Jjaejaepeach

Pulang

“Hei, main hp terus, chattingan sama siapa sih?” Ucap Evano yang tiba-tiba menghampiri Alena yang sedari tadi memang fokus dengan ponselnya

Alena terkekeh pelan, lalu memperlihatkan isi chat yang sedari tadi membuatnya tertawa

“Siapa itu?” Tanya Evan

“Om aku, katanya baru aja pulang dari london”

“Terus kamu kenapa senyum-senyum?”

“Gapapa ih lucu aja sama si om”

Evano tersenyum lalu mengacak pelan pucuk kepala Alena “dasar.. yu pulang”

“Udah selesai?”

Evan mengangguk lalu tersenyum “udah, yuk

Rapuh

“ayah..” ucap Alena dari balik pintu kamar ayahnya.

“Ayah, Alen boleh masuk enggak?”

Tak lama pintu kamar itu terbuka, manampakkan Galen yang sudah berganti pakaian dengan kaos. Lelaki itu tersenyum pada Alena “Kenapa sayang?”

Alena memperhatikan wajah ayahnya dengan begitu cermat sampai-sampai ia menyipitkan kedua matanya “Ayah abis nangis ya?”

“H-hah? E-enggak kok” ucap Galen kaget dengan ucapan Alena

Alena menghela napas, lalu menarik sang ayah masuk ke dalam kamar ayahnya itu

Mereka berdua duduk di sofa yang memang ada di kamar itu. “Duduk yah” ucap Alena

“Jadi ayah kenapa?”

“Ayah gapapa sayang beneran” ucap Galen

Alena menghela napas “Yah, Alena udah gede, ayah gak bisa bohong lagi sama Alena. Alena udah ngerti sama keadaan sekarang, Alena tau kalo ayah abis nangis. Ayah ada masalah apa?” Ucap Alena

Galen diam

“Ayah... ayah bisa cerita ke Alena, seenggaknya Alena bisa peluk ayah gantiin Bunda”

“Ayah, jangan pendem masalah ayah sendirian. Alena tau kok, dari Alena masih kecil, ayah gak pernah nunjukin kalo ayah lagi sedih, kalo ayah lagi susah. Alena tau kalo ayah mendem semuanya sendiri, bahkan Alena sering liat ayah nangis sambil meluk foto bunda..” ucap Alena yang kini berusaha keras manahan tangisnya.

Galen masih diam, ia tidak bisa menyangkal perkataan anaknya itu, karena semua yang Alena bicaralaj itu benar adanya.

“Sekarang coba ayah pikir, apa dengan ayah diem dan mendem semuanya sendiri ayah lega? Alena yakin ayah gak pernah lega, sekalipun ayah bilang iya, Alena tau kalo ayah bohong..”

Perempuan itu menggenggam tangan sang Ayah “Ayah cerita ke Alena ya? Alena siap kok denger cerita ayah kayak bunda dulu denger cerita ayah. Alena anak ayah, Alena udah gede, Alena cuma gak mau ayah sedih, coba tolong ayah bagi kesedihan ayah sama Alena, jangan pura-pura kuat ayah”

Galen tidak bisa menahan air matanya, ia menangis di hadapan putrinya untuk pertama kalinya. “Maafin ayah..” ucapnya lirih.

“Ayah cuma gak mau bikin Alen sedih, maafin ayah karena selalu terlihat tegar”

“Ayah, kalo emang ayah belum bisa cerita sekarang gapapa kok, tapi inget yah, ada Alena disini, dan ada bunda disini” ucap Alena sambil menyentuh dada ayahnya itu

“Bunda selalu tahu perihal ayah, Alena yakin. Alena sayang sayang, jangan sedih lagi ayah” ucap Alena terisak pelan

Alena dengan cepat memeluk sang Ayah, hatinya sakit melihat lelaki yang sudah berjuang keras membesarkannya kini menangis dihadapannya lelaki ini rapuh, ia rapuh.

Butuh Kamu

Galen mengubah arah perjalanannya. Setelah pulang dari kediaman orang tua nya, pikiran Galen kacau, ia kalut, amarahnya tertahan.

Galen keluar dari mobilnya dengan langkah yang lemah, ia berjalan menuju tempat yang sedari tadi ia pikirkan.

Lelaki itu terduduk sambil menunduk di depan gundukan tanah. Iya, lelaki itu datang menemui tempat peristirahatan istrinya.

“Andara..” ucapnya lirih

Lelaki itu terdiam sejenak, lalu menghela napas berat “Andara, papa maksa aku lagi” ucap Galen

Entah mengapa ia merasa begitu lemah saat berhadapan dengan istrinya, walau kini hanya terlihat gundukan tanah dan nama saja yang tertulis disana.

Galen memeluk batu nisan itu dengan lemah “Andara, aku harus gimana?”

Tiba-tiba saja gemuruh petir terdengar, lelaki itu memandang langit yang sudah menggelap itu dan tak lama hujan turun dengan cukup deras, mengguyur tubuh lelaki itu.

“Dara, aku butuh kamu, aku harus gimana? Aku capek dar, papa udah dari lama maksa aku semenjak kamu pergi, tapi aku gak mau dara” ucapnya

Lelaki itu terisak “ayah bilang aku harus nurutin kemauan ayah dar”

“Daraa, maafin maafin aku” ucap lelaki itu.

