Rumah Tanpa Tuan.
Ada banyak tempat di dunia ini yang bisa dijadikan sebagai tempat pulang, sebagai rumah. Entah isinya penuh, entah isinya kosong.
Beberapa orang menganggap jika rumah adalah tempat paling aman untuk pulang, tempat ia bisa meluapkan segala rasa yang cukup membuat kepalanya terasa berat. Namun bagi sebagian orang, rumah juga merupakan neraka yang bahkan untuk berdiri di depan pintunya saja sudah menyiksa.
Bagiku, kata ‘rumah’ itu banyak makna, dan bukan hanya satu.
Kamu juga sudah aku maknai sebagai rumah. Rumah yang sangat luas dan indah.
Ada begitu banyak hal-hal istimewa di dalamnya yang bisa membuatku takjub. Luas, sangat luas dalamnya. Bahkan aku saja seringkali kesulitan untuk menjelaskan betapa cantiknya itu.
Bohong jika aku bilang aku tidak menyukai itu. Sebab segala hal tentang kamu aku menyukainya.
Meskipun dibalik semua keindahan itu, kamu menyimpan banyak duri-duri kecil yang tanpa sadar membuatku terluka.
Aku begitu mencintai kamu, sampai-sampai aku rela menutup semua pintu masuk rumahku yang lain. Iya, aku sudah menutup semuanya. Sebab kunci pintu utama sudah aku serahkan untuk kamu.
Aku begitu mencintai kamu, sampai-sampai aku tidak sadar, jika selama ini kamu tidak pernah membuka pintunya. Jangankan masuk, menengok saja kamu enggan.
Aku begitu mencintai kamu, sampai-sampai aku mengabaikan sebuah fakta, jika dari awal kamu tidak pernah mau menginjakkan kakimu di rumahku.
Padahal sudah kubangun dengan susah payah, supaya kelak, jika kamu berkenan masuk, kamu betah dan menyukainya.
Seringkali aku bertanya-tanya.
”Harus bagaimana lagi aku supaya kamu berkenan masuk? Paling tidak menengok sedikit saja.”
Semua hal yang aku usahakan untuk kamu, selalu kamu abaikan.
Kamu bilang padaku waktu itu jika kamu sudah menutup semua pintu masuk. Bahkan untuk aku sekalipun, kamu tidak memberi izin.
Kamu bilang padaku waktu itu, kamu tidak ingin melepaskan semua yang berkaitan dengan penghuni lamamu itu.
Kamu terlalu mencintai penguhi lamamu, ya? Sampai-sampai kamu enggan melihatku.
Bohong jika aku mengatakan aku baik-baik saja.
Terlalu mencintai kamu itu menyakitkan. Namun apa yang bisa aku lakukan disaat semua perasan ini sudah aku serahkan untuk kamu.
Bodoh, bodoh, bodoh.
Aku memang bodoh. Sebab sudah banyak sekali waktu terbuang demi bisa meluluhkanmu.
Aku hanya ingin kamu. Rumahku ingin dihuni kamu.
Masih lama menunggu dan akan terus menunggu. Entah sampai kapan itu.
Tolong, tolong beritahu aku jika memang kamu sudah siap untuk masuk. Aku akan menyiapkan segala hal untuk menyambutmu.
Aku akan selalu menata rumah tanpa tuan ini. Menata sedemikian rupa supaya nanti kamu bahagia.
Aku akan menunggu, selalu.