Selamat Hari Kelulusan Jagoan Kecil.

Rasa-rasanya, baru kemarin Jinan masuk sekolah dasar sambil diantar oleh ibu, ayah, dan kakak. Tapi ternyata sekarang, ia sudah memasuki fase dimana dirinya akan bertemu dengan jalan hidup yang sesungguhnya.

Namanya Jinan, lebih tepatnya Jinan Angkasa. Sosok anak yang sejak kecil dipaksa untuk menjadi dewasa oleh keadaan.

Setelah kehilangan ayah dan ibu, Jinan selalu saja mempertanyakan tentang bagaimana caranya menjadi dewasa. Bagaimana cara menjadi kuat supaya bisa melindungi satu dunianya yakni kakak.

Dari kecil, Jinan itu selalu diajarkan untuk jadi kuat, sebab kata ayah dan ibu, dunia itu kadang tak selalu baik. Lantas hal itu membuat Jinan mati-matian berusaha tumbuh dewasa walau kenyataannya ia juga kesulitan.

Terlalu banyak hal sulit yang tidak akan pernah bisa diutarakan oleh banyak kata. Jinan, terlalu banyak memendam beban dan ketakutannya sendirian.

Ia takut dewasa, ia takut gagal, dan ia takut ditinggalkan.

Entah sudah berapa ratus kali Jinan menangis sendirian di sudut kamar. Sampai akhirnya Jinan paham, jika dewasa itu adalah keharusan.

Saat ini, Jinan tengah duduk di meja bersama dengan teman-teman kelasnya, sambil menongon sebuah film dokumentasi yang ditayangkan di layar di hadapannya.

Gelak tawa terdengar nyaring di telinga Jinan ketika layar itu memperlihatkan bagaimana keseharian pada siswa dan siswi di sekolah itu.

Semua berjalan lancar. Sampai akhirnya layar berubah menjadi hitam dan lampu meredup, membuat semua orang terkejut. Lalu sedetik kemudian layar di hadapannya kembali menyala, menampilkan sosok-sosok pria dan wanita paruh baya.

Netra Jinan sungguh fokus sambil mendengarkan kalimat-kalimat yang tengah di sampaikan para orang tua kepada anak-anaknya.

Jinan tersenyum pelan ketika ia menyadari jika ia tidak bisa mendengar ucapan bangga dari orang tuanya.

Tanpa sadar netra Jinan berkaca-kaca. Rasanya sesak, entah kenapa.

Lantas anak itu mengangkat kepalanya memperhatikan langit-langit ruangan disana. “Yah, bu, adek gak bisa kayak mereka, ya?” Gumam Jinan sambil berusaha keras menahan air matanya.

Iya, Jinan tidak bisa seperti anak-anak lainnya yang mendapat video ucapan selamat dari kedua orang tuanya.

Jinan menarik napasnya dalam, berusaha meredakan sesak yang terus memaksa untuk keluar. Bahkan jemarinya mengepal hebat saking sesaknya yang terasa menyakitkan.

“Ji, lo gapapa?” tanya Adit yang tengah terduduk di samping Jinan.

Jinan menggeleng pelan. “Gue gapapa,” ucapnya tersenyum.

Jinan, selalu bisa menyembunyikan lukanya.

Sekarang sudah banyak sekali video dokumentasi yang di tampilkan. Dan Jinan hanya tersenyum tipis ketika menyadari jika ternyata hanya dirinya yang tidak mendapat ucapan.

Jinan kembali menarik napasnya, lalu ia beranjak. Namun, belum sempat Jinan meninggalkan meja, tiba-tiba saja terdengar sebuah suara yang sangat Jinan kenal, membuat anak itu segera menoleh.

”Untuk Jinan Angkasa, manusia hebat yang akan selalu jadi hebat …”

Jinan terdiam ketika menyadari jika disana terputar sebuah video yang menampilkan sang kakak yang tengah tersenyum.

”Halo adek … ini kakak,” ucap Caca dari video itu.

”Selamat, ya? Selamat hari kelulusan, cie udah gede ternyata.

Terdengar suara helaan naoas serta terlihat juga mata Caca yang berkaca-kaca dalam video itu.

”Adek …”

Makasih, ya? Makasih karena udah lahir dan jadi bagian penting di hidup kakak. Maaf, ya? Kalo selama ini kakak masih banyak kurangnya …”

Adek tau, gak? Kalo kakak bangga banget. Kakak bangga karena adek udah jadi hebat. Makasih, ya?” terlihat senyum Caca disana.

Jinan masih terpaku, bahkan tanpa sadar Jinan menjatuhkan air matanya.

”Selamat, ya. Selamat bertumbuh. Nanti, kalo kedepannya banyak kesulitan, tolong jangan lupa kalo kamu gak sendirian. Ada kakak, dan selalu ada kakak.”

Terdengar suara kekehan dari dalam video itu. ”Maaf ya buat pihak sekolah kalo cuma saya yang durasi videonya panjang haha.” ucap Caca membuat semua orang tertawa disana.

Jinan hanya terkekeh palan. “Kakak …” gumamnya.

Sebelum video itu selesai, Caca kembali angkat bicara. ”Sekarang adek liat ke arah pintu masuk belakang,” ucap Caca dalam video itu yang langsung membuat Jinan menoleh.

“Kak …” gumam Jinan ketika ia melihat Caca yang sudah berdiri di belakangnya sambil tersenyum bangga.

Jinan terdiam sejenak, sebelum akhirnya ia berjalan mendekat dan memeluk Caca dengan erat.

“Kakak apasih adek jadi nangis, malu!” omel Jinan dalam pelukan itu, sedangkan Caca terkekeh.

“Maaf ya adek …” lirih Caca.

“Maaf karena lagi-lagi cuma ada kakak. Maaf, ya, karena di hari yang membanggakan ini adek cuma punya kakak …” lirih Caca menhana air matanya.

“Kakak tau, adek pengen kayak temen-temen adek yang datang sama ayah sama ibunya.”

“Maaf ya, maafin kakak karena adek harus ngerasa sepi …” ucap Caca dalam pelukan itu.

Jinan mengeratkan pelukannya. Tak peduli jika saat ini mereka jadi perhatian.

Jinan menggeleng. “Bukan salah kakak.”

“Jangan minta maaf, adek gak suka.”

Caca terisak pelan.

“Makasih, ya, kak. Makasih karena udah kerja keras buat nemenin adek sampai sekarang.”

“Kakak, adek janji. Nanti, adek bakal kasih semua dunia adek buat kakak, jadi kakak jangan kemana-mana ya sampai nanti adek udah bisa ngasih segalanya.”

Caca mengangguk pelan.

“Adek sayang kakak, dan adek janji bakal lebih dewasa lagi dari sekarang buat lindungin kakak.”

“Adek hebat, kan, kak?”

“Iya, adek hebat …”

Jinan kembali mengeratkan pelukannya. Begitu juga Caca.

“Selamat hari kelulusan ya jagoan kecil …” gumam Caca pelan.