Jjaejaepeach

Sakit

“Bang please tahan ya bang” ucap Najendra sambil menggenggam kedua tangab Arjeno yang kini terasa dingin.

Saat ini Arjeno, Najendra, Izza dan juga yang lainnya tengah berada di UGD rumah sakit, baik Arjeno maupun Izza mereka sama-sama mendapat penanganan hanya saja kondisi Arjeno lebih parah.

Najendra menangis bahkan matanya sudah sembab, ia terus menggenggam tangan Arjeno “bang please lo gak boleh gini” ucapnya terisak.

Hingga tiba-tiba saja tersengar suara seorang wanita, Najendra amat mengenali suara ini.

“Izza sayang, astaga kamu kenapa bisa gin—“

Tiba-tiba saja wanita itu menoleh ke arah Najendra dan juga Arjeno, lalu beranjak menghampiri Arjeno dan...

PLAK!!

“Kurang ajar! Bisa-bisanya bikin Izza luka” ucap Wanita itu.

“Izza punya dendam apa sama kamu hah?! Anak mama luka gitu, mau kamu apa si kak hah?! Kurang ajar”

Najendra yang mendapat tamparan hanya terdiam lalu menahan amarahnya.

“LIAT IZZA NAJENDRA! DI AJARIN SIAPA KAMU HAH?!”

“BUKAN SALAH NAJEN MA!” Teriak Najendra yang tidak bisa menahan amarahnya.

“Anak mama tuh yang salah, liat abang, gara-gara si anjing abang jadi gini. LIAT MA!”

PLAK

Satu tamparan lagi menghantap pipi Najendra

“kurang ajar! Izza gak mungkin gini. Mama tau kalian berdua gak suka sama Izza, tapi kenapa sampe bikin balapan segala hah?!”

“MA BUKAN SALAH KITA!”

“M-ma..” tiba-tiba saja suara Arjeno terdengar membuat kedua orang yang tengah berdebat itu menoleh. Najendra langsung menghampiri Arjeno.

Dengan keadaan masih lemah Arjeno berusaha mengulurkan tangannya pada Selina.

“M-ma, i-ini bukan s-salah n-najen” ucapnya lirih

Selina hanya menatap kedua anak itu dengan penuh amarah.

“M-ma s-sakit” rintih Arjeno yang masih terus berusaha mengulurkan tangannya agar di raih oleh Selina mamanya.

“Ma, liat abang! Dia juga anak mama, liat abang ma!” Ucap Najendra

Selina hanya berdecih

“Anak mama gak ada yang nakal, gara-gara kalian Izza jadi luka, mama benci kalian berdua!” Ucap Selina lalu pergi untuk kembali mengampiri Izza yang kini terlihat seperti kesakitan.

Najendra mengepalkan tangannya

“M-maa” lirih Arjeno lagi sambil mengeluarkan air matanya.

Najendra kembali menggenggam tangan Arjeno “Bang, tahan ya? Papa bentar lagi kesini”

“A-abang m-mau di p-peluk m-mama”

“Bang, udah...” ucap Najendra yang kini berusaha keras menahan tangisnya.

“S-sakit ma, kak. K-kepala a-bang sa—“

“ABANGGGG!!!!!”

Gue bilang juga apa

Arjeno dan Najendra baru saja sampai di arena, tempat dimana Arjeno dan yang lainnya berkumpul.

Arjeno menghampiri teman-temannya, disana terlihat ada Mike, Herry, Hanan dan juga yang lainnya.

“Jen” teriak Hanan pada Arjeno.

“Gimana? Udah disiapin?” Tanya Arjeno pada teman-temannya.

Mike mengangguk “dah beres, tapi lo beneran mau ?” Tanyanya pada Arjeno

Arjeno mengangguk “Iya”

“Bang, lo seriusan?” Tanya Najendra pada Arjeno

“Iya kak, lobtenang aja”

“Tenang gimana anjing, lo mau balap emang gua gak khawatir? Tai lo”

Hanan memegang pundak Najendra untuk menenangkannya “Kalem Dra”

“Ah anjing, lagian siapa sih hah? Si Izza? Sialan” umpat Najendra.

