Still Counting.
Sena tertawa pelan ketika ia mendengar omelan yang dilontarkan dari bibir kekasihnya.
Rasanya, setiap kali Senadika mendengar ocehan dari lelaki di hadapannya ini ia ingin sekali melahapnya sampai lelaki itu terdiam.
“Ngomel mulu,” ucap Sena membuat Raka—kekasihnya berdecak.
“Lagian kamu, ini anak aku masih kecil. Jangan dikusek!” Omelnya lagi sambil mengusap-ngusap anak kucing yang ukurannya masih kecil.
Lagi-lagi, Sena tertawa, kemudian tangannya bergerak menarik pipi yang sedikit chubby milik kekasihnya itu.
“Iya, iya maaf. Jangan ngomel dong,” ucap Sena membuat Raka menatapnya, kemudian tak lama Raka mengembalikan kucing yang tadi di genggamannya ke tempat semula.
Netra lelaki itu kembali menatap Sena lekat, lantas ia tersenyum. Tangannya bergerak membenarkan beberapa helaian rambut milik Sena yang sedikit acak. “Iya enggak ngomel, maaf kalo ngomel terus,” ucap Raka.
“Iya jangan. Soalnya kamu kalo ngomel gak serem. Malah kayak anak SD, lucu,” balas Sena membuat Raka menekuk wajahnya.
“Wah parah, gue udah galak gini masih dibilang lucu.”
Lagi-lagi Sena dibuat tertawa sebab ia melihat Raka melipat tangannya.
Kalau diingat, hubungan Sena dan Raka ini sudah terhitung lama.
Sena kadang berpikir semua ini sangat lucu. Karena pertemuan mereka ini pun tidak pernah direncanakan.
Sena bahkan tidak pernah berpikir jika dirinya akan sangat mencintai Raka sedalam ini.
Perempuan itu menatap Raka tulus, entah sampai kapan ia akan bersama Raka. Yang jelas, setiap harinya Sena selalu menghitung perihal ia yang akan terus mencintai Raka.
Tiba-tiba saja Sena merentangkan tangannya. “Sini peluk, biar gak marah-marah terus,” ucapnya membuat Raka menatapnya heran.
Sena berdecak. “Lama!” ucapnya yang kemudian menarik lelaki itu ke dalam pelukannya.
“*I love you tiga ratus enam pulih derajat, Ka …,” jelas Sena pada Raka membuat lelaki itu terkekeh.
“Dasar gak jelas,” balas Raka sambil mengacak pucuk kepala Sena.
“Hehe …”