selamat
Lelaki itu menghela napasnya saat menatap perempuan yang tengah berdiri sambil menenteng sebuah kantung plastik.
Sorot matanya terpancar sangat cerah pada Esa.
Perempuan itu tersenyum.
“Hai ....” ucapnya, kemudian ia mengecup pelan pipi Esa dengan tiba-tiba.
Esa terdiam.
“Saras ....” ucapnya.
Yang dipanggil tersenyum, “gak mau nyuruh aku masuk? Pegel nih,” ucap Saras.
Esa menggeser tubuhnya guna memberikan jalan masuk untuk Saras.
Sambil melangkah kedalam, Saras menarik lengan Esa agar mengikutinya.
“Duduk,” ucap Saras mendudukan Esa.
“Saras ....” ucap Esa.
Saras tidak mengindahkan panggilan Esa, ia sibuk membuka sesuatu yang ada di dalam kantung plastik yang ia bawa.
“Aku beli ini,” ucap Saras tersenyum pada Esa.
“Tadaa ....”
“Kue kesukaan kamu,” ucap Saras terkekeh.
“Saras ....”
Saras menatap Esa, kemudia tangannya terulur ngusap wajah lelaki itu.
Diusapnya lembut lelaki itu, kemudian Saras mendekat lalu memeluknya.
Lagi-lagi Esa hanya terdiam.
“Aku mau cerita,”
“Saras, aku mau ngomong,”
“Tadi tuh aku sama Raga, kan, ya? Nah, aku tuh beli ini buat kamu,” Saras terkekeh.
“Eh, tau gak? Masa proposal aku ada revisi lagi dikit, kesel banget!” Ucap Saras.
Esa hanya terdiam mendengar ocehan perempuannya.
Lelaki ini bahkan tidak mengerti. Kenapa Saras bersikap seolah tidak terjadi apa-apa?
“Saras ....”
“Dengerin aku dulu,” ucap Esa
Saras menatap mata lelaki dihadapannya itu.
Rasanya sesak, entah kenapa.
“Esa ....” ucap Saras pelan.
“Esa, sayang engga sama aku?”
Esa terdiam.
Saras tersenyum.
“Udah gak sayang, ya?” Ucap Saras.
Lagi-lagi, perempuan itu kembali mengusap wajah Esa dengan lembut.
“Wangi banget kamu,” ucap Saras terkekeh.
“Ras ....”
“Esa....”
“Mau jalan-jalan ke angkringan. Kangen banget, yuk?”
“Saras ....”
“Kita selesai sampai disini aja, ya?”
Demi apapun, apa yang sudah Esa katakan barusan?
Bak terhantap benda tajam, dada Saras benar-benar terasa sakit dan menyesakkan.
Esa menatap raut wajah Saras yang seketika terdiam.
Namun tiba-tiba saja Saras tersenyum. Seolah tidak ada apa-apa.
“Udahan, ya?” ucapnya dengan tenang.
“Esa mau udahan sama aku?” Ucap Saras dengan nada suara yang sulit diartikan.
“Ras ....”
Saras tersenyum “gapapa,”
“Maaf ....”
Saras menghela napasnya, kemudian ia beranjak.
“Esa ....”
“Karena sekarang kamu mau kita udahan, jadi aku bilang sekarang aja, ya?”
Esa mengerutkan alisnya.
“Sa ....”
“Selamat ulang tahun ....”
“Selamat sidang ....”
“Dan selamat hari jadi ke tiga tahun ....”
Perempuan itu tersenyum pada Esa.
“Aku ucapin sekarang gapapa, ya? Soalnya nanti aku gak bisa bilang selamat. Kan kitanya udahan, hehe” ucap Saras.
Esa hanya terdiam.
“Kalo gitu aku pulang, ya?”
“Ini kue dari aku tolong dimakan, ok?”
Demi apapun, Saras bahkan tidak menangis. Hanya senyum dan sorot mata sendu yang ditampilkan Saras pada Esa saat ini.
“Saras ....” ucap Esa saat Saras berada di ambang pintu keluar rumah itu.
Perempuan itu menoleh sambil tersenyum
“Esa, makasih, ya? Makasih buat selama ini, hehe”
“Jaga kesehatan.”
“Aku pamit, ya?” Ucap Saras sebelum akhirnya ia pergi dari hadapan Esa.
Tidak, Saras tidak menangis. Bahkan ketika perempuan itu meninggalkan rumah Esa.
Saras hanya tidak mengerti