Jjaejaepeach

*Flashback (2)

Izza lari sesaat setelah ia dan Selina menembakkan peluru disana. Bahkan ia meninggalkan Selina disana

Jika kalian pikir Izza menyesal kalian salah. Anak itu hanya tertawa puas sambil berusaha bersembunyi dari kejaran polisi.

Namun tak lama ia juga tertangkap sama halnya dengan Selina.

Saat ia di introgasi ia dengan enengnya menjawab

“Saya lakuin ini biar mama saya seneng, saya benci liat mama nangis” ucapnya

Setelah itu ia langsung dinyatakan sebagai tersangka karena dia sendiri yang mengakui perbuatannya.

Kalian ingat saat Izza mengirim pesan pada Najendra sesaat setelah Dirga meninggal?

Iya, itu karena ia yang meminta izin pada polisi untuk menggunakan poselnya dengan alasan ingin meminta maaf terlebih dahulu.

Izza sangat senang, walaupun ia mendekam dipenjara setidaknya ia tidak sendiri, ada mama dan juga papa mereka yang sama-sama masuk penjara.

Asalkan kedua kakak beradik itu menderita Izza seneng walaupun harus mengirbankan dirinya, ia hanya tidak suka jika Arjeno dan Najendra bahagia melebihi dirinya.

dan setelah penangkapan itu, baik Selina dan juga Izza mereka berdua dijatuhi hukuman penjara seumur hidup

*Flashback (1)

Saat itu Selina benar-benar kalut, ia benci sangat benci pada Dirga. Kenapa dia tega memenjarakan suaminya?

Tapi disisi lain Selina juga masih tidak menyangka jika suaminya yang melakukan pencurian data perusahaan mantan suaminya itu.

Di hari dimana suaminya ditangkap Selina benar-benar frustasi, kenapa bisa ini semua terjadi pada keluarganya?

Selina menangis, saat ini ia hanya ditemani Izza, anak dari suaminya yang sudah ia rawat sejak kecil yang membuat dirinya melupakan kedua anak kandungnya.

“Mama, jangan nangis...” ucap Izza lirih

Sebenarnya Izza tidak suka melihat Selina menangis, ia tidak suka, hatinya sakit sangat sakit.

Tak lama berita di tv menayangkan kabar jika Dirga akan melakukan konferensi pers di hadapan media minggu depan.

Rahang Izza mengeras, ia mengepalkan tangannya. Ia benci sangat benci.

Begitupun dengan Selina, ia tidak berhenti mencaci saat melihat wajah Dirga terpampang di layar televisi itu.

“Mama, aku gak terima keluarga kita hancur gara-gara dia”

“Mama kita bales perbuatan dia mau gak? Dia udah ngancurin karir papa, waktu itu juga dia malah nuduh aku yang nyelakain abang. Mama mau ya?”

Entahlah mungkin karena Selina kalut ia hanya mengangguk saja.

Hingga sampai hari dimana acara itu berlangsung, ibu dan anak itu melancarkan aksinya.

Bahkan Selina berteriak saat menembak tubuh Dirga

“DIRGA BAJINGAN” teriaknya Sebelum akhirnya peluru itu mengenai dada Dirga.

Selina menangis saat itu, ia lari ia menangis ia berteriak.

“Enggak ini salah harusnya aku gak gini” ucap Selina sambil mengendarai mobilnya menghindari kejaran polisi.

“Dirga maafin aku...” ucapnya sebelum akhirnya mobil yang ia kendarai berhasil dihentikan oleh polisi.

Selina menangis ia pasrah.

———

Hari itu, tepat setelah Selina kabur sepama beberapa jam ia akhirnya di tangkap dan diamankan. Namun sebelumnya ia meminta agar dapat menggunakan ponselnya sebelum ia masuk ke penjara. Tepat di hari itu, Dirga dinyatakan tewas akibat luka yang ia terima

Masih ingat saat Selina mengirim pesan pada Dirga? Iya, itu hari dimana Selina ditangkap dan juga ia mengetahui jika Dirga meninggal akibat ulahnya.

