melangkahkan kakinya ke arah dapur, ucapan Arjeno menghentikan langkah kakinya “Gue liat mama...” ucap Arjeno

Najendra tidak membalikan tubuhnya untuk menghadap ke Arjeno, lelaki tetap pada posisinya.

“Dia lagi makan..”

“Terus ketawa kayak seneng banget jen” ucap Arjeno.

Najendra menghela napasnya, lalu kembali melangkahkan kakinya ke arah dapur “emang bahagia dia, gak kayak sama kita” ucap Najendra sambil tersenyum kecut.

“Gue gak jadi makan, makan aja sama lo bang” ucap Najendra

“Gue tidur duluan” ucapnya lagi sambil berlalu menuju kamarnya.

Maaf Pah

Arjeno menarik dalam napasnya saat tiba didepan pintu rumahnya, remaja laki-laki itu sedang mengumpulkan keberanian untuk memasuki rumahnya.

“Mampus dah” gumam Arjeno sambil menepuk jidatnya

Dengan berani ia perlahan membuka pintu rumah itu “Assalamualaikum, abang pulang..” ucap Arjeno sambil mengarahkan pandangannya mencari papa nya, lalu diam-diam melangkahkan kakinya menuju tangga kamarnya, namun sebelum berhasil melarikan diri, Arjeno tiba-tiba terdiam saat mendengar suara papa

“Ekhem”

“Hehe, halo pah” ucap Arjeno.

“Perasaan papa nyuruh pulang tadi, kenapa baru pulang sekarang?” Ucap Papa tanpa menoleh ke arah anaknya itu

“A-anu pah, a-bang tadi...”

“Jangan bohong abang” ucap Papa

Arjeno menghela napasnya, anak itu pasrah jika papa akan memarahinya

“Maaf pah”

“Kemana dulu?”

“...”

“Arjeno jawab”

Arjeno menelan salivanya kasar “Tadi abang nongkrong sebentar sambil nunggu game beres, maaf pah” ucap Arjeno menunduk

Papa menghela napas “Lain kali kalo papa suruh pulang, langsung pulang, sudah papa bilang berapa kali kan?”

“Yasudah, mandi dulu sana, terus makan, papa udah masak” lanjut papa

“Iyaa pah”

Nyaman

Elea melangkahkan kaki nya ke area halaman belakang, perempuan itu melihat Galen sedang terduduk di bangku.

Elea menarik nafas, mencoba memberanikan diri mendekati Galen.

“Boleh duduk?” Ucap Elea membuat lelaki itu menoleh lalu menggeser badannya.

“Dingin loh di luar” ucap Elea

Galen hanya tersenyum tanpa menjawab ucapan Elea.

“Maaf ya?” Ucap Elea tiba-tiba

Galen menoleh pada perempuan di sampingnya itu “maaf? Untuk apa?”

“Maaf kalau masakan saya gak enak” ucap Elea

Galen terkekeh “enak kok, kenapa ngomong gitu? Gara-gara saya selesai makan ya?”

Elea mengangguk pelan “iya hehe”

Galen menyandarkan punggungnya lalu mengarahkan pandangannya ke atas langit yang memang malam itu cukup indah untuk di lihat.

“Masakan kamu rasanya mirip sama masakan alm istri saya” ucap Galen lalu menghela napas

Elea terdiam, lalu menoleh ke arah Galen “seriusan? Mungkin itu perasaan kamu saja Galen”

Galen menggeleng lalu terkekeh “enggak lea, saya tahu percis rasa masakan istri saya, saya bahkan masih ingat bagaimana rasanya. Maaf ya tadi saya berhenti gara-gara saya keinget sama istri saya, saya gak maksud apa-apa kok, maaf kalau bikin kamu tersinggung” ucap Galen

Elea menghela napas pelan, entah mengapa ada yang aneh pada dadanya saat mendengar ucapan Galen.

Perempuan itu cepat-cepat menghela napas lalu tersenyum sambil memberanikan diri menatap Galen

“Saya gapapa kok, maaf ya gara-gara masakan saya kamu jadi keinget istri kamu” ucap Elea

Galen terdiam tidak menjawab, ia malah terus menatap langit malam itu.

“Elea lihat deh, bintangnya banyak banget” ucap Galen

Elea mengalihkan pandangannya ke arah langit, dan memang benar langit malam ini indah.

“Dulu saya suka lihat bintang disini sama istri saya Lea” ucap Galen

“Tapi semenjak istri saya meninggal, saya gak pernah duduk disini lagi, dan sekarang pertama kalinya saya duduk disini lagi setelah sekian lama”

Elea mendengar ucapan Galen yang terdengar seperti banyak kerinduan dalan ucapannya, iya, kerinduan terhadap perempuan yang dicintainya.

