𝗗𝘂𝗮 𝗣𝘂𝗹𝘂𝗵 𝗘𝗺𝗽𝗮𝘁; 𝗕𝗲𝗿𝗱𝘂𝗮
Seperti biasa, saat ini, Senjani dan Bumi sedang terduduk di tepi pantai.
Entah dari kapan mereka mulai menyukai pantai. Kalau Bumi bilang sih “ini tuh tempat paling indah buat kita Senja”
Iya memang benar, karena di tempat ini, Bumi mulai menemukan kebahagiaannya bersama perempuan yang kini selalu berada di samping Bumi.
Sehabis dari studio, Bumi memutuskan mengajak Senja kesini, padahal tadinya Senja ingin makan soto Pak Arif, yang biasanya buka sore-sore dekat terminal.
“Kok cemberut sih?” tanya Bumi, saat melihat raut wajah Senjani.
“Kesel” ucap perempuan itu sambil memajukan kedua bibirnya, membuat Bumi gemas.
Bumi terkekeh pelan “jangan cemberut Senja, kamu mau aku cubit ya?”
“Ih Bumi! Aku tuh kesel!!!”
“Kenapa hmm?”
Senjani memperlihatkan sebuah pesan teks yang ia terima sebelumnya.
“Oh, kirain apaan. Kamu judes banget balesnya” Bumi terkekeh.
“Biar dia sadar, biar gak nyakitin Bumi lagi!”
“Senja, kak Azri gak sejahat itu kok. Mungkin emang dia gak suka sama aku, jadi dia gitu. Bukan salah dia, jangan bete gitu ah” ucap Bumi.
Senjani menghela napasnya “kenapa sih kamu tuh sel—“ Belum sempat Senjani menyelesaikan kalimatnya, Bumi segara memotong perkataan Senjani.
“Sttt, jangan marah-marah. Mending kamu liat kesana, itu ada Senja indah banget.” Ucap Bumi, sambil menunjuk ke arah di depannya.
“Bumi...”
“Hmm”
“Lebih indah Senja yang disana, atau Senja yang disini, yang lagi duduk sama Bumi?”
Bumi menoleh, lalu terkekeh pelan. Ia perlahan mengulurkan tangannya untuk merapikan helaian rambut Senja yang tertiup angin.
“Sama-sama indah kok. Tapi...”
“Tapi apa?”
“Tapi aku lebih suka Senja yang disini”
“Kenapa?”
“Karena, Senja yang sekarang lagi duduk samping Bumi, gak akan pernah hilang. Senja yang disini, dia gak bakal hilang hanya dalam hitungan menit. Senja yang disini, bisa Bumi tatap, bisa Bumi sentuh, dan paling penting, bisa Bumi peluk”
“Ih, kok jadi gombal sih?! Senja malu...”
Bumi tergelak “Hahahaha, siapa yang gombal sih? Aku beneran loh Senja”
Senjani memalingkan wajahnya dari pandangan Bumi, guna menyembunyikan wajahnya yang mulai memerah.
Bumi terkekeh pelan, lalu ia menghela napas.
“Senja tau gak tentang harapan aku buat nanti kedepannya mau apa?”
“Hmm apa?” ucap Senjani tanpa menoleh.
“Aku pengen banget jadi pilot haha, tapi gak mungkin deh. Tau gak kenapa aku mau jadi pilot? Karena aku mau ngajak Senja keliling dunia. Aku mau ngajak kamu biar bisa liat dunia dari atas sana. Kayaknya indah banget”
Lagi-lagi Bumi terkekeh “ah tapi itu cita-cita aku yang dulu deh waktu smp. Sekarang cita-cita aku cuma satu Senja...”
“Apa?”
“Hidup bahagia sama kamu...”
Senjani menoleh “Bumi...”
“Aku serius, aku mau hidup bahagia sama kamu sampe nanti kita udah tua Senja. Aku mau kamu yang nemenin aku dari bawah, sampai nanti aku bisa ada di puncak”
“Senja, harapan aku tinggi banget ya? Tapi aku bener-bener pengen itu aja”
“Senja...”
“Apa Bumi?”
“Nanti, kalo aku sama kamu udah sama-sama dewasa, aku bakal lamar kamu, aku bakal nikahin kamu, aku bakal ngabisin sisa hidup aku sama kamu. Nanti kita jadi keluarga yang bahagia. Hahaha”
Senjani terkekeh “nanti aku ibu dan kamu jadi ayah ya? Hahaha pasti nanti anaknya bakal mirip banget sama kamu”
“Senja, aku jadi inget puisi yang di tulis W.S. Rendra, tau. Dia bilang...”
Karena sekolah kami belum selesai kami berdua belum dikawinkan. tetapi di dalam jiwa anak-cucu kami sudah banyak
“ITU KAYAK KITA BANGET GAK SIH?! Udah mikirin jadi ayah ibu hahahahahahaha” Bumi tertawa dengan sangat keras, membuat Senjani yang berada di sampingnya juga ikut tertawa.
Senjani memperhatikan raut wajah bahagia milik lelaki di sampingnya itu, rasanya tenang.
Senjani tersenyum, sudah ia bilang kan? Kalau senyum yang Bumi bawa itu bisa bikin orang di sekitarnya jadi tenang, jadi bahagia.
Ah, rasanya ingin sekali melihat Bumi seperti ini setiap harinya.
“Bumi..”
“Hmm?”
“Aku sayang kamu”