๐——๐˜‚๐—ฎ ๐—ฃ๐˜‚๐—น๐˜‚๐—ต ๐——๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐—ฝ๐—ฎ๐—ป; ๐—ž๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐—ป๐˜†๐—ฎ

Tangan mungilny terulur, mengusap pelan surai hitam kecoklatan milik lelaki yang sedang berbaring di ranjang rumah sakit.

Berkali-kali perempuan itu menangis. Ia takut, jika semua pikiran-pikiran menyebalkan yang selalu menghantui pikirannya selama hampir dua minggu ini benar-benar terjadi.

โ€œBumi...โ€ lirihnya.

โ€œBangun dong, kamu gak cape apa bobo terus?โ€

โ€œKatanya kamu gak bakal macem-macem. Bohong banget!โ€

โ€œBumi, kamu gak kangen aku? Aku kangen banget sama kamu tau.โ€

Lagi-lagi perempuan itu menghela napasnya saat menyadari jika lelaki yang sedang terbaring ini tidak akan menjawab semua ucapannya.

โ€œSenja, punya kabar baik tau Bum. Bangun dong, mau tau gak apa?โ€

โ€œNanti kelas tiga, kita bakal sekelas. Seneng gak?โ€

โ€œBumi...โ€

โ€œKamu gak bakal ninggalin aku duluan kan?โ€

โ€œJangan pergi dulu ya? Masih banyak hal yang belum kita lakuin Bumi. Katanya, kamu mau ngajak aku keliling. Katanya, kamu mau bikin rumah yang jauh dari orang-orang. Katanya, kamu mau lamar aku nanti pas udah gede. Katanya, kamu gak bakal kesakitan lagi. Jangan bohong Bumi, aku gak sukaโ€

Tiba-tiba saja pintu terbuka โ€œJa, makan dulu yu? Biarin Bumi istirahat. Nanti kita kesini lagi ya?โ€

โ€œJanu...โ€

โ€œGapapa, ayo lah. Lo mau Bumi marah gara-gara lo gak makan?โ€

Senjani menggeleng. โ€œgak mauโ€

โ€œYaudah ayo, udah ada Eza, Naren, Reyan juga di kantin.โ€

Senjani menghela napasnya, memang benar. Sejak pagi, ia belum makan. โ€œIyaโ€ ucap Senjani, lalu beranjak keluar meninggalkan Bumi sendiri.

Tanpa sepengetahuan Senjani, Bumi yang sedang terbaring, meneteskan air matanya.