Selina menyesal, sangat menyesal.

Maaf Ngerepotin

Malam ini, Najendra benar-benar pergi ke tempat Jeffrey, teman Dirga sewaktu kuliah.

Entahlah, untuk saat ini Najendra hanya percaya pada lelaki itu, ia yakin kalau Jeffrey bisa mengerti akan posisinya saat ini

Najendra baru saja sampai di rumah Jeffrey. Ia melangkahkan kakinya lalu mengetuk pintu rumah itu

Butuh waktu beberapa menit agar pintu terbuka, menampakkan sosok wanita yang diketahui adalah istri dari Jeffrey

“Loh? Kakak ya?” Ucap Wanita itu

Najendra tersenyum “iya tante hehe”

Sebenarnya baik keluarga Dirga maupun Jeffrey mereka sudah saling mengenal bahkan bisa dibilang akrab sekali.

“Ayo masuk” ucap wanita itu

“Ada apa ini malem-malem kesini? Mau ketemu aji ya?” Ucap wanita itu membuat najen menggeleng pelan

“Tante, Najen mau tidur disini boleh?” Ucapan Najen membuat wanita itu sedikit heran

“Tidur? Rumah kamu kenapa? Kok tidur disini?”

Najendra hanya tersenyum “Lagi ada masalah sama abang, jadi lebih baik aku gak tidur di rumah biar gak emosi” ucap Najen

Wanita itu menatap Najendra lalu mengusap kepala anak itu.

“Lagi berantem ya sama Jeno? Parah? Sampe kamu kesini”

“Hehe iya Tante, boleh kan aku sementara disini dulu? Tapi kalau gak boleh Najen tidur di kosan temen aja”

“No no jangan udah malem, udah gapapa disini aja ya sayang”

“Om jeff udah tau kan?”

Najendra mengangguk “udah tan”

“Yasudah, kamu tidur sama aji ya gapapa kan? Itu anaknya pasti seneng”

Najendra tersenyum “tante makasih, maaf mengerepotin”

𝗧𝗶𝗴𝗮 𝗕𝗲𝗹𝗮𝘀; 𝗚𝘂𝗴𝘂𝗿 𝗕𝘂𝗻𝗴𝗮

Saat ini Senjani dan Bumi sedang terduduk di tepi pantai. Langit sore saat ini benar-benar indah, ditambah gelombang laut yang terlihat tenang.

Bumi menghirup udara sambil memejamkan matanya.

Senja tersenyum sambil memperhatikan Bumi yang duduk di sampingnya

“Jangan liatin” ucap Bumi

Senjani hanya terkekeh “tau aja aku liatin”

Bumi menoleh pada Senjani “ya iya, kerasa soalnya kayak ada yang merhatiin”

Lagi-lagi Senjani terkekeh “Soalnya Senja suka liat wajah Bumi” ucap Senjani yang kini memalingkan wajahnya menatap langit

“Kenapa?”

“Gak tauuu, mungkin karena wajah Bumi lucu?”

Bumi mengangkat sebelah alisnya “lucu?”

Senjani menoleh pada Bumi sambil menganggukan kepalanya seperti anak kecil “iyaaa, kayak hewan puduu, tau gak? Lucu banget ih” ucap Senjani sambil terkekeh

Bumi tersenyum, kenapa ya setiap ia bersama perempuan ini, rasanya semua beban masalah, kesedihan, luka dan air mata hilang begitu saja. Senjani itu sangat berarti melebihi apapun di dunia ini bagi Bumi.

Takut. Bumi takut jika suatu saat perempuan ini meninggalkannya, entahlah, Bumi bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya ia jika Senjani Pergi

Bumi tersenyum menatap Senjani selama beberapa saat.