Saat mereka tengah berbincang tiba-tiba beberapa orang menghampiri Arjeno

“Weeh bang, dateng beneran?” Tanya orang itu.

“Gue bukan abang lo Izza” ucap Arjeno dingin tanpa menatapnya

“Mau lo apa si anjing?!” Sahut Najendra sambil mendekat ke arah Izza namun di tahan oleh Hanan dan juga Herry

“Eits, kalem kak. Gue cuma mau silaturahmi aja sama abang gue” ucap Izza

“Dia bukan kakak lo ya sat” ucap Najendra sambil mengepalkan tangannya.

Izza hanya terkekeh lalu menepuk pundak Arjeno “lo pasti kalah, liat aja” bisik Izza sebelum menjauh darisana.

Dalam diam Arjeno mengepalkan tangannya, emosinya sudah tertahan.

“Siapin semuanya mulai aja skrg anjing” umpat Arjeno lalu pergi untuk bersiap.

Najendra memperhatikan punggung kakaknya, entahlah perasaannya sungguh sangat tidak tenang, Najendra lalu menghampiri Arjeno.

“Bang please, lo gak boleh luka ya? Lo menangin ini please jangan sampe lo kenapa-napa” ucap Najendra pada Arjeno

Arjeno mengacak kepala adiknya itu “iya lo tenang aja kak, gue pasti menang kok. Gue janji gak bakalan luka sedikitpun, lagian motornya udah di check kok aman” ucap Arjeno meyakinkan sebelum akhirnya pergi ke arena untuk memulai balapan ini.

Entahlah, bahkan Arjenopun tidak yakin, ia akan berhasil atau tidak. “Maafin abang, kak” gumamnya yang kini tengah berada di atas motornya untuk bersiap.

Terlihat banyak orang berdatangan ke arena malam ini, ia hanya berharap bisa menyelesaikan keinginan saudara tirinya itu dengan selamat.

Terdengar suara musik yang sangat keras, lalu didepan sana ada satu orang yang sedang memegang bendera dan juga peluit.

“Arjeno, semoga berhasil” ujar Izza sedikit berteriak yang memang berada di samping Arjeno.

Arjeno hanya menoleh pada Izza

“Oke, kita mulai” teriak seseorang di depan sana.

“Tiga... Dua... Satu... PLUITTT”

Arjeno langsung saja menancapkan gas dengan kecepatan penuh, pada awal start ia tertinggal dari Izza. Areno geram, ia sangat-sangat tidak suka kalah.

Dengan emosi yang tertahan ia terus berusaha menyusul Izza yang berada di depannya.

“Bangsat” umpat Arjeno dari balik helm

Satu putaran terlewati, Arjeno masih saja gagal menyusul Izza, ia makin geram saat mendengar teriakan dari teman-teman Izza.

Arjeno semakin menambah kecepatannya, sedikit lagi ia bisa menyusul Izza, namun tiba-tiba saja seseorang didepan sana menghamburkan oli ke jalanan, membuat motor yang di kendarai Arjeno kehilangan kendali.

BRUK

Terdengar suara dentuman yang sangat keras, membuat semua orang berlari menuju suara itu termasuk Najendra. Lelaki itu berlali seperti orang gila.

“Gak gak ini bukan Abang” gumam Najendra sambil berlari.

Namun sayangnya perasaan Najendra benar terjadi, ia melihat Arjeno dan Izza tergeletak di arena.

“ABANGGG” teriak Najendra.

Arjeno berusaha bangkit namun gagal, kepalanya sangat sakit, tangan dan kakinya juga sakit, penglihatannya buram.

“BANGG” uvap Najendra yang kini tengah berusaha membuka helm Arjeno.

Sial, kepala Arjeno terbentur hingga mengeluarkan darah, tubuhnya penuh luka, tangganya patah.

Najendra menangis sambil menopang kepala Arjeno “GUE BILANG JUGA APA ANJING!!” Teriak Najendra sambil menangis.

“KENAPA LO INGKAR BANGSAT?! UDAH GUE BILANG LO HARUS SELAMAT JANGAN SAMPE LUKA. BISA-BISANYA LO BOHONG!!!” Teriak Najendra frustasi.

