Saya Sayang Kamu Dirga
Ariel melangkahkan kakinya ke tempat peristirahatan terakhir Dirga
Sejak tadi ia berusaha keras menahan tangisnya
“Dirga” lirih Ariel yang kini berdiri tepat di depan gundukan tanah bertuliskan nama lelakinya itu.
Ariel menangis, tangisannya pecah, ia langsung terduduk di tanah dan menangis
“Mas Dirga... kenapa?” Lirih Ariel
Perempuan itu terisak, rasanya sakit, sakit sekali.
“Mas, kenapa pergi secepat ini mas?”
Ariel menangis, dadanya sesak. Tidak, ini pasti mimpi kan?
Berulang kali ia menampar dirinya sendiri, berulang kali ia berusaha menyadarkan dirinya kalau ini semua hanya mimpi. Tapi semua itu sia-sia, Semua ini nyata dan tidak bisa di sangkal.
Ariel mendekatkan dirinya dan menangis sambil memeluk batu nisan bertuliskan nama Dirga “Mas, kenapa pergi mas?”
“Tolong sadarin aku kalau ini mimpi. Mas Dirga... mas...” Ariel terisak
“Mas, bahkan aku belum ngasih kebahagiaan apapun ke kamu, aku cuma nyakitin kamu. Tapi gak gini, gak seharusnya gini mas...” Ariel menangis
“Enggak mas, ini mimpi kan? Mas aku mohon, mas Dirga”
Di bawah guyuran hujan sore itu Ariel menangis, kepergian Dirga benar-benar membuatnya terpukul. Harusnya tidak seperti ini, harusnya ia tetap disampingnya, harusnya ia tidak pergi waktu itu.
“Mas, maafin aku mas” lirih Ariel
Ariel menoleh saat dirinya merasa jikaair hujan tidak membasahinya lagi, ia menoleh dan melihat ada dua laki-laki yang kini mengarahkan sebuah payung agar dirinya tidak terkena hujan.
“Kak...”
Ariel semakin terisak saat melihat bahwa dua orang lelaki itu adalah anak dari lelaki yang saat ini ia tangisi. Iya, Arjeno dan Najendra datang kesana.
Arjeno berjongkok lalu membersihkan wajah Ariel yang kotor
Arjeno tersenyum “Kakak baru datang nemuin papa ya?”
Ariel terisak “Abang, maafin saya, harusnya saya gak ninggalin papa kalian waktu itu, harusnya saya ada di samping dia waktu itu, maaf semua ini gara-gara saya maaf” lirih Ariel
Mata Arjeno berkaca-kaca saat mendengar suara lirih Ariel, lalu tanpa aba-aba Arjeno memeluk erat tubuh Ariel, tubuh yang sempat Arjeno jadikan sandaran waktu itu
“Enggak, ini bukan salah kakak, ini semua udah takdir kak” ujar Arjeno
Najendra ikut berjongkok lalu mengusap pelan rambut Ariel yang basah “Kak, jangan nyalahin diri kakak ya? Ini semua bukan salah kakak. Ikhlas ya kak? Kalau papa tau kakak nangis dia pasti marah” ucap Najendra
Ariel hanya menangis, rasanya masih seperti mimpi.
“Aku sama Abang dateng tiap hari kesini buat jenguk papa, dan tadi aku liat kakak nangis. Jangan nangis lagi ya kak? Papa udah tenang disana, papa lagi istirahat sekarang” ucap Najendra berusaha menenangkan Ariel
Najendra beralih mengusap batu nisan itu “Papa, liat siapa yang datang? Perempuan kesayangan papa datang, tapi dia nangis pah” gumam Najendra yang semakin membuat Ariel terisak
“Kak, papa gak marah kok abang yakin, dia pasti sedih liat kakak nangis. Kuat ya kak? Cukup kita aja yang tersiksa karena kehilangan papa, sekarang pun kita belajar ikhlas kak, karena mau bagaimana pun papa pasti pergi kok, cuma caranya aja yang salah, Tuhan punya skenarionya sendiri buat ngatur kehidupan hambanya. Maafin papa ya kak? Maafin abang sama kakak juga” ujar Arjeno
Ariel berusaha meredakan tangisannya, benar, ini semua sudah rencana semesta, harusnya ia ikhlas, harusnya ia kuat.
Ariel menatap teduh gundukan tanah itu “Mas, maaf, harusnya aku kuat. Anak-anak mas bener, ini semua udah jalan Tuhan”
Ariel mengusap gundukan tanah itu “Mas pasti lagi istirahat ya sekarang? Mas udah gak ngerasain sakit lagi ya karena ketidakadilan semesta? Mas maaf dan terimakasih, maaf karena aku ninggalin kamu di saat kamu sedang butuh-butuhnya aku, maaf karena aku gak bisa nepatin janji aku untuk selalu ada di samping kamu, maaf ya mas?” Ariel menghela napas berusaha menahan tangisnya
“Terimakasih mas, karena selalu mengisi ruang di hati aku bahkan sampai sekarang, aku baca pesan terakhir kamu. Kamu bilang aku harus hidup dengan baik kan? Kamu bilang aku harus berusaha mencintai suami aku kan? Iya mas aku bakalan hidup dengan baik aku janji. Mas... sekali lagi terimakasih untuk segalanya ya? Saya sayang kamu Dirga...”