Selamanya

Diketuknya pintu kamar anak perempuan kesayangannya dengan pelan.

Haikal tersenyum kala melihat Caca yang berdiri di ambang pintu sambil memakai baju tidur bermorif beruang kesayangannya.

“Anak ayah cantik,” ucap Haikal.

“Ayah boleh masuk?”

Caca mengangguk, mempersilahkan sang ayah untuk masuk ke dalam kamarnya. Lantas Haikal pun masuk dan menyimpan nampan berisi teh hangat dan juga cookies buatan Ralita.

“Nah, ini buat kesayangan ayah,” ucap Haikal.

Caca terkekeh kemudian ia duduk di tempat tidur, sedangkan Haikal menarik sebuah kursi dan duduk di samping tempat tidur itu.

“Ayah kenapa ih tumben banget?” Tanya Caca aneh.

Haikal terkekeh, kemudian tangannya bergerak merapikan beberapa helai rambut putrinya itu. “Ayah akhir-akhir ini kerja terus, dan jarang banget ketemu kakak sama adek. Maafin ayah ya sayang …,” ucap Haikal.

Caca hanya terkekeh kemudian mengangguk. “Gapapa ayah.”

“Gimana kakak harinya? Udah lama enggak cerita sama ayah nih,” tanya Haikal.

Caca tersenyum, kemudian tanpa ragu ia menceritakan semua yang ia lewati akhir-akhir ini. Entah itu tentang perkuliahan, keadaan rumah ketika Haikal bekerja, dan juga tentang hubungannya dengan Bara.

Haikal hanya tersenyum memperhatikan putrinya yang tengah bercerita.

Ternyata putri kecilnya ini sudah dewasa, ya? Dulu, Haikal pikir ia akan gagal merawat Caca. Tapi ternyata tidak, Haikal berhasil. Berhasil merawat Caca.

“Ayah …,” panggil Caca

“Iya cantik kenapa?”

“Ayah keliatan capek banget. Ayah jangan banyak kerja, ya? Kakak, ibu, sama adek enggak pernah minta hal-hal mewah, kan, yah? Yang penting cukup. Caca gak suka liat ayah kecapean kayak gini,” ucap Caca dengan raut wajahnya yang cemberut.

Haikal terkekeh. “Ayah kerja keras itu, biar ayah bisa ngasih seluruh dunia buat kalian. Kalo bukan kalian, siapa lagi yang bisa bikin ayah bahagia?”

Caca menatap Haikal sendu. Ternyata ayah sudah menua, ya? Tangan yang dulunya kekar, kini terlihat mulai keriput.

“Ayah …,” panggil Caca lagi.

“Ayah harus panjang umur, ya? Ayah harus liat Caca nanti lulus jadi dokter. Sebentar lagi ayah. Nanti ayah harus berdiri paling depan kalau suatu saat Caca nikah. Caca mau ayah dampingin Caca sampai nanti Caca udah bisa berdiri sendiri tanpa ayah,” pinta Caca menbuat Haikal tersenyum.

“Ayah, nanti kakak bakal ngasih semua hal buat ayah sama ibu. Jadi nanti ayah sama ibu tinggal duduk nikmatin masa tua sama-sama. Biar kakak sama adek yang kerja keras buat bahagia ayah sama ibu.”

“Ayah kakak sayang banget sama ayah. Kakak beruntung banget karena punya ayah sehebat ini. Makasih ya ayah karena dari dulu ayah selalu berusaha buat ngasih bahagia ke Caca, walau pun sebenarnya ayah banyak terluka.”

Haikal terdiam.

“Sekarang ayah punya ibu, punya kakak, punya adek. Jadi ayah jangan sakit dan terluka lagi kayak dulu, ya? Caca sayang ayah …”

Haikal lantas mengusap sayang putri kecilnya ini.

Demi Tuhan, di mata Haikal, Caca tetaplah putri kecil kesayangannya. Ia masih sangat kecil di mata Haikal, sampai kapan pun.

“Kakak.”

“Ayah selamanya bakal nemenin kakak, ayah janji. Sampai nanti kakak tua pun, ayah bakalan berdiri di belakang kakak biar kakka gak jatuh. Ayah bakal selalu jadi penopang kakak sekali pun nanti kakak udah punya ruma baru.” Haikal tersenyum.

Caca tiba-tiba saya menangis, kemudian ia memeluk sang ayah erat.

“Ayah sama ibu harus panjang umur, ya? Janji?”

Haikal tersenyum kemudian mengangguk.

“Iya sayang, ayah janji,” ucap Haikal mengeratkan pelukannya.

Lalu ketika mereka tengah saling menyalurkan rasa tiba-tiba saja pintu terbuka, menampilkan Ralita.

“Ibu enggak diajak pelukan nih?” Tanya Ralita membuat Haikal menoleh lalu terkekeh.

“Sini cantik …,” ucap Haikal membuat Ralita tersenyum dan segera mendekat lalu kemudian memeluk Haikal dan Caca.

“Eh kok kakak nangis?”

Caca menggeleng kemudian ia mengeratkan pelukannya kepada dua orang dewasa itu.

“Kakak sayang ibu sama ayah, jangan ninggalin kakak ya …”