putri ayah

Setelah kesepakatan bersama,Adrian dan Dira tengah dalam perjalanan menuju rumah Dira.

“Degdegan,” ucap Adrian yang dibalas kekehan oleh Dira.

“Ayah gak galak kok,” ucap Dira.

Tak butuh waktu lama, mereka berdua kini sudah sampai di sebuah rumah berwarna putih yang cukup luas.

Adrian menoleh pada perempuan di sampingnya, Dira tersenyum, ia lau mengusap pelan punggung tangan Adrian.

“Ayo,” ucap Dira.

Mereka berdua turun dari mobil, lalu melangkah untuk mengetuk pintu rumah itu.

Sungguh, jantung Adrian saat ini benar-benar berdetak kencang, bahkan peluh mengucur dari dahinya.

“Mama,” ucap Dira saat pintu terbuka dan menampakkan sosok wanita paruh baya.

“Maaf Dira jarang pulang,” ucap Dira.

Wanita paruh baya itu menoleh pada Adrian.

“Adrian, ya?” Ucapnya, membuat Adrian sedikit terkejut namun sedetik kemudian ia tersenyum manis.

Lelaki itu kemudian membungkuk lalu meraih tangan mama Dira.

“Halo tante, saya Adrian,” ucap Adrian tersenyum.

Wanita paruh baya itu tersenyum sambil menepuk punda Adrian.

“Ayo masuk, ayah di dalam,” ucapnya.

Dengan langkah yang sedikit ragu, Adrian menghela napas, lalu memberanikan diri untuk masuk.

Sial.

Jantungnya semakin berdegup kencang saat netranya menangkap sosok pria paruh baya yang tengah duduk sambil menyeruput gelas berwarna putih itu.

“Duduk,” ucap pria paruh baya itu.

Dira terdiam, begitupun Adrian.

“Ini yang namanya Adrian?” Ucapnya membuat Adrian mengangguk.

“Kenalin om, saya Adrian.”

“Kenapa?”

Adrian mengangkat sebelah alisnya, “gimana om?”

“Kenapa kamu ingin putri saya?”

“Kenapa kamu ingin dia untuk jadi milik kamu?”

“Kenapa kamu sangat yakin kalau anak saya bisa jadi milik kamu?”

“Kamu punya apa? Sampai berani untuk meminang putri saya satu-satunya?”

Adrian meneguk ludahnya.

Ia kemudian menghela napas.

“Sebe—“ ucapan Adrian terpotong.

“Kenapa kamu sangat yakin?”

“Sehebat apa kamu, hah?” Ucap pria paruh baya itu dengan suara tegasnya.

“Say—“

“Jangan gagap gitu, laki-laki bukan?”

Sial

Di sampingnya, Dira menatap Adrian, lalu mengusap lengannya pelan.

“Ayah ....” lirih Dira.

“Om ....”

Adrian menatap pria paruh baya di hadapannya itu.

“Saya punya hati, saya punya kepercayaan, saya punya cinta, dan saya akan melakukan apapun demi bisa membahagiakan Dira,”

“Saya sayang Dira, om, sayang sekali.

“Maaf kalau saya lancang....”

“Saya tidak pernah setakut ini perihal mencintai om, dan ya, putri om berhasil bikin saya jatuh dan rela lakuin apa saja buat ngelindungin Dira.”

“Maka dari itu saya berani untuk meminang Dira,”

“Saya tidak kekurangan harta, saya bahkan rela beli apapun demi bahagiain Dira,”

“Kalau om khawatir perihal materi, saya bisa buktikan semuanya. Saya cuma ingin Dira ada di samping saya....” ucap Adrian membuat pria paruh baya itu terdiam.

“Jadi om, apakah om merestui saya?”

Hening.

“En—“

“Ayah!” Ucap mama Dira.

“Dira ....” ucapnya pada Dira.

“Iya ayah?”

“Kamu sayang dia?”

Dira mengangguk.

“Lalu Arian?”

Dira menggeleng.

“Aku gak pernah mau ayah ....”

“Ayah, Dira mohon ....” lirih Dira.

Pria paruh baya itu menghela napasnya.

“Adrian,”

“Iya om?”

“Tolong jaga putri saya, tolong bahagiakan putri saya, dan tolong jangan hancurkan kepercayaan saya,”

Adrian tertegun.

“Jadi, saya boleh meminang putri om?”

Lagi-lagi ayah Dira menghela napas.

“Ya, demi kebahagiaan putri saya,”

Dira berdiri, ia kemudian memeluk erat tubuh pria itu.

“Ayah, makasih banyak,” ucap Dira.

“Maafin ayah, ya sayang, maaf ayah selalu maksa kamu buat ngikutin kemauan ayah,” ucapnya berbisik pelan.

“Dira putri ayah, ayah sayang sekali sama Dira, maafin ayah ya. Dan Adrian, tolong jaga putri saya ....”