Tangan Bumi bergerak merapikan helaian rambut yang menutupi sebagian wajah Senjani karena angin.

“Kalau ke kapantai tuh bawa iket rambut Senja, biar rambutnya gak kena mata” ucap Bumi

“Hehehehe lupaa”

“Senja...”

“Hmm?”

“Kalau aku bilang aku sayang kamu gapapa?”

“Loh? Ya gapapa Bumi ih kenapa izin”

Bumi hanya terkekeh “takut kamu gak ngizinin”

Senjani tersenyum, ia tidak bodoh untuk mengartikan apa yang diucapkan Bumi barusan.

“Senjani tau puisi Bunga Gugur karya W.S. Rendra gak? Ucap Bumi lagi

“Puisi?”

Bumi mengangguk “disana di tulis

𝐴𝑠𝑚𝑎𝑟𝑎 𝑐𝑢𝑚𝑎 𝑙𝑎ℎ𝑖𝑟 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑚𝑖 (𝑑𝑖 𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑙𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑢𝑗𝑢𝑛𝑔 𝑑𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑡𝑖) 𝑖𝑎 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑖𝑘𝑢𝑡𝑖 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑚𝑎𝑛𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑙𝑎𝑢 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑠𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖 𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑢𝑔𝑢𝑟 𝑔𝑢𝑔𝑢𝑟 𝑝𝑢𝑙𝑎 𝑖𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎-𝑠𝑎𝑚𝑎

Dari dulu aku percaya kata-kata itu”

Senjani mengangkat sebelah alisnya bingung “Maksudnya?”

Bumi tersenyum “artinya, Cinta itu hanya ada saat manusia hidup, cinta ikut mati saat manusia itu mati. Paham gak?”

Senjani menggeleng

“Dari dulu, aku selalu percaya kalau cinta itu hanya bualan, gak ada namanya cinta bahkan dikeluarga pun gak pernah ada. Dari dulu aku gak pernah percaya sama cinta senjani, ya kayak isi puisi barusan, cinta itu cuma sesaat dan gak abadi.

Senjani menganggukan kepalanya sambil menatap Bumi

“Tapi ada hal lain yang aku percaya saat ini, kamu tau gak?”

“Apa?”

“Aku percaya cinta itu ada, aku percaya cinta itu nyata, aku percaya cinta itu abadi...”

“Kenapa?”

“Senjani, semenjak aku ketemu kamu, aku mulai tau rasanya cinta, aku mulai tau rasanya sebuah pelukan, aku mulai tau kalau cinta itu benar adanya dan aku percaya cinta itu abadi”

“Senjani, kalaupun suatu saat aku pergi ninggalin kamu jangan sedih ya? Karena aku percaya, cinta yang aku dan kamu beri itu abadi”

“Bumi apasi ngomongnya pergi-pergian!” Wajah Senjani cemberut membuat Bumi terkekeh

“Itu umpanya Senja”

“Ya tapi tetep aja!”

“Haha, yaudah maaf ya? Bumi gak bakalan kemana-mana kok, asal Senja juga jangan pergi ya?”

“Janji?”

“Iyaaa janji senjaaaaa”

Disini aja boleh?

Sakit, sakit sekali rasanya. Sepanjang perjalanan Najendra terus saja memegangi pipinya, bahkan sejak ia keluar dari rumah ia berusaha menahan tangisnya.

Kalau kalian pikir Najendra tidak akan menangis, kalian salah. Justru Najendra sejak dulu adalah anak yang mudah menangis, bahkan jika ia dibentak sedikitpun ia akan menangis.

Jika dibentak sedikit saja ia menangis, bagaimana dengan tadi? Ia di pukul oleh kakaknya sendiri yang bahkan sejak dulu kakaknya itu tidak pernah berani menyakitinya seperti ini.

Najendra hanya membawa motor, dompet dan juga handphone, entah akan kemana ia pergi malam ini yang penting ia tidak bertemu kakaknya, ia benci.