Galen menghela napas “Dara tolong peluk aku sekali aja, tenangin aku dar..” ucapnya lirih

Hangat

“Kata ayah bunda itu orang paling sabar” ucap Alena

“Tante, bahkan Alena belum terlalu mengenal bunda waktu itu, apasih yang di ingat oleh anak umur 6 tahun? Aku belum begitu tau banyak tentang bunda waktu itu..”

“Ayah bilang dulu bunda itu satu kampus sama ayah, dan ya katanya ayah bucin banget sama bunda, tapi ayah cupu soalnya waktu kuliah dia gak berani nyapa bunda” Alena terkekeh pelan

“Kata ayah bunda itu orangnya lembut banget..” ucapan Alena tepotong, perempuan itu menghela napas

Elea ngulurkan tangannya untuk mengusap kepala perempuan di hadapannya “Alena gapapa gak udah di terusin ya?”

Alena menggeleng pelan “gapapa tan, kebetulan Alena juga pengen cerita hehe, lanjut ya?”

“Alen inget banget dulu bunda sering ngantar jemput Alen ke tk, walaupun bunda sibuk di rumah sakit. Oh iya, bunda dulu juga dokter kaya ayah”

“Yang masih Alena inget dari bunda, bunda selalu bilang ke Alen ‘kamu kalau sudah besar jangan terlalu menggantungkan diri sama ayah sama bunda ya? Anak bunda hebat, anak bunda pinter’ bunda selalu bilang gitu sebelum tidur” ucapan Alena sedikit bergetar

Perempuan itu menghela napas “Tante, kalau boleh jujur Alena kesepian banget, kadang Alena juga iri sama temen-temen yang bundanya masih ada” ucapan Alena berhasil membuat hati Elea sakit, entah kenapa.

“Alena..”

“Selama ini alen cuma hidup berdua sama ayah, meskipun masih ada keluarga lain, tapi ayah orangnya keras, dia gak mau menggantungkan diri sama keluarga, makanya ayah susah paya besarin Alen sendirian. Kadang Alen sedih tan, tiap kali Alen liat ke kamar ayah disana masih banyak foto-foto bunda, bahkan baju-baju dan barang-barang bunda masih tersimpan rapih di kamar ayah..”

“Emm, tante boleh tau kenapa bunda kamu meninggal?”

Alena tersenyum pelan lalu mengangguk “Tabrak lari..” ucap Alena

“Astaga, maafin tanteee”

“Gapapa kok tan. Bunda meninggal karena tabrak lari, bahkan sampai saat ini Alen gak tahu siapa pelakunya, ayah juga gak ngasih tahu” Alena menghela napas

“Dulu, waktu tahun-tahun pertama setelah bunda meninggal, Alena suka liat ayah ngelamun di kamarnya, bahkan waktu Alena pulang dari Sd Alena denger ayah nangis sambil meluk foto bunda” Alena meneteskan air matanya

“Tante, kalau boleh jujur, Alena takut, alena takut ayah ninggalin Alena kayak bunda, Alena gak punya siapa-siapa lagi tante” Alena terisak.

Elea mendekatkan dirinya lalu mendekap perempuan itu ke pelukannya “sayang, ayah kamu gak bakal ninggalin kamu, percaya sama tante.”

“Denger ya, tante emang belum terlalu mengenal siapa kamu, siapa ayah kamu, tapi tante yakin kok kalian itu orang kuat. Alena, kamu baik, kamu anak baik, ayah kamu berhasil besarin kamu”

“‘Maaf ya gara-gara tante nanya itu kamu jadi nangis” Elea mengusap kepala Alena.

Alena memeluk balik tubuh Elea sambil menangis “tante gini sebentar ya? Hangat banget kaya dipeluk bunda..” ucap Alena memejamkan matanya dalam pelukan Elea

Tanpa Alena sadari Elea juga meneteskan air matanya. Entahlah, ia merasa sakit saat melihat anak itu seperti ini.

Bunda Itu

Selesai makan Alena beranjak untuk mencuci piring, setelah itu ia berjalan menghampiri Elea yang sedang melihat beberapa bingkai foto yang terpajang di rumah itu.

“Tante”

Elea menoleh lalu tersenyum “udah makannya? Enak?”

Alena mengangguk “enak tan”

“Lagi liat-liat foto ya tan?” Ucap Alena

Elea mengangguk “iya, gapapa kan?”

“Gapapa kok”

Mata Elea tertuju pada salah satu foto disana “Alena, ini bundamu ya?” Ucap Elea

Alena pun tersenyum “iya itu bunda”

“Cantik ya? Percis kayak kamu”

Alena terkekeh “kata ayah itu foto bunda waktu sebelum nikah sama ayah, bunda emang cantik banget” ucap Alena tersenyum

Elea menoleh pada Alena “emm alena, maaf ya kalau saya lancang”

“Iya kenapa tan?”

“Saya boleh nanya tentang bunda kamu?”

Entah mengapa Elea sangat penasaran dengan itu, sudah dari lama ia menahan agar tidak selalu bertanya mengenai dia.

Alena tersenyum “sambil duduk aja yu disana tan, masa ceritanya sambil berdiri”

Mereka berdua berjalan menuju kursi di taman belakang rumah itu. Entah mengapa Alena merasa perlu untuk bercerita mengenai bundanya.

“Ayah pasti gamau cerita ya tan?”

Elea mengangguk “iya hehe, tapi memang wajar saja ayah kamu seperti itu”

Alena tersenyum lalu menghela napas “Tante, dengerin aja ya jangan nyela, maaf ya kalo nanti aku tiba-tiba nangis hehe”

“Kata ayah bunda itu...”