Dalam keadaan setengah sadar Arjeno berusaha mengusap air mata adiknya itu “M-maafin a-abang kak.” Uvapnya lemah

“Bang please tahan, bentar lagi ambulance nyampe, tolong tetep sadar” ucap Najendra terisak

“A-abang s-sayang s-sama k-kakak s-sama p-papa, m-maafin a—“

“ABANG BANGUN BANGG” teriak Najendra saat Arjeno tiba-tiba saja memejamkan matanya.

Najendra beranjak lalu menghampiri Izza yang kini tengah terduduk menahan luka yang ia dapat.

“BANGSAT LO ANJING!” Ucap Najendra

BUKKK!!

Najendra mengantamkan satu pukulan pada Izza

“BANGSAT! TANGGUNG JAWAB LO ANJING!!!”

“LIAT KAKAK GUA ANJING, GARA-GARA LO” teriak Najendra sambil terus menghantamkan pukulan pada wajah Izza

Hanan dan Herry segera menarik Najendra darisana “UDAH ANJING!” Teriak Herry

Najendra frustasi ia menangis, ia marah.

“Liat aja lo anjing kalo sampe abang gua kenapa-napa” ucap Najendra sambil menunjuk ke arah Izza sebelum akhirnya pergi darisana.

Izza hanya terkekeh “Gua gak takut”

𝗦𝗲𝗯𝗲𝗹𝗮𝘀; 𝗠𝗮𝗮𝗳 𝗦𝗲𝗻𝗷𝗮

Sepanjang perjalanan ke sekolah Bumi dan Senjani tak henti-hentinya tertawa. Bahkan Bumi sangat bahagia karena bisa mengendarai vespa bersama Senja.

“Senja, maaf ya vespanya berisik banget” ucap Bumi

Senja terkekeh “Gapapa Bumi, Senja seneng kok”

Bumi benar-benar sangat bersyukur karena kakaknya memberikan vespanya kepada Bumi, meskipun itu bekas tapi Bumi senang sekali.

Butuh waktu 20 menit agar sampai ke sekolah, awalnya tidak ada halangan apapun, namun tiba-tiba saja vespa yang dikendarai Bumi berhenti, di tengah perjalanan.

Bumi dan Senja turun dari vespa itu.

“”Loh? Kok berhenti ya?” Ucap Bumi bingung

“Bumi, kayaknya ada yang rusak deh, soalnya tadi Senja denger kayak mesinnta berisik kayak mau mati”

Bumi terdiam, ia melihat jam di tangannya “Senja 10 menit lagi gerbangnya di tutup” ucap Bumi

“Astaga iya Bumi, terus gimana dong?”

Bumi menghela napas “Senja naik gjek aja ya? Bumi pesenin sekarang oke? Senja berangkat duluan takut telat”

“Terus Bumi gimana?” Tanya Senjani pada Bumi

Bumi tersenyum sambil mengacak pelan pucuk kepala Senjani “Gapapa, gak usah mikirin aku ya? Yang penting Senja gak telat” ucap Bumi

Senjani menggeleng “Kalo gitu Senja juga disini aja nemenin Bumi” ucap Senjani

Bumi membulatkan matanya kaget “Senja. Kalau kamu disini nanti kamu telat, ini kan hari pertama masuk. Duluan aja ya?”

Senja menggeleng “enggak Bumi, Senja mau nemenin Bumi aja, gapapa telat juga. Senja gak mau ninggalin Bumi sendirian” ucap Senja

Bumi menghela napasnya lalu menunduk “Senjani, maaf ya? Harusnya aku gak ngajak naik Vespa, harusnya aku cek dulu keadaan vespanya. Maaf Senja gara-gara aku kamu jadi telat”

Senja tersenyum “gapapa kok, Senja seneng naik vespa sama Bumi, gapapa telat juga asalkan ada Bumi senja seneng. Sekarang dari pada diem disni terus mending kita dorong vespanya sampe ke bengkel yu? Kalo gak salah di deket sekolah ada bengkel”

Bumi tersenyum pada Senjani “Ayo, makasih dan maaf ya Senja”

