Berhasil Tumbuh Dewasa.

Jika diingat kembali perihal perjalanan ini. Banyak sekali yang sudah dilalui. Dari mulai pertemuan, perpisahan, rasa senang, sedih, canda, tawa, serta luka.

Berkali-kali hal-hal itu datang silih berganti seolah mengantri menunggu gilirannya tiba.

Menjadi manusia yang perlahan tumbuh dewasa itu sulit.

Tidak, menjadi dewasa itu bukan soal umur. Tapi, tentang bagaimana seseorang mampu memposisikan dirinya untuk tidak egois dalam mengambil keputusan perihal apapun.

Menjadi dewasa itu sulit sebab secara tidak sadar, banyak hal yang harus diabaikan meski sebenarnya mampu membuat diri kita terguncang.

Tidak apa-apa.

Kata sederhana yang seringkali menjadi andalan bagi seseorang yang mulai beranjak dewasa guna menutup diri dan bersembunyi dari luka.

Jadi dewasa itu sulit. Sebab tanpa sadar, kita dipaksa untuk terus berjuang supaya tetap bertahan, namun terkadang semesta tanpa memberikan aba-aba langsung mematahkan begitu saja mimpi-mimpi yang sudah dirangkai sedemikian rupa.

Terkadang, menjadi dewasa itu membuat kita sering kali berpikir.

Apa kita layak bahagia?

Bahkan banyak sekali manusia yang sering kali mengeluh perihal jalan hidupnya yang dirasa sangat sulit.

Terkadang manusia terlalu banyak mengeluh perihal hidupnya yang perlahan menjadi rumit, padahal di luar sana, masih banyak manusia lain yang tidak seberuntung kita.

Seperti yang dilakukan Jinan. Seorang anak lelaki yang dipaksa keadaan untuk menjadi dewasa di usia yang ternyata sedang butuh-butuhnya dibimbing.

Dulu, Jinan sering kali bertanya pada semesta.

Kenapa ia harus kehilangan ayah dan ibu begitu cepat?

Berkali-kali Jinan bertanya perihal hal itu. Sampai akhirnya perlahan Jinan mengerti. Jika sebuah pertemuan akan selalu ada perpisahan. Dan setiap kebahagiaan pasti akan selalu ada kesedihan.

Seiring berjalannya waktu, Jinan pun paham jika dalam hidup akan selalu berputar antara bertemu dan berpisah serta bahagia dan luka.

Menjadi seorang anak yang dipaksa dewasa dan paksa mengerti keadaan membuat Jinan tumbuh menjadi anak laki-laki hebat dengan perasaan sabar yang begitu luas.

Berkali-kali Jinan dipatahkan semesta perihal kebahagiaan.

Berkali-kali Jinan bertemu dengan kesepian.

Dan berkali-kali juga Jinan kehilangan arah.

Jika saja bisa, Jinan ingin sekali meminta pada Tuhan untuk ia bisa kembali ke keadaan dimana dulu ia tidak peelu khawatir perihal tumbuh dewasa.

Jinan, tidak bisa seperti anak lainnya yang selalu merengek ketika mereka merasa kehilangan sesuatu hal.

Jinan, tidak bisa seperti anak lainnya yang dipeluk oleh ibu dan ayah ketika mereka terluka.

Jinan, hanya seorang anak lelaki yang belum sempat merasakan kasih sayang dari ibu dan ayah dalam jangka waktu yang lama.

Terkadang Jinan lupa, bagaimana rasanya peluk hangat seorang ibu.

Ingin sekali rasanya Jinan berteriak pada semesta dan meminta Tuhan agar Dia mengembalikan ayah dan ibu agar berada di sampingnya.

Namun, terlalu mustahil, sebab lagi-lagi Jinan tersadar, jika dirinya hanya manusia biasa yang tidak akan pernah bisa melawan takdir Tuhan.

Ah, rasanya sangat sulit tumbuh dewasa dengan hanya bergantung pada seorang kakak yang kenyataannya dia pun mempunyai banyak beban dan topangan.

Jinan kesepian, sangat.

Sebenarnya, Jinan tidak benar-benar sendiri.

Masih ada kakak, kakek, nenek, om, dan semua saudara dari keluarga ayah dan ibu. Tapi lagi-lagi Jinan sadar, jika mereka pun mempunyai hidupnya masing-masing.

Jinan tidak akan pernah bisa bertingkah seolah hanya Jinan lah yang berhak atas semua bahagia dari mereka.

Jinan sadar diri.

Meskipun berkali-kali mereka mencoba merangkul Jinan. Tapi tetap saja, pada akhirnya hanya sepi yang Jinan rasakan sebab ia hanyalan seseorang asing di antara mereka.

Sering kali Jinan merasa iri pada saudara-saudaranya sebab mereka masih mempunyai keluarga utuh yang hangat.

Sedangkan Jinan? Jangankan keluarga utuh. Melihat kedua orang tuanya saja Jinan sudah tidak bisa.

Terlalu banyak luka dan kesepian yang Jinan lalui.

Nelangsa, hidup Jinan terlalu nelangsa bagi seorang anak lelaki kala itu.

Nelangsa yang berarti kesedihan.

Iya, perjalanan hidup Jinan untuk menjadi dewasa sangat menyedihkan, sebab ia tidak sekuat itu. Ia hanya mempunyai satu topangan yakni sang kakak.

Tetapi kimi, penopang itu sudah mempunyai rumah barunya.

Lantas tanpa sadar, Jinan kembali kesepian. Ia kembali ditinggalkan.

Perjalanan hidup Jinan untuk menjadi dewasa sangat menyedihkan, sebab lagi-lagi dirinya selalu dipaksa untuk mengerti keadaan.

Namun, meskipun begitu, Jinan berhasil. Ia berhasil melewati itu semua.

Dirinya berhasil melewati semua luka dan rasa sakit, hingga akhirnya kini ia sudah mempunyai bahagianya sendiri.

Jinan berhasil tumbuh dewasa dengan sangat baik, meskipun berkali-kali ia terluka.

Jika saja bisa, Jinan ingin mengatakan pada ibu dan ayah. Jinan ingin menunjukan jika sekarang putra kecil kesayangan mereka sudah berhasil tumbuh dewasa dengan baik, seperti apa yang mereka minta.

Lantas Jinan menatap langit dari balkon kamarnya, dengan menggenggam segelas kopi hitam.

Jinan tersenyum memperhatikan kerlip bintang di atas sana.

“Ayah, ibu …”

“Adek berhasil tumbuh dewasa dengan sangat hebat, kan?” ucap Jinan dengan senyum yang merekah di wajahnya.

“Makasih ya, ayah, ibu. Walaupun didikan kalian hanya sebentar, tapi kalian berhasil.”

“Tunggu, ya? Tunggu sampai nanti kita kumpul sama-sama lagi …”

Jinan kembali tersenyum.

“Adek sayang kalian …” gumam Jinan kemudian ia mengusap air matanya yang jatuh.

Jinan kembali menghela napasnya.

Dan sekali lagi, Jinan berhasil. Ia berhasil tumbuh dengan sangat baik walau tanpa bimbingan dan arahan dari sosok ayah dan ibu.

fin