tapi kenapa?
Bina menghela napasnya sambil memperhatikan sekantung barang yang sebelumnya ia beli.
Perempuan itu kemudian mendudukkan dirinya di depan supermarket itu.
“Ada-ada aja,” kekehnya pelan sambil membuka sekaleng soda yang tadi ia beli.
Bina merogoh saku jaketnya kala mendengar satu panggilan masuk yang ternyata itu dari Haikal.
Bina hanya menatapnya, lalu kemudian memasukanny kembali tanpa menjawab.
Bina lagi-lagi menghela napasnya, ia lalu membuka sebungkus rokok yang ia beli bersamaan dengan soda.
Setelah sekian lama Bina menjauhkan barang ini dari hidupnya, lalu sekarang dengan mudahnya ia kembali.
Tanpa pikir panjang, Bina mengambil sebatang rokok itu, kemudian menyalakannya dan menyesapnya dengan kuat.
Persetan dengan orang-orang yang kini tengah memperhatikannya.
Bina bahkan mengabaikan panggilan telepon masuk dari Haikal.
Perempuan itu kembali menyesap asap rokok agar masuj semakin banyak ke dalam tubuhnya.
Ah, Bina rindu aroma ini.
Perempuan itu terkekeh pelan kala pikirannya tiba-tiba saja teringat ucapan yang dilontarkan Haikal terakhir kali.
“Ta, ta, brengsek.” Gumamnya sambil kembali menyesap rokok itu.
Bina hanya tersenyum miris ketika mengingat perubahan drastis dari Haikal setelah mereka menikah.
Bukannya Bina tidak tahu perihal Haikal yang tidak bisa melupakan perempuannya dulu. Meskipun Bina tidak sepenuhnya tahu tentang apa yang terjadi sebenarnya.
Yang Bina tahu, Ralita ini adalah satu-satu perempuan yang pernah menduduki hati Haikal sepenuhnya.
Ah ralat, bukan pernah, tapi mungkin masih.
Tapi kenapa? Kenapa Haikal memilih dirinya jika kenyataannya ia belum bisa melupakan masa lalunya?
Bina melahap habis rokok itu, kemudian tak lama ia beranjak berniat pulang.
Buru-buru Bina memakan permen dan menyemprotkan parfume kecil yang selalu ia bawa kemanapun, agar sedikit menghilangkan bau asap rokok di tubuhnya
Tak butuh waktu lama, Bina kini sudah sampai di rumah. Perempuan itu melangkah masuk.
Namun baru saja Bina melangkahkan kakinya beberapa langkah, tiba-tiba saja Haikal datang mendekat ke arah ya lalu memeluk Bina.
“Maaf ...” lirihnya seolah ia tahu apa kesalahannya.
Bina hanya terdiam.
“Maafin aku ....” lirih Haikal lagi.
Bina menghela napasnya, kemudian ia melepas pelukan Haikal.
“Aku mau ke kamar.” Ucap Bina tanpa menatap Haikal.
Haikal terdiam kala Bina melepaskan pelukannya.
“Bin,” ucap Haikal namun Bina malah melangkah menjauh dari Haikal.
“Aku mau istirahat,” ucap Bina tanpa menoleh pada Haikal dan terus melangkah.
“Bina,” panggil Haikal saat Bina berada di tangga menuju kamar.
Bina tidak mengindahkan panggilan Haikal, ia terus melangkah sambil berusaha keras menahan tangisnya.
“Bina!” Teriak Haikal, namun tidak membuat Bina berhenti.
“Bina, kamu ngerokok lagi, hah?!” Teriak Haikal sebelum Bina menghilang dari pandangannya.
Haikal memukul pelan kepalanya.
“Bego lu, Kal,” gumamnya.