siapa?
Reyna menghela napasnya. Netranya menelisik setiap sudut ruangan itu.
Berantakan.
Langkah kakinya terarah menuju sebuah kamar. Dengan pelan ia membuka kamar itu, dan lagi-lagi ia menghela napasnya.
beneran sakit?
Dengan ragu, Reyna melangkah mendekati Ragaf yang tengah terbaring. “Bangun, gaf,” ucap Reyna sembari membawa semangkuk bubur.
Ragaf menoleh dengan lemah.
“Makan,” ucap Reyna.”
Ragaf menggeleng.
Reyna kemudian mengarahkan tangannya untuk memeriksa suhu tubuh lelaki itu.
“Gila, panas banget badannya,” ucap Reyna panik.
Ragaf hanya berbaring memejamkan matanya.
Buru-buru Reyna mencari kain dan air untuk mengompres lelaki itu.
“Kamu ngapain sih bisa sakit?” Ucap Reyna dengan nada khawatirnya.
“Ken dokter mau?” Tanya Reyna yang dibalas gelengan oleh Ragaf.
“Gak usah,” ucap Ragaf.
“Gak, lo harus kedokter!”
Baru saja Reyna berniat menelepon rumah sakit, tangannya ditahan oleh Ragaf.
“Gue bilang gak usah,”
Reyna terdiam menatap Ragaf.
“Tapi lo sak—“
“Disini aja,” lirih Ragaf.
Lagi-lagi Reyna terdiam.
“Gue .... pusing,” ucap Ragaf dengan matanya yang terpejam.
“Jangan kemana-kemana, Ray ....”
Reyna terdiam mendengar ucapan Ragaf.
Siapa?