Semestanya Papa

Dirga terus saja menggenggam tangan Arjeno yang terasa sangat dingin.

Di ruangan itu hanya terdengar suara tangis dari Najendra dan juga suara denyutan mesin EKG atau alat pendeteksi denyut jantung.

“Papa, abang bakalan bangun kan?” Tanya Najendra

Dirga menatap Najendra “Berdoa ya sayang” ucap Dirga

Entahlah, Dirga juga takut jika anaknya ini tidak selamat.

Dirga menggenggam dengan kuat tangan Arjeno. Sudah 4 jam Arjeno dinyatakan kritis setelah operasi. Dirga hanya bisa berdoa dan berdoa.

Tiba-tiba saja suara pemdeteksi jantung itu tersengar sangat lemah. Baik Dirga, Najendra dan ketiga teman Arjeno segera panik.

“Panggil dokter sekarang!! ucap Dirga pada teman Arjeno.

TUT TUT TUT

Suara itu terdengar sangat menyeramkan, Dirga benci sangat benci

“Abang, please bangun elah” ucap Najendra yang kini tengah terisak

“Abang, bangun ya? Liat kakak nangis, bangun ya sayang?” Lirih Dirga pada Arjeno

Entahlah tangan anaknya itu semakin dingin, suara mesin itu terdengar sangat menyeramkan.

Tiba-tiba saja suaranya semakin melemah hingga

TIIIIIIITTTTTTT

“ABANGGGGG!!!” Teriak Najendraa

“DOKTERR DOKTERRR” teriak Dirga

tak lama dokterpun datang dan segera memeriksa keadaan Arjeno

“dokter tolong selametin kakak saya” ucap Najendra lirih.

Dokter mengecek keadaan Arjeno, dan juga memeriksa denyut jantungnya namun sayang..

“Maaf pak, mungkin ini yang terbaik. Anak bapak meninggal, yang tabah ya pak” ucap Dokter itu sambil menundukan kepalanya

“GAK MUNGKIN ENGGAK! DOKTER BOHONG KAN?! ANAK SAYA GAK MUNGKIN MENINGGAL GAK MUNGKIN!!

Dirga meraih jas dokter itu dan akan melayangkan pukulan namun segera di tahan oleh Hanan.

“Om tahan om”

“ABANG GAK MUNGKIN! BANG BANGUN ANJING GAK LUCU” teriak Najendra sambil berusaha membangunkan Arjeno

“BANG BANGUN ELAH, GAK USAH BECANDA YA LO. BANGUN BANG BANGUN!!!! ARJENOOOOO BANGUNNNNNNNNN” teriak Najendra sangat frustasi.

Dirga menjatuhkan tubuhnya dilantai ia menangis. Ini gak mungkin kan? Anaknya pergi meninggalkannnya, ini bohong kan? Ini mimpi kan?

Dirga bangkit lalu berusaha membangunkan Arjeno

“Abang sayangnya papa, bangun nak, bangun sayang. Abang hei bangun”

“Abang, bangun ya? Jangan ninggalin papa sama kakak, bangun sayang. ARJENO BANGUN NAK BANGUNNN!!!!” Teriak Dirga sambil menggoyangkan tubuh Arjeno namun nihil, Arjeno tetap memejamkan matanya.

“Maafin papa kalo papa suka galak, maafin papa kalo papa suka marahin abang, maaf papa gak bisa bikin abang seneng. Sayangnya papa bangun ya sayang? Papa mohon bangunn” lirih Dirga sambil menggenggam tangan Arjeno yang sangat dingin

“Bang, bangun gak lo? Bang jangan tinggalin gue please bang gak usah becanda. ABANGGGG”

“PAPA ABANGNYA GAK BANGUNNN”

Tangisan Najendra, Papa dan juga ketiga teman Arjeno memenuhi ruangan itu.

Dirga menangis nangis kencang, tidak mungkin, anak kesayangannya pergi itu tidak mungkin.

Dirga frustasi, ia berteriak, ia marah, ia menangis dunianya hancur, semestanya hancur.

Bahkan Dirga tidak menyangka jika ini semua terjadi. Tolong sadarkan dirga jika ini hanya mimpi, tolong sadarkan Dirga jika ini tidak benar terjadi, tolong sadarkan Dirga, tolong!!

Suaranya parau, ia menangis sangat kencang.

Najendra menghampiri Dirga yang sedang terduduk lemas di lantai.

“Papa, maafin kakak ya?”

“Papa meskipun kakak juga gak ikhlas, tapi kita harus ikhlas ya pah? Mungkin Allah pengen yang terbaik, papa jangan nangis” Najendra memeluk tubuh Dirga

“Kamu sama abang segalanya buat papa, ini gak mungkin”

“Papa...” ucap Najendra terisak

“Papa sayang kalian, papa sayang abang. Papa hancur, dunia papa hancur, kakak dunia papa hancur, abang pergi” Dirga menangis sangat keras

“Papa ikhlas ya...”

“Kalian semesta papa, abang sama kakak, cuma kalian semestanya papa. Papa sayang kalian, maafin papa”