Sagara dan Nasi Kuning.
Benar saja, mobil putih milik Sagara sudah menunggu di depan pintu masuk rumah sakit.
Juli segera beegegas menuju mobil itu, sambil sesekali mengusap dada sebelah kirinya guna meredakan rasa tidak karuan yang tiba-tiba saja datang.
Dengan perlahan, Juli mengetuk jendela mobil Sagara, sambil tersenyum. Lalu tak lama mobil itu terbuka menampilkan sosok Sagara yang kini tersenyum ke arah Juli dengan matanya yang menyipit.
Juli terdiam sejenak, sampai akhirnya Sagara berbicara menyuruh Juli agar segera masuk.
“Hi …” ucap Juli sedikit canggung.
Ini, kali ketiganya Juli menaiki mobil Sagara.
Sagara melirik sejenak ke arah Juli, sebelum akhirnya ia menancap gas untuk segera pergi dari sana.
“Jadi ini belinya dimana?” Sagara bersuara, membuat Juli menoleh.
“Biasanya saya beli di deket pertigaan yang mau ke kampus, soalnya kalo yang deket kosan saya udah tutup kalo jam segini,” ucap Juli.
Sagara hanya mengangguk.
Butuh waktu lima belas menit hingga akhirnya mereka tiba di tempat tujuan.
Sagara sedikit terdiam kala melihat tempat yang dimaksud Juli.
Juli menoleh pada Sagara, sebelum akhirnya ia menarik lengan Sagara agar ikut masuk dan duduk di penjual nasi kuning kaki lima itu.
“Pak, pesen dua porsi ya. Punya saya kayak biasa, kalo yang satunya yang komplit aja,” ucap Juli, sedangkan Sagara hanya memperhatikan.
Demi apapun, selama Sagara hidup, baru kali ini ia menginjakkan kaki di tempat seperti ini.
Tidak, bukan karena Sagara tidak suka dan jijik, hanya saja dia memang terlahir dari keluarga berada yang tidak pernah sekali pun membawanya ke tempat sederhana seperti yang sekarang ia lakukan.
Sagara menarik napasnya, kemudian ia memperhatikan Juli dan juga orang-orang yang berlalu lalang di sekitarnya.
“Panas, ya?” Tanya Juli kala ia melihat keringat di dahi Sagara.
“Eh enggak kok, hehe,” balas Sagara membuat Juli terkekeh.
“Sagara.”
Sagara menoleh pada Juli. “Iya apa?”
“Beneran gak tau nasi kuning, ya?”
Sagara menggeleng kemudian ia tertawa. “Enggak, haha,”
“Kok bisa sih nasinya gitu?” Tanya Sagara pada Juli.
juli merubah posisi duduknya menjadi menghadap Sagara, kemudian ia berbicara dengan tangannya yang tidak diam.
“Jadi, kenapa disebut nasi kuning tuh karena warna nasinya kuning. Nah, dan yang kuning itu dari rempah Sagara. Nama rempahnya kunyit, tau kunyit, gak?” Tanya Juli dibalas gelengan oleh Sagara.
Juli terkekeh pelan. “Kunyit tuh gimana ya, jadi warnanya kuning gitu loh. Terus nanti sarinya dicampur sama nasi, sama bumbu lainnya. Enak pokoknya. Terus nanti ada telur, ada orek tempe, sama kadang ada ayam!” Ucap Juli dengan semangat menjelaskan pada Sagara perihal apa itu nasi kuning.
“Saya kalo laper suka beli aja ini, murah terus juga bikin kenyang, enak juga haha,” Juli tertawa.
Sagara diam-diam tersenyum kala ia memperhatikan bagaimana cara Juli berbicara. Terlihat disana, sorot bahagia saat Juli sedang bebicara. Mata perempuan itu benar-benar bersinar. Bahkan tanpa sadar, suara Juli itu candu.
Sagara hanya tersenyum sambil mendengarkan Juli, mata lelaki itu menyipit dan juga bibirnya tidak berhenti menyinggung membentuk sabit.
“Jadi gitu,” ucap Juli diakhir ucapannya, membuat Sagara terkekeh.
“Makasih.”
Juli menatap Sagara. “Kok makasih?”
“Makasih ilmunya, hahaha,” Sagara tertawa.
Juli hanya menggeleng, lalu tak lama setelah itu pesanan mereka datang.
“Selamat makan Sagara, semoga suka ya ….”