𝗗𝘂𝗮 𝗣𝘂𝗹𝘂𝗵 𝗧𝗶𝗴𝗮; 𝗕𝘂𝗺𝗶 𝗱𝗮𝗻 𝗟𝘂𝗸𝗮𝗻𝘆𝗮
Dengan kecepatan penuh, Senjani melajukan motor milik ayah, yang sebelumnya ia pinjam untuk mencari Bumi.
Jujur saja, Senjani tidak terlalu lancar menaiki motor, tapi ia terlalu khawatir pada Bumi, sampai-sampai ia tidak memikirkan keselamatannya, dan juga sudah tiga kali ia hampir terserempet oleh kendaraan lain.
Bumi, hanya Bumi ya g ada di pikirannya saat ini. Perempuan itu sangat mengkhawatirkan Bumi.
“Bumi, Please kamu dimana” gumam Senjani sepanjang perjalanan.
Beberapa tempat Senja datangi, namun nihil Bumi tak ada disana.
Perempuan itu seperti orang kesetanan, ia menangis, ia berteriak menyebut nama Bumi. Tak peduli dengan tatapan aneh dari orang-orang. Yang jelas, ia hanya ingin Bumi.
Beberapa kali Senja menelepon lelaki itu, namun tetap saja tidak ada jawaban. Senja sangat khawatir, ia takut jika terjadi hal aneh-aneh pada lelaki itu. Ditambah tadi, Bumi bilang, ia ingin menyerah. Astaga, Senjani bisa gila.
“BUMI!!” Teriaknya sambil menangis.
Tunggu, sepertinya ia tahu kemana lelaki itu pergi. Bodoh, bisa-bisanya ia lupa akan tempat itu.
Senjani dengan cepat melajukan motor maticnya itu.
Tidak butuh waktu lama, ia sudah sampai. Perempuan itu langsung berlari mencari keberadaan lelakinya itu.
Ini sudah hampir malam, tempat itu pun mulai gelap, ia hanya bisa melihat beberapa orang yang mulai pergi meninggalkan tempat itu.
Senja berlari menyusuri tempat itu, dan ya, netranya menemukan sosok yang tak asing sedang berdiri sambil berteriak.
Dengan cepat, Senja langsung berlari lalu memeluk tubuh lelaki itu.
“Bumi!!” Ucap Senjani memeluk Bumi dengan erat
“S-senjani?”
“Bumi, please jangan macem-macem”
“Lepas Senja” ucao Bumi
Senja semakin mengeratkan pelukannya
“Senjani lepas”
“Enggak, Senja gak bakal biarin Bumi pergi”
“SENJANI! LEPAS! BIARIN GUE PERGI, LEPAS!!” Bumi berteriak sambil berusaha melepaskan tautan tangan Senjani yang melingkar di tubuhnya
“BIARIN GUE PERGI SENJA! SEMESTA GAK MAU GUE ADA DISINI! MAMA, PAPA, KAK AZRI, SEMUANYA BENCI SAMA GUE!”
“Bumi... tolong jangan”
“SENJA, JANGAN SAMPE GUE LUKAIN LO. TOLONG LEPASIN! BIARIN GUE PERGI SENJA. LEPAS!!!”
“ENGGAK BUMI ENGGAK!”
Senjani terisak, begitupun dengan Bumi.
“AAAAAAHHH ANJING!” Umpat Bumi sambil menangis.
Bumi langsung menjatuhkan tubuhnya, ia menangis, ia berteriak.
Senjani dengan cepat memeluk dan mengusap kepala Bumi. Perempuan itu juga menangis. Sungguh, rasanya sakit sekali, melihat lelaki ini rapuh.
“Senja...” lirih Bumi, ia mencengkram kuat tangan Senjani, ia menangis
“Senja, sakit banget Senja...”
“Senja, aku anak yang gak diinginkan, senja, harusnya aku gak disini, harusnya aku mati...” Bumi menangis
Senja semakin mengeratkan pelukannya “enggak, gak ada yang boleh pergi”
“Senja, aku cuma mau mama sama papa sayang sama aku. Tapi mereka benci sama aku Senja, aku harus apa. Senjani sakit, sakit banget, dunia aku hancur, Senjani tolong...” lirih Bumi sambil terisak
“Senja, aku pengen nyerah, boleh ya? Biarin aku pergi Senja, aku cuma mau istirahat, aku capek...”
