sorry

Perempuan itu menghela napasnya sesaat setelah ia selesai makan dengan keluarganya.

Entahlah, percakapan dua keluarga tadi benar-benar membuatnya tidak karuan. Apalagi saat kedua keluarga itu meminta agar Reyna serta Ragaf melaksanakan pertunangannya sesegera mungkin.

Sebenarnya, Reyna ingin menolak. Hanya saja, tatapan bahagia yang terpancar dari kedua orang tuanya benar-benar mampu meluluhkan egonya sendiri.

Reyna menghela napasnya, sambil menatap lampu-lampu kota dari rooftop restaurant itu.

Perempuan itu terkekeh pelan.

“Becanda banget hidup gue ....” lirihnya.

Reyna menunduk, berusaha menahan tangisnya agar tidak keluar. Hingga tiba-tiba sebuah tangan kekar terlihat dihadapannya sambil memberikan sebotol air mineral pada Reyna.

“Minum.” Ucapnya tanpa bada basi membuat Reyna menoleh.

Sesaat setelah netra mereka bertemu, Reyna menghela napasnya, kemudian ia menambah jarak diantara mereka berdua.

“Gak usah cengeng.”

Reyna lagi-lagi menghela napasnya.

“Aku ga—“

“Mana tangan lo?” Potong Ragaf.

Reyha mengangkat sebelah alisnya.

“Tangan lo mana, Rey?”

Dengan ragu, Reyna menunjukkan kedua tanyannya pada Ragaf, kemudian tanpa di duga lelaki itu mengusap pelan pergelangan tangan Reyna.

“Gue tadi narik tangan lo kenceng?”

Reyna terdiam, kemudian ia mengagguk pelan.

“Lain kali lo jangan ngehindar.”

“Sorry gue tadi emosi,” ucap Ragaf yang masih terus mengusap pergelangan tangan Reyna.

Reyna kemudian menarik tangannya.

“Jangan kayak gini, Gaf,” ucap Reyna.

Ragaf mengernyitkan dahinya.

“Kalo emang kamu gak peduli, sekalian aja jangan peduli. Jangan setengah-setangah, Gaf.”

Ragaf menghela napasnya.

“Gue cum—“

“Aku balik duluan, tolong bilangin ke mereka.” Ucap Reyha sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan Ragaf disana.