Rumah Sakit.
Waktu menunjukan hampir pukul setengah tiga pagi. Zeya dan Mima berlari menuju ruangan rawat inap dimana Sena berada.
Selama perjalanan ke rumah sakit, Zeya dan Mima benar-benar khawatir pada Sena, mereka bahkan menangis. Bahkan Zeya sempat menyalahkan dirinya sendiri karena tadi tepatnya pukul sembilan malam, Sena meneleponnya namun tidak terangkat lantaran ia tertidur.
Zeya berkali-kali mencoba menghubungi Sena. Apalagi ketika pesan terakhir yang Zeya dapati adalah kalimat dimana Sena mengatakan jika dirinya sangat lelah sambil mengirimkan beberapa screenshot pesan dari teman-teman Raka.
Zeya dan Mima buru-buru masuk setelah berada tepat di ruangan itu.
“SENA!” Teriak Zeya panik diikuti Mima yang juga berlari mendekat ke arah Sena yang tengah terbaring dengan infus ditangannya.
Buru-buru Zeya dan Mima duduk mendekat di samping Sena.
Terlihat sekali wajah bengkak tak karuan Sena. Membuat kedua sahabat Sena meringis.
“Sena sorry,” ucap Zeya menggenggam tangan Sena.
“Bodoh banget gue tadi malah asik teleponan sama Sajiwa,” sahut Mima.
Mereka berdua lalu mengusap Sena.
Mereka sangat tahu, jika di balik senyum dan keceriaan Sena, perempuan itu sebenarnya sangat rapuh.
“Sena lo kenapa sih,” isak Zeya.
“Anjing banget si Raka, tolol,” umpat Mima.
“Lo baca belum screenshot? Masa si Bima sama Jean nyalahin Sena, brengsek,” ucap Zeya membuat Mima mengangguk.
“Gue udah ba—“
Belum sempat Mima menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba saja pintu terbuka, membuat kedua orang itu menoleh.
Mereka berdua saling menatap.
“Kak Dika?” ucap mereka berbarengan.