“Kadang saya suka sedih sendirian, ada yang hilang dalam diri saya setelah Andara meninggal. Elea, masakan kamu tadi bener-bener ingetin saya sama Andara, memang tidak semua mirip, tapi tadi ikan yang kamu buat benar-benar seperti apa yang selalu Andara masak buat saya...”

“Saya kangen Andara”

Elea mendengar suara Galen lirih, lalu terdengar sebuah isakan yang sangat kecil dari lelaki di sampingnya itu.

“Galen..? Gapapa?”

Galen menunduk diam dengan pundak yang sedikit turun naik. “Saya gapapa”

Entah mengapa Elea dengan beraninya mendekatkan diri pada lelaki itu, lalu dengan lancang memeluk tubuh lelaki itu.

Galen sedikit kaget dengan pelukan yang tiba-tiba datang pada dirinya, namun entah mengapa rasanya hangat, rasanya seperti kehangatan yang sudah lama hilang itu telah kembali, dan entah mengapa rasanya nyaman

“Gapapa sedih wajar kok, lelaki nangis bukan berarti lemah” ucap Elea lembut sambil menepuk pundak Galen.

“Terimakasih Elea”

Maaf Tante Lea

Galen sudah sampai di rumahnya, lelaki itu masuk ke dalam, terlihat disana ada Alena dan juga satu perempuan yang sedang mempersiapkan piring dan beberapa makanan di meja makan. Lelaki itu terdiam sejenak sambil menatap kedua perempuan itu, entah mengapa rasanya aneh sekali melihat pemandangan seperti ini.

Galen napasnya, lalu melangkahkan kaki mendekati kedua perempuan itu.

“Wah lagi pada ngapain nih” ucap Galen

Alena yang sedang menyiapkan piring langsung tersenyum saat melihat sang ayah “Ayahhh” ucap Alena. Galen mendekat lalu menciup kening putrinya itu.

“Ayah ini tante lea bawa makanannya banyak banget” ucap Alena antusias

Galen menatap Alena “Ini kamu semua masak?”

Elea mengangguk “iya saya masak tadi kebetulan aja inget kalian” ucapnya tersenyum.

“Ayo duduk udah siap ini, Alena laper” ucap Alena yang sudah duduk

Elea maupun Galen terkekeh “iya sayang sabar dong”

Alena mengambil beberapa lauk,begitu juga dengan Galen. Elea tersenyum melihat masakannya di terima dengan baik oleh dua orang di hadapannya.

“Maaf ya saya cuma masakin segini” ucap Elea

“Enak tante serius, ini buat aku sama Ayah banyak banget” ucap Alena

“Iya lea ini banyak kok, makasih ya” ucap Galen.

Mereka bertiga makan dengan lahap, apalagi Alena, anak itu makan dengan lahap seperti sedang memakan makanan hasil masakan bundanya sendiri.

Beberapa menit mereka makan tiba-tiba Galen terdiam sambil menatap salah satu masakan.

“Yah, kenapa?” Tanya Alena

Elea mengalihkan pandangannya ke arah Galen “kenapa gak enak ya ?”

Galen menggeleng “enak kok” ucapnya

“Abisin ya makanannya, ayah udah kenyang” ucap Galen sambil beranjak dari meja makan.

Elea memperhatikan sikap Galen yang tiba-tiba berubah.

“Tante, maaf ya ayah gak abis makanannya” ucap Alena

Elea tersenyum “gapapa sayang, kamu abisin sendiri ya? Tante mau nyamperin ayah kamu dulu gapapa?”

Alena mengangguk “gapapa tante”

Inget ya

“Mau makan apa?” Tanya Galen yang saat ini tengah berada di salah satu tempat makan bersama Elea

“Samain aja gapapa” ucap Elea

Selesai memesan baik Elea maupun Galen tidak ada yang memulai pembicaraan mereka berdua sama-sana canggung.

“Lea” “Galen”

“Loh barengan” ucap Elea terkekeh

Galen tersenyum “kamu duluan”

“Emm, tentang saya yang bantu kamu untuk jadi pasangan pura-pura kamu, kira-kira itu sampai kapan?”

Galen terdiam sejenak “Saya juga belum yakin. Kenapa? Keberatan ya? Gapapa kalo keberatan saya gak maksa kok Lea” ucap Galen

“E-eh, bukan gitu, saya ikhlas kok bantu kamu, saya cuma nanya aja hehe”

“Terimakasih ya sebelumnya Lea, inget ya jangan pake perasaan hehe, kalau misal nanti kedepannya baik saya maupun kamu mengalami itu lebih baik dibicarakaj baik baik ya biar kita berdua sama-sama gak sakit hati. Okey?”

Elea tersenyum “Iya Galen tenang aja hehe”