Sekarang sudah pukul delapan malam, entah kenapa pikiran Najendra hanya tertuju pada satu tempat.

Papa

Iya, dia saat ini melajukan motornya ke tempat dimana papanya beristirahat.

Tidak perlu waktu lama, ia sudah sampai disana. Najendra tidak peduli jika disini gelap dan hanya ada beberapa lampu saja yang menerangi tempat ini, ia tidak peduli.

Najendra melangkahkan kakinya ke tempat dimana papanya beristirahat.

Kini ia sudah berada di hadapan kuburan Dirga. Najendra terduduk di atas rumput. Ia lalu bergeser dan mengusap pelan batu nisan bertuliskan nama Dirga papanya.

“Papa...” ucap Najendra sambil tersenyum

“Maaf ya pah, kakak datengnya malem banget, maaf juga kakak datengnya sendiri gak sama abang” ucap Najendra sambil terus mengusap batu itu

“Papa, kalo kakak cerita ke papa, papa bakalan marah gak?” tanya Najendra pada Dirga. Meskipun ia tahu tidak akan ada jawaban

“Papa, abang nonjok kakak tau haha” ucap Najendra yang kini menangis namun masih bisa tertawa

“Kakak yang salah atau abang yang salah pah?”

“Papa tau kan? Kalau kakak paling benci dibentak apalagi sampe di tonjok. Papa hati kakak sakit banget, kakak boleh gak benci sama abang?” Lirih Najendra

“kakak gamau pulang, kakak gamau ketemu abang” lirih Najendra.

“Papa, kalau disini masih ada papa, pasti semuanya gak bakalan gini. Kakak kangen sama papa...” Najendra terisak.

“Papa, biasanya kalo kakak sama abang berantem papa suka tiba-tiba meluk kita berdua, tapi sekarang papa gak ada, kakak harus gimana?” Ucap Najendra yang masih terisak

“Kakak cengeng ya pah? Udah semester tiga tapi masih cengeng, maafin kakak ya pah..”

Najendra menghela napasnya, ia tidak bohong saat bilang jika ia benci Arjeno.

“Papa, kakak mau sama papa. Kakak disini aja boleh? Biarin kakak tidur sama papa ya? Gapapa dingin juga, asalkan sama papa, bantuin kakak biar emosi kakak reda. Boleh ya pah?”

Gue Benci

Arjeno benar-benar kalut, ia buru-buru mengendarai motornya agar cepat sampai di rumah.

“Bego” gumamnya merutuki dirinya sendiri sepanjang perjalanan

Tak butuh waktu lama Arjeno sampai di rumah, ia segera masuk ke rumahnya dan menemukan Najendra sedang duduk di sofa ruang tengah.

“Jen...”

Najendra hanya menoleh dengan tatapan tak suka

“Ayo ke papa, mumpung belum sore”

“Gak usah”

“Sumpah gue lupa”

“Ayo ke papa sekarang”

“GUA BILANG GAK USAH YA GAK USAH NJING”

Arjeno terdiam, baru kali ia Najendra membentaknya dengan sangat keras

“Lo mikir gak su anjing hah? Lo ninggalin gue di kampus dari siang, lo lupain janji kalo kita mau jenguk papa dan lo disana malah asik sama cewek? Lo bangsat tau gak?”

“Hebat ya? Lo bilang lo gak kenal sama tu cewek, tapi kayaknya lo lebih dari kenal deh sama cewek gajelas it—“

“ANJING! DIA BUKAN CEWEK GAK JELAS!” Satu pukulan mendarat di pipi sebelah kanan Najendra membuat ia meringis

Najendra memegang pipinya lalu menatap Arjeno dengan tatapan benci

“Lo nonjok gue bang? Sejak kapan lo nonjok adek lo sendiri?”

Arjeno berusaha mengatur emosinya, tidak, seharusnya ia tidak seperti ini.