Senja mengangguk sambil tersenyum “Bumi, asalkan itu sama Bumi, Senja gak masalah, jangan sedih ya? Bukan salah Bumi kok, nanti pulang sekolah kita benerin vespanya sama-sama ya Bumi” ucap Senjani

Bumi tersenyum kala melihat Senjani yang sedang berusaha keras mendorong vespa bersamanya, ia bersyukur memiliki Senjani

𝗦𝗲𝗽𝘂𝗹𝘂𝗵; 𝗩𝗲𝘀𝗽𝗮, 𝗕𝘂𝗺𝗶 𝗱𝗮𝗻 𝗦𝗲𝗻𝘆𝘂𝗺𝗻𝘆𝗮

𝙎𝙚𝙣𝙟𝙖𝙣𝙞 𝙋𝙊𝙑

Aku buru-buru turun ke bawah menghampiri Bumi yang katanya sudah menunggu di depan rumahku. Dia bilang ingin menunjukan sesuatu padaku.

Saat aku membuka pintu rumah, tampak Bumi yang sedang tersenyum sambil melambaikan tangannya padaku.

“Bumi, kok kesini ih? Bukannya kita mau naik bus? Kesini jauh loh”

Bumi hanya terkekeh “bentar dulu, aku mau nunjukin sesuatu” ucap Bumi padaku

“Merem sebentar” ucapnya, dan aku mengangguk sambil menutup mataku dengan kedua telapak tangan

Bumi menuntun tubuhku untuk berjalan.

“Senja buka matanya. TADAAAAA” ucap Bumi tersenyum sambil menunjukan sebuah vespa bekas?

“Liat Senja, aku bawa ini. Ayo naik ini kesekolah sama aku” ucap Bumi sambil terus tersenyum bahagia.

“Ini Vespa punta Bumi? Kok Senja baru liat ih?”

Bumi menggeleng “bukan, ini vespanya bekas kak Azri, semalem dia bilang pake aja buat aku sekolah. Aku seneng banget tau”

Oh bekas ya? Pantas saja penampilannya tampak seperti barang bekas, dan benar saja.

Bumi senyumnya bahagia banget, aku saja jadi ikut tersenyum liat Bumi. Bumi sebahagia ini ya ternyata? Padahak ini cuma barang bekas

“Ayoo naik Senja” ucap Bumi

Aku tersenyum lalu mengangguk dan langsung duduk di jok belakang.

“Pegangann, kita berangkatttt” ucap Bumi terdengar sangat bahagia.

Entahlah, melihat Bumu seperti ini, aku jadi sadar, kalau Bumi itu selalu bersyukur dan tersenyum meskipun yang ia dapat hanyalah barang bekas, tapi aku bisa lihat, jika senyum yang di tampilkan Bumi itu adalah senyum kebahagiaan. Iya, Bumi sebahagia itu sekarang.

Jangan Gegabah

“Ada apaan?” Ucap Arjeno yang baru saja tiba di tempat yang biasa dijadikan tempat berkumpul

“Duduk dulu jen” ucap Herry pada Arjeno

“Jelasin han”

Arjeno menoleh pada Hanan temannya

“Dia nantang lagi”

“Anjing” umpat Arjeno “gak ada puasnya ya si bangsat”

“Masalahnya, dia kekeh pengen lo yang dateng” sahut Mike

“Kapan?” Tanya Arjeno

“2 hari lagi” sahut Herry.

Arjeno mengepalkan tangannya, emosinya seketika naik, entahlah ia tak habis pikir dengan keinginan orang itu.

“Ok, gua jabanin”

“Jen lo serius?” Ucap Herry

“Jangan gegabah anjing jen” sahut Mike

“Kan lo pada bilang mereka mau gue dateng kan? Yaudah”

“Anjing, tap—“ ucapan Hanan tertahan

“Biar cepet kelar, muak gue” ucap Arjeno.

“Siapin aja semuanya, kasih tau gue kalo ada yang kurang”

Takut

Galen benar-benar pergi ke tempat Andara, entahlah pikirannya kacau sekali saat ini.

Lelaki itu terduduk sambil mengusap baru nisan itu.

