Putri Kecil Kesayangan Ayah.

Hari demi hari berlalu, kini tiba waktunya dimana Caca bersanding dengan lelaki pilihannya dalam sebuah ikatan sakral.

Rasanya, baru kemarin melihat Caca tumbuh dari yang hanya seorang anak kecil hingga sekarang tumbuh jadi sosok perempuan dewasa yang kuat akan segala beban dan luka.

Masih cukup jelas teringat di memori perempuan ini. Ketika dulu dirinya yang selalu menangis perihal ia yang merindukan pelukan seorang ibu.

Masih cukup jelas teringat di memori perempuan ini. Ketika dulu dirinya selalu menjadi putri kecil kesayangan ayah.

Dan, jika berbicara tentang ayah. Banyak sekali hal yang Caca rindukan dari sosok itu.

Semuanya, Caca rindu semuanya.

Dari sekian banyaknya rasa cinta yang Caca dapatkan di dunia ini. Cinta dari ayah masih menjadi nomor satu bagi anak perempuan seperti Caca.

Caca masih ingat ketika dulu ayah mati-matian berjuang demi bisa memberikan seluruh bahagianya untuk Caca.

Rasanya sangat sulit dipercaya ketika tiba-tiba saja Tuhan mengambil sosok ayah dari hidup Caca dengan begiru cepat. Padahal, Caca belum sempat memberikan seluruh isi dunia untuk ayah. Caca belum sempat melihat ayah tersenyum bangga sebab ia berhasil menjadi seorang dokter.

Jika saja bisa, Caca ingin kembali memutar waktu dimana dirinya masih mempunyai sosok ayah dan juga ibu di sampingnya.

Caca, menarik napasnya dalam ketika ia berhadapan dengan sang adik yang sudah rapi menggunakan jas hitam, kemudian di sampingnya, ada Bara—lelaki yang berhasil membuatnya yakin untuk menjadi rumah baru bagi dirinya.

Di hadapan banyak orang, Jinan menggenggam tangan Bara dengan kuat. Lelaki itu menatap Caca sambil menahan tangisnya, sedangkan yang ditatap tengah terisak dan tersenyum pada Jinan.

Ternyata, hari ini, ya? Hari dimana Jinan harus melepas sang kakak untuk pergi ke rumah barunya. Rumah baru yang lebih aman dan hangat.

Seharusnya ayah yang duduk disini. Seharusnya ayah yang mendampingi putri kecilnya. Dan seharusnya ayah yang menyaksikan hari bahagia ini.

Jika saja ayah masih ada. Mungkin ia akan menjadi laki-laki pertama yang bilang pada semua orang, jika kini putri kecil yang dulu sering kali menangis sudah menemukan dunianya.

Namun lagi-lagi, hanya kata ‘seandainya’ yang bisa terucap.

Jinan menarik napasnya dalam kemudian ia menatap Bara. Matanya mengisyaratkan jika dirinya mempercayai sang kakak kepada Bara.

Dan dalam satu kali tarikan napas, Jinan mengucap kalimat itu, kalimat yang seharusnya di bacakan dengan lantang oleh sang ayah.

“Dengan mas kawin tersebut tunai!” ucap Bara setelah Jinan mengucap kalimat itu. Lalu kemudian semua orang disana menangis haru, sebab sekarang kedua mempelai itu sudah terikat hubungan yang sah.

Caca menangis, begitu juga Jinan. Lalu tanpa lama-lama, Jinan beranjak mendekat ke arah Caca dan Bara. Lalu Jinan memeluk kedua orang itu dengan sangat erat seolah tidak ingin kehilangan hangatnya.

Ah gila, Jinan masih tidak menyangka jika akhirnya, satu dari dua semestanya kini sudah menjadi milik orang lain.

“Kakak, bahagia selalu, ya? Adek sayang kakak …,” Jinan dalam pelukan itu.

Caca memeluk erat tubuh sang adik. “Adek, makasih banyak, ya? Makasih banyak buat semua kasih sayangnya. Maaf, maaf karena kakak masih banyak kurangnya …”

“Adek akan selalu jadi adik kecilnya kakak. Dan kakak akan selalu jadi kakak kesayangan kamu. Makasih ya jagoan, kakak sayang banget sama adek. Sekarang adek gak perlu khawatir lagi perihal bahagianya kakak.”

“Kakak cuma minta tolong sama kamu. Setelah ini, tolong bahagia, ya? Adek gak perlu lagi mikirian bahagianya kakak, karena sekarang kakak punya Bara. Jadi adek jangan takut, ya?” pinta Caca yang dibalas anggukan oleh Jinan.

“Bang …” ucap Jinan pada Bara.

“Tolong jagain kakak, ya?”

“Putri kecil kesayangannya ayah. Tolong cintai kakak dengan layak, ya, bang?” Pinta Jinan pada Bara membuat lelaki itu mengangguk.

“Iya, jangan khawatir. i love her so much Ji.”

Dan setelah mengatakn itu, Jinan melepas pelukannya. Ia menatap wajah sang kakak dengan hangat. Jemarinya kemudian bergerak mengusap air mata yang jatuh.

Jinan terkekeh. “Jangan nangis, nanti make up kakak luntur,” ucap Jinan membuat Caca ikut terkekeh.

Jinan menghela napasnya. “Adek kesana dulu, ya? Nemenin Zia,” ucap Jinan membuat Caca mengangguk dan sebelum benar-benar beranjak dari sana. Jinan mengecup pelan pucuk kepala sang kakak.

“Adek sayang kakak …”

Ah, rasanya terlalu cepat.

Kini, kakak kesayangannya sudah menjadi milik lelaki lain.

Namun meskipun begitu. Sampai akhir nanti. Cinta pertama seorang ayah akan tetap menjadi cinta paling luar biasa. Meskipun kenyataannya perempuan ini tidak bisa mengucap kata terima kasih secara langsung untuk sang ayah.

Caca menahan tangisnya dengan jemari yang menggenggam Bara. Netranya menatap langit-langit disana.

“Ayah, sekarang kakak udah nemu rumah baru …”

“Ayah jangan khawatir lagi, ya?” Gumam Caca, sebelum akhirnya ia berdiri tegak sambil memperlihatkan senyum bahagianya kepada semua orang disana.

Putri kecil kesayangan ayah, kini sudah menemukan cintanya yang lain, yang mungkin lebih hangat dan aman.