“JAWAB ANJING! LO NONJOK GUE? LO NONJOK GUE CUMA GARA-GARA CEWEK GAK JELAS ITU? GUA ADEK LO ANJING!”

Entahlah Arjeno sangat tidak suka ucapan Najendra dan lagi-lagi ia mendaratkan pukulan ke wajah Najendra

“DIA BAIK ANJING” ucap Arjeno meninggi sambil memukuli Najendra

Arjeno bangkit, lalu menjauh dari sana, ia takut jika emosinya malah semakin membuat kondisi adiknya itu semakin parah

Najendra bangkit dengan susah payah, ia lalu melangkahkan kakinya keluar rumah

“LO ANJING! GUE BENCI SAMA LO JENO, ENYAH LO!” Ucap Najendra sebelum keluar dan membanting pintu rumahnya

Arjeno memukuli kepalanya sendiri

“Jeno, lo bego anjing” gerutunya

Masih Gak Ngerti?

Najendra sedang membaca beberapa literatur di perpustakaan kampusnya, entahlah beberapa hari terakhir ia sedang senang sekali membaca, padahal sebelumnya ia paling malas jika di suruh membaca buku terutama buku pelajaran.

Hari ini perpustakaan sedikit kosong, mungkin karena beberapa mahasiswa sudah masuk ke jam kelasnya masing-masing.

Mata Najendra sangat fokus sekali membaca kalimat-kalimat yang tertulis di buku yang ia baca. Bahkan beberapa kali ia mengangkat sebelah alisnya saat ia menemukan kalimat yang kurang dimengerti.

Hampir lima belas menit ia berada disana, hingga beberapa saat kemudian fokusnya terganggu, entah kenapa ia merasa ada seseorang yang sedang memperhatikannya sejak beberapa menit lalu.

Najendra mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, hingga matanya menemukan seseorang yang sedang fokus memperhatikan dirinya, orang itu tersenyum

Najendra menghela napas, lalu beranjak dari duduknya, ia mendekat ke arah orang itu

“Lo merhatiin gue dari tadi?”

Yang di tanya hanya terkekeh “Yah ketauan deh”

Lagi-lagi Najendra menghela napas “Mau ngapain lagi sih kak?”

“Gue cuma pengen liat lo”

“Udah gue bilang berhenti, lo masih gak ngerti ya apa yang gue bilang sebelumnya? Berhenti ngikutin gue, berhenti ganggu gue, lo bikin gue risih tau gak?!” Ucapan Najendra sedikit meninggi membuat orang itu terdiam

“Gue gak gangguin lo kan? Gue cuma liatin lo dari jauh doang sekarang, gu—“

“Gak suka! Gue gak suka, gue gak mau diperhatiin kayak gini. Lo bego atau gimana sih kak? Udah gue bilang gue gak nyaman, masih aja lo!” Ucap Najendra membuat orangitu tersentak

“Gue gak bisa berhenti, gue su—“

Sebelum sempat orang itu menyelesaikan kalimatnya, Najendra beranjak dari sana sambil mengucapkan sesuatu

“Lo cewek gak jelas, jangan suka gue!”

Gue Anter

Najendra sedang berdiri di gerbang kampusnya sendiri sambil mencari gjek lewat ponselnya. Namun sudah lima belas menit Najendra tidak kunjung mendapatkannya

“Bangke susah amat” gerutunya

Saat Najendra sedang menyumpah serapah karena tidak kunjung mendapat gjek, tiba-tiba terdengar suara klakson membuat Najendra menoleh

“Lagi ngapain lo ?” Ucap seseorang

Najendra hanya memperhatikannya lalu fokus kembali dengan ponselnya.

“Heh, orang nanya tuh jawab kek”

“Ya keliatannya gue lagi apa?” Ucap Najendra tanpa menoleh ka arah orang itu

“Mau balik?”

“Iya”

“Si Arjen mana?”

“Balik duluan.”

