Sampai Menua
“Aku pulang!” Teriak Haikal.
Tak lama setelah itu terlihat Ralita yang berlari kecil ke arahnya, kemudian perempuan itu langsung memeluk Haikal.
Haikal terkekeh. “Aduh pelan-pelan dong meluknya,” ucap Haikal membuat Ralita tertawa.
“Hehehe maaf.”
Ralita menarik Haikal agar duduk di meja makan. “Sini aku masakin banyak,” ucap Ralita.
Haikal menatap Ralita aneh, sedangkan Ralita tersenyum.
“Coba merem matanya,” ucap Ralita.
“Apa sih?”
“Tutup aja ih!”
Haikal menurut, kemudian ia menutup matanya.
Ralita tersenyum, kemudian ia beranjak dari duduknya dan menarik Haikal agar berdiri.
“Sekarang buka,” ucap Ralita.
Haikal membuka matanya, kemudian Haikal tersenyum saat melihat Ralita menggenggam satu bucket bunga.
Haikal terkekeh. “Ini apa?”
Ralita kemudian berjinjit dan mengecup pelan kening Haikal.
“Selamat hari jadi ke tiga belas tahun Haikal, makasih, ya? Makasih karena gak pernah berubah,” ucap Ralita kemudian ia memeluk Haikal.
Haikal terdiam.
Hari ini, ya?
Hari dimana Haikal mengikatnya untuk menjadi satu-satunya. Hari ini, dimana tiga belas tahun yang lalu, Haikal berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu mencintai perempuan ini.
Haikal memeluk Ralita dengan sangat erat.
“Ta ...”
“Harusnya aku yang ngasih kejutan kayak gini,” ucap Haikal.
Ralita terkekeh dalam pelukan itu.
“Gapapa.”
Haikal mengeratkan pelukannya.
“Makasih ya Ta, karena selalu jadi Ralita yang aku kenal, makasih karena gak pernah berubah, makasih karena selalu jadi apa adanya kamu. Aku sayang banget sama kamu, Ta. Makasih banyak ya buat semua cinta dan ketulusannya ....” lirih Haikal sambil memeluk tubuh itu, berusaha merasakan hangat yang selalu berhasil Ralita berikan pada Haikal.
Dalam pelukan itu Ralita tersenyum.
“Haikal ....”
“Hmm?”
“Aku sayang kamu, sayang banget. Maaf ya kalo selama ini aku masih banyak kurangnya.”
“Haikal, tau gak? Kalo disuruh milih buat ngulang waktu, aku mau milih buat ketemu kamu lagi. Kalo pun misalkan aku harus lahir lagi di kehidupan selanjutnya, aku bakalan tetap milih kamu Kal.”
Haikal tersenyum.
“Haikal, makasih ya udah ngasih banyak cinta buat aku, makasih karena gak pernah bosen dan capek buat saling nguatin. Makasih karena sama kamu, aku tau kalo sesulit apapun halangan sama rintangannya, asalkan kita saling genggam itu gak bakal pernah terasa sulit.”
“Makasih, makasih banyak ya anak baik. Sayang banget, sayang banget, tolong bahagia, jangan sakit, tolong sehat selalu, ya?”
Ralita memeluk erat Haikal, seolah ia tidak ingin kehilangan pelukan itu.
Ralita, benar-benar menyayangi Haikal, sangat.
“Ta ...”
“Hmm?”
“Ayo kita sama-sama sampai menua!”
“Ayo Ta, sampai nanti kita tua, aku pengen sama-sama terus sama kamu. Bagiin semuanya sama aku sampai kita tua. Aku gak akan pernah bosen buat bilang kalo aku sayang kamu. Sekali pun aku harus luka berkali-kali, sekali pun aku harus merangkak lagi buat dapetin kamu, aku gak akan nolak, Ta. Jadi tetap sama aku, ya cantik, ya?” Ucap Haikal mengecup pucuk kepala Ralita.
Perempuan itu menatap Haikal lalu tersenyum dan mengangguk, diiringi air mata yang mengalir di pipinya. “Iya... ayo! Ayo sama-sama sampai menua.”
Dan lagi, bahkan setelah sekian tahun lamanya, cinta yang Haikal punya untuk Ralita tidak pernah berkurang sedikitpun.
Ralita, adalah segalanya bagi Haikal.