“Bumi...” Senjani terisak
“Gak ada yang boleh pergi, Bumi harus disini...”
“Tapi Senja, rasanya percuma, disini aku hanya sampah...”
“Enggak, kamu salah...”
“Bumi please, jangan kayak gini ya?” Senjani terisak.
Sakit rasanya, sakit sekali.
Ah lihat, bahkan langit pun tahu, jika Buminya sedang terluka, ia menangis. Langit pun membasahi mereka berdua dengan tangisannya.
“Bumi, sakit ya? Bumi, bertahan ya? Senja mohon...” lirih Senjani, tak peduli jika kini ia sudah basah oleh air hujan.
“Senja, a-aku mau p-pulang, aku gamau disini, aku mau pulang, biarin aku pergi Senja...”
Senja terisak “Bumi dengerin aku...”
“Sesakit apapun luka yang kamu terima, seberat apapun beban kamu, tolong jangan pernah berpikir untuk pergi ya?”
“Bumi, Senja yakin kamu kuat, tolong bertahan ya? Setidaknya sampai Bumi bisa buktiin kalau Bumi juga layak untuk mereka”
“Senjani...” Bumi terisak di pelukan Senjani
“Bumi, tolong jangan pernah pergi ya? Tolong inget Bumi, sesakit apapun itu tolong jangan pernah berpikiran untuk pergi.”
“Bumi, kamu gak sendirian, disini ada aku Bumi. Orang yang akan selalu ada dan berjalan di samping kamu sampai kapanpun itu. Bumi, bertahan ya? Tolong...”
“Aku disini, aku disini, aku disini. Aku sayang kamu, jangan ninggalin aku tolong, bertahan ya? please Bumi jangan kayak gini” Lirih senjani terisak.
“Bumi, semua akan baik-baik aja, kamu hanya perlu waktu buat nyembuhin semua luka kamu, tolong bertahan ya?”
“Bumi, terkadang memang manusia perlu ngerasain luka, biar ia tau bagaimana caranya bertahan, biar ia tau bagaimana caranya bangkit” Senjani mengusap lembut kepala Bumi
“Sejauh ini, semesta cuma ngasih aku luka Senja. Aku yang salah, harusnya aku gak ada”
“Disini kamu gak salah Bumi, hanya saja saat ini Semesta lagi gak berpihak sama Bumi, semesta lagi gak ramah sama Bumi. Kuat ya? Kamu pasti bisa lewatin ini, ada aku Bumi ada aku. Ayo bangkit, kita sama-sama saling menyembuhkan ya? bilang pada semesta kalo kamu mampu, bilang pada semesta kalo kamu kuat...”
“Bumi, Tuhan gak bakal ngasih cobaan di luar kemampuan umatnya inget. Saat ini Dia cuma pengen liat Bumi bangkit, Dia tau kalo Bumi mampu lewatin semuanya. Bumi, sekarang kamu hanya perlu berdiri, dan tunjukin kalau kamu baik-baik aja tanpa mereka, percaya ya? Percaya, suaru saat kamu akan jadi orang hebat, orang yang dicintai. Semuanya akan baik-baik aja Bumi, percaya”
“Senjani...”
“A-aku s-sayang k-kamu, tolong jangan pergi ya? Aku cuma punya kamu. Senjani...”
Senjani semakin mengeratkan pelukannya, ia mengusap lembut kepala Bumi, ia memeluknya, ia menenangkannya.
Bumi menangis, Bumi terluka di pelukan Senjani, lelaki itu hancur, sangat hancur. Tapi, dengan segala keajaiban yang dimiliki perempuan itu, ia mampu menenangkan badai yang kini menerpa Bumi.
Ia penyembuh, ia penenang.
“Bumi, kita pulang yu? Ayah sama mama nunggu kamu di rumah. Ayo...”