“Andara...” ucapnya lirih

“Maaf aku dateng sendirian dlu ya? Aku mau cerita”

“Dara, aku bingung, tadi ada yang nyatain perasaannya, dia temen aku, dia baik dia juga perhatian sama Alena”

“Dara aku harus gimana? Aku gak mau, aku belum sanggup buat nerima orang lain dihidup aku. Aku salah ya kayak gini?”

“Aku gak mau nyakitin dia, tapi aku juga gak mau biarin orang lain masuk kedalam hidup aku. Aku takut dar...” ucap Galen lirih.

“Masih kamu, masih kamu yang ada disini dar, gak akan pernah ada yang bisa geser tempat kamu disini, kamu satu-satunya. Maaf aku ngecewain kamu, harusnya aku gak gini”

“Andara, tolong yakinin aku ya? Tolong dateng dan kasih tau aku tentang apa yang harus aku lakuin, aku takut bener-bener takut buat nerima orang lain”

“Jadi mas mohon, dateng ya ke mimpi mas? Mas butuh kamu, mas takut, mas pengen meluk kamu Andara, mas kangen...”

Maaf

“Hai Lea, maaf telat tadi ada pasien darurat. Lama ya nunggu?”

Elea tersenyum pada Galen “gapapa kok”

Galen duduk di hadapan Elea “Sendiri kesini?”

Elea mengangguk

“mau pesen apa? Biar saya pesenin, suka kopi?”

Galeng mengangngguk “Americano”

“Tunggu bentar ya”

Elea beranjak memesan minuman untuk Galen.

Elea memperhatikan Galen yang sedang duduk sambil memainkan ponselnya. Tampan

Tak lama pesanan selesai, Elea bergegas kembali memberikan pesanan Galen

“Galen ini” ucap Elea

Galen tersenyum manis “Makasih, ini berapa? Biar saya ganti”

Elea menggelang pelan “gapapa, gak usah di ganti”

“Beneran?”

Elea mengangguk “iya Galen, gak perlu sungkan”

Galen terkekeh pelan “makasih ya, saya minum”

Hening, hanya terdengar alunan musik dan ocehan dari para pengunjung cafe itu. Elea menghela napasnya, sebelum akhirnya memberanikan dirinya untuk berbicara perihal apa yang akan ia sampaikan

“Galen, saya mau bicarain sesuatu, sebelumya maaf kalau saya lancang sekali” ucap Elea

Galen menatap perempuan di hadapannya itu “Ada apa? Penting kah?”

“Emm, gak terlalu penting, saya cuma mau bilang aja”

“Apa?”

Elea diam sejenak, lalu menghela napasnya “Galen...”

“Iya Lea?”

“Maaf ya, saya bener-bener lancang, gak seharusnya saya gini, maaf”

“Hei, kenapa?”

“Galen...”

“Saya suka sama kamu, jujur saja saya tidak Bisa menahan ini. Maaf kalau saya lancang, tapi saya bener-bener suka sama kamu, mungkin saya sayang sama kamu, maaf maaf”

“Lea..”

“Kamu boleh benci saya gapapa, maaf karena saya gak bisa nahan perasaan saya sendiri, kamu baik, maaf saya bikin kamu gak nyaman, harusnya saya gak gini maafin saja Galen”

Galen terdiam, entahlah, ia kaget sekali, bahkan ia tidak menduga jika hal seperti ini akan terjadi.

“Elea, sebelumnya makasih udah mau jujur, tapi maaf saya pulang”

Belum sempat Elea mengutarakan semuanya, Galen bejanjak pergi dari sana, hati Elea hancur. Harusnya ia tidak seperti ini, harusnya ia tahu diri.

𝗦𝗲𝗺𝗯𝗶𝗹𝗮𝗻; 𝗕𝗲𝗿𝘁𝗮𝗵𝗮𝗻 𝗬𝗮?

“Bumii” teriak Senja saat melihat Bumi sedang terduduk di kursi pinggiran Sungai di taman itu.

Lelaki itu menoleh pada Senjani lalu tersenyum. Senjani segera menghampirinya.

“Maafin lama, tadi rebutan dulu motor sama kakak hehe”

Bumi terkekeh, lalu mengusak pelan pucuk kepala Senjani “iya iya, yang udah bisa naik motor emang beda”

“Hehehe, kan mau SMA”

Lagi-lagi Bumi terkekeh.