“Naik”

Najendra menoleh “hah?”

“Katanya mau balik, cepet naik”

“Maksud lo, gue yang di bonceng sama lo gitu?”

“Iyaa cepet elah”

Dengan ragu Najendra naik ke atas motor itu

“Anjing masa gue di bonceng sama lo sih? Sini lah gue aja yang bawa”

“Gak, udah diem lo, mumpung gue baik gue anterin”

Najendra pasrah, sudahlah tidak apa-apa mumpung ada yang mau mengantarkannya

“Pegangan jen” ucapnya

“Iyaa”

“Berangkat bosku”

“ANJINGGG GITAAAA PELAN-PELAN WOY!!!”

𝗞𝗼𝗽𝗶 𝗱𝗮𝗻 𝗡𝗮𝗱𝗶𝗻𝗲

“mana minuman gue??” Ucap Nadine pada Jerran

“Eits, sabar atuh teh, buru-buru banget. Kenalan dulu”

Nadine berdecak sebal

Jerran terkekeh lalu mengulurkan tangannya “kenalin teh, nama saya Jerran lebih lengkapnya Adhiyasa Jerran, saya anak kedokteran angkatan delapan belas, pekerjaan sampingansaya model, saya banyak uang, teman saya banyak, mobil saya banyak, say—“

“Ck, gue cuma butuh minuman gak butuh biodata lo anjir”

Lagi-lagi Jerran terkekeh “ya siapa tau gitu kepo”

“Ck, cepet ah kopi gue siniin”

Nadine berusaha merebut kopi yang ada di tangan Jerran, namun lelaki itu malah mengangkatnya, membuat Nadine berjinjit agar bisa mengambilnya

“Sok ambil kalo nyampe mah” ucap Jerran

“Rese lo! Niat ngasih gak? Kalo gak yaudah lah gue mau pergi ribet!” Nadine melangkah pergi dari sana

“TEH TUNGGU”

Jerran mengejar Nadine lalu tertawa

“dih malah ketawa” ucap Nadine

“Hahaha, lagian sensi banget si jadi cewek. Nih saya gak becanda, maaf ya hehe”

Nadine langsung membawa kopi yang ada di tangan Jerran

“Makasih!” Ucap Nadine

“Btw teh pulang sama siapa?

“Kepo, dah ah gue mau pulang babay”

Nadine beranjak pergi meninggalkan Jerran. Lelaki itu tersenyum sambil memperhatikan Nadine yang mulai menjauh

Saya Sayang Kamu Dirga

Ariel melangkahkan kakinya ke tempat peristirahatan terakhir Dirga

Sejak tadi ia berusaha keras menahan tangisnya

“Dirga” lirih Ariel yang kini berdiri tepat di depan gundukan tanah bertuliskan nama lelakinya itu.

Ariel menangis, tangisannya pecah, ia langsung terduduk di tanah dan menangis

“Mas Dirga... kenapa?” Lirih Ariel

Perempuan itu terisak, rasanya sakit, sakit sekali.

“Mas, kenapa pergi secepat ini mas?”

Ariel menangis, dadanya sesak. Tidak, ini pasti mimpi kan?

Berulang kali ia menampar dirinya sendiri, berulang kali ia berusaha menyadarkan dirinya kalau ini semua hanya mimpi. Tapi semua itu sia-sia, Semua ini nyata dan tidak bisa di sangkal.

Ariel mendekatkan dirinya dan menangis sambil memeluk batu nisan bertuliskan nama Dirga “Mas, kenapa pergi mas?”

“Tolong sadarin aku kalau ini mimpi. Mas Dirga... mas...” Ariel terisak

“Mas, bahkan aku belum ngasih kebahagiaan apapun ke kamu, aku cuma nyakitin kamu. Tapi gak gini, gak seharusnya gini mas...” Ariel menangis

“Enggak mas, ini mimpi kan? Mas aku mohon, mas Dirga”

Di bawah guyuran hujan sore itu Ariel menangis, kepergian Dirga benar-benar membuatnya terpukul. Harusnya tidak seperti ini, harusnya ia tetap disampingnya, harusnya ia tidak pergi waktu itu.

