Disini aja boleh?
Sakit, sakit sekali rasanya. Sepanjang perjalanan Najendra terus saja memegangi pipinya, bahkan sejak ia keluar dari rumah ia berusaha menahan tangisnya.
Kalau kalian pikir Najendra tidak akan menangis, kalian salah. Justru Najendra sejak dulu adalah anak yang mudah menangis, bahkan jika ia dibentak sedikitpun ia akan menangis.
Jika dibentak sedikit saja ia menangis, bagaimana dengan tadi? Ia di pukul oleh kakaknya sendiri yang bahkan sejak dulu kakaknya itu tidak pernah berani menyakitinya seperti ini.
Najendra hanya membawa motor, dompet dan juga handphone, entah akan kemana ia pergi malam ini yang penting ia tidak bertemu kakaknya, ia benci.
Sekarang sudah pukul delapan malam, entah kenapa pikiran Najendra hanya tertuju pada satu tempat.
Papa
Iya, dia saat ini melajukan motornya ke tempat dimana papanya beristirahat.
Tidak perlu waktu lama, ia sudah sampai disana. Najendra tidak peduli jika disini gelap dan hanya ada beberapa lampu saja yang menerangi tempat ini, ia tidak peduli.
Najendra melangkahkan kakinya ke tempat dimana papanya beristirahat.
Kini ia sudah berada di hadapan kuburan Dirga. Najendra terduduk di atas rumput. Ia lalu bergeser dan mengusap pelan batu nisan bertuliskan nama Dirga papanya.
“Papa...” ucap Najendra sambil tersenyum
“Maaf ya pah, kakak datengnya malem banget, maaf juga kakak datengnya sendiri gak sama abang” ucap Najendra sambil terus mengusap batu itu
“Papa, kalo kakak cerita ke papa, papa bakalan marah gak?” tanya Najendra pada Dirga. Meskipun ia tahu tidak akan ada jawaban
“Papa, abang nonjok kakak tau haha” ucap Najendra yang kini menangis namun masih bisa tertawa
“Kakak yang salah atau abang yang salah pah?”
“Papa tau kan? Kalau kakak paling benci dibentak apalagi sampe di tonjok. Papa hati kakak sakit banget, kakak boleh gak benci sama abang?” Lirih Najendra
“kakak gamau pulang, kakak gamau ketemu abang” lirih Najendra.
“Papa, kalau disini masih ada papa, pasti semuanya gak bakalan gini. Kakak kangen sama papa...” Najendra terisak.
“Papa, biasanya kalo kakak sama abang berantem papa suka tiba-tiba meluk kita berdua, tapi sekarang papa gak ada, kakak harus gimana?” Ucap Najendra yang masih terisak
“Kakak cengeng ya pah? Udah semester tiga tapi masih cengeng, maafin kakak ya pah..”
Najendra menghela napasnya, ia tidak bohong saat bilang jika ia benci Arjeno.
“Papa, kakak mau sama papa. Kakak disini aja boleh? Biarin kakak tidur sama papa ya? Gapapa dingin juga, asalkan sama papa, bantuin kakak biar emosi kakak reda. Boleh ya pah?”