“Bumi kenapa? Mau cerita apa?”

Bumi terdiam untuk beberapa saat, matanya memandang langit sore itu.

Senja memperhatikan Bumi yang memang terlihat sedih, entah kenapa.

“Bumi...”

“Senja capek banget” lirih Bumi

“Bumi capek banget ya?”

Bumi mengangguk pelan

“Tuhan jahat banget Senja sama aku. Bahkan dari dulu, aku cuma sendirian, anak kecil yang harusnya dapet segala kasih sayang sama perhatian dari orang tuanya aku gak pernah ngerasain itu. Senja, aku cuma mau mama sama papa ngehargain apa yang udah aku lakuin salah ya?”

Senja menggeleng “enggak salah Bumi”

“Senja, rasanya dipeluk sama mama gimana? Rasanya becanda sama papa gimana? Rasanya diperhatiin gimana? Bahkan terakhir kali aku di peluk mama mungkin pas aku baru lahir kalinya?”

“Rasanya anget banget, becanda sama papa seru”

Bumi tersenyum pelan “Senja...” lalu lelaki itu menitikan air matanya di hadapan Senjani, untuk pertama kalinya sejak mereka berteman.

“Bumi... jangan nangiss” ucap Senja yang sama-sama menahan tangisnya

“Aku mau kayak kak Azri, aku mau dipeluk mama, aku mau dibeliin sesuatu sama papa, aku mau di masakin mama sarapan kesukaan aku, aku mau di banggain kayak kakak sama mama papa. Senja sakit banget rasanyaa...” Suara Bumi bergetar hebat, lelaki itu menangis.

Demi apapun, baru kali ini Senja merasakan sakit luar biasa saat melihat Bumi, Senjani sakit melihat Bumi menangis.

“Bumi, Senja peluk Bumi ya?”

Tanpa menunggu jawaban dari Bumi, Senjani langsung mendekap dengan hangat tubuh Bumi, ditepuknya dengan lembut tubuh Bumi, Senjani membisikan sesuatu pada Bumi.

“Bumi, sakit banget ya? Bumi nangis aja gapapa kok, Senja gak bakal ngeledek Bumi. Jangan ditahan lagi ya Bumi? Keluarin semua yang udah Bumi tahan selama ini, keluarin semuanya ada Senja disini, Bumi gak sendirian”

Tubuh Bumi bergetar hebat dalam pelukan Senjani, lelaki itu menangis sangat kencang, bahkan bahu Senjani basah karena air matanya

“Bumi, bertahan ya? Bumi kuat, Bumi hebat, jadi tolong bertahan ya? Senja tau ini susah banget buat Bumi, tapi Senja mohon Bumi harus kuat sampai nanti Bumi bisa buktiin kalau semua usaha Bumi itu gak ada yang sia-sia”

“Nangis sepuasnya. Senja disini, Senja gak akan kemana-mana, Bumi hebat, Bumi kuat...” bisik Senja dengan sangat lembut

𝗗𝗲𝗹𝗮𝗽𝗮𝗻; 𝗦𝗮𝗸𝗶𝘁

“Assalamualaikum, Bumi pulang” ucap Bumi

Bumi melihat disana ada Papa sedang duduk dan melihat ke arah Bumi dengan tatapan marah?

“Duduk!” Ucap Papa membuat jantung Bumi berdegup kencang.

“Darimana?”

“D-dari l-“

“Darimana?! Jawab!”

“Maaf pa, Bumi barusan keluar sama temen Bumi beli eskrim, maaf gak bilang”

Tiba-tiba saja

“AWWW SAKIT PAH” ucap Bumi berteriak.

Iya, papa memukul kaki Bumi dengan kencang membuat anak itu berteriak kesakitan.

“Siapa yang ngijinin kamu main hah?!”

“Pah sakit pah” teriak Bumi.

“M-maaf pah b-bumi c-cuma keluar s-sebentar. Maafin Bumi” ucap Bumi pada papanya.