“Mas, maafin aku mas” lirih Ariel

Ariel menoleh saat dirinya merasa jikaair hujan tidak membasahinya lagi, ia menoleh dan melihat ada dua laki-laki yang kini mengarahkan sebuah payung agar dirinya tidak terkena hujan.

“Kak...”

Ariel semakin terisak saat melihat bahwa dua orang lelaki itu adalah anak dari lelaki yang saat ini ia tangisi. Iya, Arjeno dan Najendra datang kesana.

Arjeno berjongkok lalu membersihkan wajah Ariel yang kotor

Arjeno tersenyum “Kakak baru datang nemuin papa ya?”

Ariel terisak “Abang, maafin saya, harusnya saya gak ninggalin papa kalian waktu itu, harusnya saya ada di samping dia waktu itu, maaf semua ini gara-gara saya maaf” lirih Ariel

Mata Arjeno berkaca-kaca saat mendengar suara lirih Ariel, lalu tanpa aba-aba Arjeno memeluk erat tubuh Ariel, tubuh yang sempat Arjeno jadikan sandaran waktu itu

“Enggak, ini bukan salah kakak, ini semua udah takdir kak” ujar Arjeno

Najendra ikut berjongkok lalu mengusap pelan rambut Ariel yang basah “Kak, jangan nyalahin diri kakak ya? Ini semua bukan salah kakak. Ikhlas ya kak? Kalau papa tau kakak nangis dia pasti marah” ucap Najendra

Ariel hanya menangis, rasanya masih seperti mimpi.

“Aku sama Abang dateng tiap hari kesini buat jenguk papa, dan tadi aku liat kakak nangis. Jangan nangis lagi ya kak? Papa udah tenang disana, papa lagi istirahat sekarang” ucap Najendra berusaha menenangkan Ariel

Najendra beralih mengusap batu nisan itu “Papa, liat siapa yang datang? Perempuan kesayangan papa datang, tapi dia nangis pah” gumam Najendra yang semakin membuat Ariel terisak

“Kak, papa gak marah kok abang yakin, dia pasti sedih liat kakak nangis. Kuat ya kak? Cukup kita aja yang tersiksa karena kehilangan papa, sekarang pun kita belajar ikhlas kak, karena mau bagaimana pun papa pasti pergi kok, cuma caranya aja yang salah, Tuhan punya skenarionya sendiri buat ngatur kehidupan hambanya. Maafin papa ya kak? Maafin abang sama kakak juga” ujar Arjeno

Ariel berusaha meredakan tangisannya, benar, ini semua sudah rencana semesta, harusnya ia ikhlas, harusnya ia kuat.

Ariel menatap teduh gundukan tanah itu “Mas, maaf, harusnya aku kuat. Anak-anak mas bener, ini semua udah jalan Tuhan”

Ariel mengusap gundukan tanah itu “Mas pasti lagi istirahat ya sekarang? Mas udah gak ngerasain sakit lagi ya karena ketidakadilan semesta? Mas maaf dan terimakasih, maaf karena aku ninggalin kamu di saat kamu sedang butuh-butuhnya aku, maaf karena aku gak bisa nepatin janji aku untuk selalu ada di samping kamu, maaf ya mas?” Ariel menghela napas berusaha menahan tangisnya

“Terimakasih mas, karena selalu mengisi ruang di hati aku bahkan sampai sekarang, aku baca pesan terakhir kamu. Kamu bilang aku harus hidup dengan baik kan? Kamu bilang aku harus berusaha mencintai suami aku kan? Iya mas aku bakalan hidup dengan baik aku janji. Mas... sekali lagi terimakasih untuk segalanya ya? Saya sayang kamu Dirga...”