“Halah, kamu tuh makin gede makin nakal ya? Mau kamu apa sih hah?! Dasar anak kurang ajar”

Pukulan demi pukulan Bumi terima, anak itu berteriak kesakitan meminta ampun pada papanya agar berhenti memukulinya “pah hiks ampun pah sakit, maafin bumi pah”

“Liat tuh kakakmu, belajar! Bukan malah keluyuran. Mau jadi apa kamu hah?! Mau jadi gembel?! Duit masih dari orang tua juga banyak nakal banget jadi anak!” Ucap papanya

Sakit, sakit sekali. Bumi ingin marah, ia ingin berteriak melawan, tapi ia tidak mampu. Jiwanya terlalu takut, ia masih terlalu takut untuk melawan semua pukulan dan cacian yang ia terima.

Bumi hanya bisa meminta ampun pada papanya sambil berusaha keras menahan sakitnya “Pa ampun, maafin Bumi pah. Bumi janji gak akan nakal lagi maaf pah, udah pah sakit” ucap Bumi lirih.

“Awas aja kamu, ketauan main keluar tanpa izin! Sana ke kamar, dasar anak nakal!” Ucap papanya sambil membanting pintu.

Bumi hanya bisa menangis, sakit, ia ingin dirangkul dan dibela, tapi apa? Bahkan mama dan juga kakaknya hanya melihat kejadian ini dari jauh, mereka bahkan tidak berusaha menghentikan pukulan yang diberikan oleh papa pada Bumi.

Bumi berusaha keras menahan semua rasa sakitnya, ia terlalu takut, ia terlalu rapuh.

𝗧𝘂𝗷𝘂𝗵; 𝗘𝘀 𝗞𝗿𝗶𝗺 𝗱𝗮𝗻 𝗕𝘂𝗺𝗶

𝙎𝙚𝙣𝙟𝙖𝙣𝙞 𝙋𝙊𝙑

”Bumi kok malah beli itu ih? Katanya mau eskrim?” Ucapku pada Bumi

Lelaki itu hanya terkekeh “gak tau tadi pas aku liat ini kayak enak hehe”

Aku hanya menggeleng pelan “Yaudah cobain aja es krim punya senja ya?” Ucapku

Bumi pun mengangguk sambil tersenyum.

“Bumi, masih sedih enggak sekarang?” Tanyaku pada Bumi

Bumi menoleh “Enggak, kan ada Senja sekarang, terus kata kamu kalo aku sedih bilang. Jadi aku gak sedih lagi sekarang, soalnya kamu ngajak aku jajan hehe” Bumi tersenyum manis padaku.

Entahlah, bahkan aku sama Bumi belum lama kenal, mungkin sekitar dua bulan? Tapi meskipun begitu, tiap kali aku denger lelaki ini sedih dan bilang kalau dia gak baik-baik aja, kenapa rasanya sakit ya? Kayak aku pengen banget ngelindungin Bumi.

Jika kalian pikir Bumi kuat, dia emang keliatan kuat kok, siapapun yang pernah kenal dia pasti mereka nganggap Bumi itu kuat. Tapi menurutku enggak, Bumi sebenernya rapuh, dia butuh orang lain buat nopang segala beban dan lukanya dan entah sejak kapan aku berjanji pada diriku sendiri kalau aku bakal terus nemenin Bumi sampai kapanpun.

Aku cuma mau satu.

Bumi tetap bahagia dan senyum kayak sekarang.

“Bumi inget ya? Sekarang kan Bumi punya Senja, jadi Bumi jangan banyak murung ya? Jangan sedih, Senja gak suka liatnya, kalau Bumi sedih nanti hujan loh”

Bumi menoleh padaku “kok hujan? Hubungannya apa?”

Aku tersenyum “iya Hujan, soalnya nanti langit tau kalau Buminya lagi sedih, jadi langit juga ikutan sedih kayak Bumi. Janji ya sama Senja, Bumi gak akan sedih oke? Kalaupun emang Bumi ngerasa sedih, ada Senja disini yang bakal terus buat Bumi senyum. Pokoknya Senja cuma mau liat Bumi senyum, oke? Coba senyum sekarang”

Bumi terkekeh, lalu ia melengkungkan bibirnya dengan sangat indah “gini? Hehheehe”

“Iya!!! Haha. Bahagia terus ya Bumi?”